Monday, 6 August 2012
sedihku
hal yang sangat miris jika kita terus berkutak dengan ke egoan,komering sudah jelas jelas bagian dari suku lampung,kan aneh nih kalau komering ngerasa beda sendiri sedangkan yang banyak aja yang kebetulan masuk provinsi lampung ngakui sbg suku lampung bahkan nunjauh di seberang lautan tepatnya di cikoneng pak pekon provinsi banten ngakui bagian dari suku lampung padahal bahasanya tu campuran dari 40 kebuaian di plus di campuri bahasa jawa n sunda mereka juga dengan senang hati bergabung dengan organisasi lampung sai,nah sai lagi mana bukti nya kalau komoring bersaudara ama batak seperti yang di klaim n di pahami orang komoring?sidah jelas dalam tambo tersebut yang di sebut lopung bkn komoring,cobalah kalau anda tak percaya tanyakan pada orang batak yang paham tentang tambo lama.mahap semakkung ni salam kenal n angkon jak meranai krui
MATAHARANISA: "Komering" apakah sebuah identitas tabu...???
MATAHARANISA: "Komering" apakah sebuah identitas tabu...???: Tulisan ini coba kami angkat agar adanya pengertian yang selaras akan identitas masyarakat komering, sebuah identitas yang mungkin paling ...
Bahasa dan Dialek di Asia Tenggara: Bahasa Komering
Bahasa dan Dialek di Asia Tenggara: Bahasa Komering: Bahasa Komering atau bahasa Kumoring adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Komering yang tersebar di sepanjang sungai Komering, dari da...
Sunday, 5 August 2012
AKAL tanpa WAHYU, akan berbuah, IMAN tanpa ILMU
Menu utama
Langsung ke isi
* Artikel KanzunQALAM Blog
KQaCULTURE Blog
AKAL tanpa WAHYU, akan berbuah, IMAN tanpa ILMU
Misteri Pemeluk Islam Pertama di Nusantara
Dipublikasi pada Juli 18, 2012 oleh kanzunQALAM
Di dalam buku Arkeologi Budaya Indonesia, karangan Jakob Sumardjo, diperoleh informasi, berdasarkan catatan kekaisaran Cina, diberitakan tentang adanya hubungan diplomatik dengan sebuah kerajaan Islam Ta Shi di Nusantara.
Bahasa Cina menyebut muslim sebagai Ta Shi. Ia berasal dari kata Parsi Tajik atau kata arab untuk Kabilah Thayk (Thoiyk). Kabilah Thoiyk ini adalah kabilahnya Ibnu Mas’ud r.a, salah seorang sahabat Nabi, seorang pakar ilmu Alquran [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tags: Indonesia, misteri, Sejarah | Tinggalkan Komentar
Subhanallah… NUSANTARA di dalam HADITS RASULULLAH ?
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai, terdapat sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian hari.
Kaum sejarawan Melayu memperkirakan negeri samudra yang dimaksud adalah Kerajaan Samudra Pasai, namun pendapat ini bukan tidak ada kelemahan, hal ini dikarenakan Kerajaan Samudra Pasai baru muncul 600 tahun setelah wafatnya Rasulullah.
Muncul dugaan negeri yang dimaksud adalah sebuah negeri maritim yang dikelilingi samudra,yang mencapai masa ke-emasan sekitar 50 tahun setelah wafatnya beliau, yang dikenal dengan nama Sriwijaya [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Asal Muasal Shalat disebut Sembahyang ?
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Ketika Maharaja Purnawarman (raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M)), berhasil dalam upaya penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km), ia mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Apa yang dilakukan Maharaja Purnawarman, sangat mirip dengan Ritual Qurban yang dilakukan Penganut Millah Ibrahim. Peristiwa ini memunculkan pendapat, kerajaanTarumanegara sejatinya adalah penganut Braham (ajaran monotheime peninggalan Nabi Ibrahim), dan bukan penganut agama Hindu, yang jelas-jelas sangat menentangpengorbanan dengan hewan sapi [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Makna Simbolik, Sajian Menjelang Ramadhan
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Sebelum ditemukannya layanan SMS (Short Message Service), ternyata masyarakat Jawa, telah memiliki teknologi tersendiri, untuk menyampaikan pesan [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tags: Jawa, Puasa, Ramadhan | Tinggalkan Komentar
Dinasti Giri Kedaton dan Silsilah Presiden Indonesia : Sukarno, Suharto, BJ.Habibie, Gusdur, Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Berdasarkan penyelusuran Genealogy, ditemukan fakta yang menarik, yakni kesemua Salasilah Presiden RI ternyata memiliki keterkaitan keluarga dengan Trah Sunan Giri (Dinasti Giri Kedaton) [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Mengapa NEDERLAND disebut BELANDA?
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Jika kita bertanya…
Mengapa masyarakat di Nusantara, menyebut Nederland sebagai Belanda? Mungkin orang Nederland sendiri akan bingung menjawabnya…
Sebelum kita menjawab pertanyaan itu, mari kita kembali membuka lembaran sejarah, 360 tahun yang silam [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Rasionalisasi, Kisah Syaikh Siti Jenar
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Apabila kita membahas mengenai keberadaan, salah seorang wali di tanah Jawa, Syaikh Siti Jenar, seringkali kita menemukan berbagai cerita yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.
Di dalam salah satu tulisannya, Ustadz Shohibul Faroji Al-Robbani mencatat, setidaknya ada 5 Kesalahan Sejarah tentang Syaikh Siti Jenar [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Ratu Sinuhun, Feminis Nusantara dari abad ke-17M
Dipublikasi pada Juli 16, 2012 oleh kanzunQALAM
Palembang merupakan daerah yang untuk pertama kalinya diterapkan undang-undang tertulis yang berlandaskan syariat Islam di Nusantara. Hal tersebut sebagaimana tercantum di dalam kitab Simbur Cahaya, yang disusun oleh Ratu Sinuhun, cendikiawan wanita asal Palembang [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tinggalkan Komentar
Jemaah Haji, Tempo Doeloe
Dipublikasi pada Juli 9, 2012 oleh kanzunQALAM
Di dalam Historiografi Haji Indonesia, Dr M Shaleh Putuhena menyatakan, sejak abad ke-16 M, sudah ada umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji.
Saat bisa meninggalkan Indonesia, mereka singgah di Singapura atau Penang (Malaysia). Di tempat tersebut, umat Islam Indonesia yang ingin berhaji ini rela menjadi pekerja kasar. Ada yang menjadi tukang kebun, menggarap sawah, dan lainnya demi satu tujuan, yaitu berkunjung ke Baitullah [Selengkapnya]
Categories: Islam, KQaCULTURE, Nusantara | Tags: Haji, Indonesia, Sejarah | Tinggalkan Komentar
Islam dan Nusantara
* Misteri Pemeluk Islam Pertama di Nusantara
* Subhanallah… NUSANTARA di dalam HADITS RASULULLAH ?
* Asal Muasal Shalat disebut Sembahyang ?
* Makna Simbolik, Sajian Menjelang Ramadhan
* Dinasti Giri Kedaton dan Silsilah Presiden Indonesia : Sukarno, Suharto, BJ.Habibie, Gusdur, Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
* Mengapa NEDERLAND disebut BELANDA?
* Rasionalisasi, Kisah Syaikh Siti Jenar
* Ratu Sinuhun, Feminis Nusantara dari abad ke-17M
* Jemaah Haji, Tempo Doeloe
Pencarian untuk:
Blog pada WordPress.com. Tema: Adventure Journal oleh Contexture International.
Ikuti
Follow “KQaCULTURE Blog”
Get every new post delivered to your Inbox.
Powered by WordPress.com
Alhamdulilah, 25 Wanita Filipina Jadi Mualaf
Home > Dunia Islam > Mualaf
Alhamdulilah, 25 Wanita Filipina Jadi Mualaf
Sabtu, 04 Agustus 2012, 07:51 WIB
kaligrafibambu.com
Alhamdulilah, 25 Wanita Filipina Jadi Mualaf
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Berita Terkait
Indonesia Kirim Penghafal Alquran ke Dubai
Craig Robertson: Islam Menyelamatkan Ku
Kampus Filipina Larang Pemakaian Jilbab
Alhamdulillah, Mualaf Dayak Terus Bertambah
Duh, Dubai Catat 200 Kecelakaan Terjadi Menjelang Berbuka
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Sebanyak 25 wanita asal Filipina secara bersamaan menyataakan keimanannya terhadap Islam. Mereka mengucpkan dua kalimat syahadat dalam acara Ramadan Forum ke-11 yang diselenggarakan Departemen Pariwisata Uni Emirat Arab di Dubai.
Laman The Gulf Daily, Sabtu (4/8) melansir, pernyataan keimanan wanita-wanita asal Filipina itu setelah mereka mendengarkan ceramah dari Omar Bnalbr. Ceramah bertema 'Jalan Keselamatan' itu mampu menggerakkan hati para audiens yang hadir dalam forum.
Ini adalah kali ketiga Bnalbr memberikan ceramah dalam forum tahunan itu. Ceramah-ceramah Bnalbr terkenal sangat inspiratif dan seringkali menarik puluhan hingga ratusan orang untuk memeluk Islam.
Pada dua kesempatan sebelumnya, jumlah jamaah yang terinsipirasi dan memeluk Islam bahkan lebih banyak. Pada ceramahnya pada forum 2010, 125 langsung menyatakan masuk Islam. Sementara pada tahun 2011, ceramahnya menginspirasi 127 orang menjadi mualaf.
Redaktur: Endah Hapsari
Reporter: Erik Purnama Putra
MasyaAllah, sekitar 320.000 Muslim datang ke Masjid Al-Aqsa untuk sholat jum'at berjamaah
Ahad, 16 Ramadhan 1433 H / 5 Agustus 2012
* ar عربية
* en English
* Audio
* Video
* Foto
MasyaAllah, sekitar 320.000 Muslim datang ke Masjid Al-Aqsa untuk sholat jum'at berjamaah
Siraaj
Sabtu, 4 Agustus 2012 10:21:13
AL-QUDS (Arrahmah.com) - MasyaAllah, sekitar 320.000 jamaah Muslim menuju Masjid Al-Aqsa untuk melakukan sholat jum'at berjamaah pada sholat jum'at ketiga di bulan Ramadhan ini, kemarin (3/8/2012), menurut laporan Yayasan Al-Aqsa untuk Wakaf dan Warisan (AFEH), dilansir Ma'an.
Ratusan ribu warga Muslim Palestina melakukan perjalanan dari Tepi Barat dan dari wilayah-wilayah lain yang dikuasai Israel ke Masjid Al-Awsa untuk melaksanakan sholat jum'at berjamaah.
Militer zionis Israel telah mengumumkan bahwa pihaknya akan mengurangi pembatasan warga Palestina yang datang ke Al-Aqsa selama bulan suci Ramadhan, namun jamaah Muslim yang datang harus mengantri di garis pemeriksaan. Setiap hari, polisi Israel disebarkan di setiap sudut pos pemeriksaan di Yerusalem untuk 'keamanan'.
AFEH dan ormas Islam lainnya melakukan kampanye, di bawah izin Departemen Agama, untuk melindungi Masjid Al-Aqsa lebih ketat lagi selama bulan Ramadhan ini.
Kampanye ini meliputi menyediakan makanan dua kali sehari untuk orang-orang yang berpuasa dan juga ratusan bus untuk membawa orang-orang ke Masjid Al-Aqsa dan program edukasi keagamaan (pendidikan ilmu Syar'i).
Sementara itu, umat Yahudi dan pasukan zionis Israel semakin sewenang-wenang mendatangi situs suci umat Islam ini, terutama ketika umat Yahudi hendak merayakan apa yang mereka sebut sebagai hari "penghancuran bait Allah" di mana mereka datang ke halaman Masjid Al-Aqsa dan berjalan-jalan di sekitarnya sambil melakukan ritual agama mereka sehingga keberadaan mereka telah mengganggu ibadah umat Islam di Al-Aqsa dan tak jarang memicu bentrokan. (siraaj/arrahmah.com)
Sebarkan!
Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...
Warga Yaman gelar aksi protes campur tangan asing di dalam negeri
Warga Yaman gelar aksi protes campur tangan asing di dalam negeri
Althaf
Sabtu, 4 Agustus 2012 12:16:28
SANA'A (Arrahmah.com) - Puluhan ribu massa di kota
Sa'ada ikut serta dalam aksi protes melawan campur tangan asing dalam
urusan dalam negeri Yaman.Sabtu, 4 Agustus 2012 12:16:28
Aksi massa tersebut dilakukan setelah shalat Jumat (3/8/2012). Mereka meneriakkan slogan anti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, termasuk Israel dan Arab Saudi. Mereka menyeru pengusiran duta besar AS, Gerald M. Feierstein.
Para demonstran juga menyatakan kemarahan mereka atas pembunuhan banyak warga sipil oleh pesawat Washington di Yaman. Militer salibis AS telah menggunakan drone di Somalia, Afghanistan, Pakistan, Libya, dan Irak.
Washington mengklaim bahwa mereka menargetkan para 'teroris', tapi kenyataannya warga sipil yang sering menjadi korban dalam serangannya.
Sementara itu, sedikitnya 7 orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam dua serangan terpisah di negara ini.
Sebuah bom meledak di dekat sebuah kafe internet di lingkungan selatan ibukota Sana'a, menewaskan satu orang dan melukai sejumlah orang lainnya.
Dalam insiden kedua, pengendara sepeda motor melemparkan granat di sebuah pasar yang sibuk di kota selatan Taizz, menewaskan sedikitnya 6 orang dan melukai 10 orang lainnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Press TV pada 15 Juli, Moufid Jaber, seorang ahli dari Pusat Studi Timur Tengah dan Hubungan Masyarakat di Beirut, mengatakan bahwa rezim Israel memiliki peran dalam menabur "ketidakstabilan di Yaman".
Sejak Januari 2011, ratusan ribu orang sering melakukan aksi demonstrasi di kota-kota besar Yaman, menyerukan diakhirinya korupsi dan pengangguran dan menuntut agar keluarga mantan diktator Ali Abdullah Saleh dipecat dari jabatan pemerintah mereka. (althaf/arrahmah.com)
Sebarkan!
Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...Wednesday, 1 August 2012
Paksi Buay Pernong Paksi Pak Skala Brak
Paksi Buay Pernong Paksi Pak Skala Brak
Skala Brak, Asal Muasal Orang Lampung
Sekala Beghak,
artinya tetesan yang mulia. Boleh jadi, kawasan ini dianggap sebagai
kawasan tempat lahir dan hidup orang-orang mulia keturunan orang mulia
pula. Sekala Beghak adalah kawasan di lereng Gunung Pesagi (2.262 m
dpl), gunung tertinggi di Lampung. Kalau membaca peta daerah Lampung
sekarang, Sekala Beghak masuk Kabupaten Lampung Barat. Pusat kerajaannya
di sekitar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau, dan
Kecamatan Balik Bukit. Di Lereng Gunung Pesagi itulah diyakini sebagai
pusat Kerajaan Sekala Beghak yang menjadi pula asal usul suku bangsa
Lampung.
Pengelana
Tiongkok, I Tsing, pernah menyinggahi tempat ini, dan ia menyebut
daerah ini sebagai “To Lang Pohwang”. Kata To Lang Pohwang berasal dari
bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan,
orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat
yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang”
memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak ampung”, sama-sama berarti
orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah
Gunung Pesagi.
Jumat, 02 Januari 2009
Meneruskan Tradisi Para Mujahid
Tabikpun pehaguk Suntan
Beliauan say nyuncun Makhga Pernong! Sekindua sanak khantau anjak
Kembahang Tuha tikham khasa diJaya'ni Makhga, nyuba usaha ngehimpun
cutik Sejarah jama Budaya Nekham diwikipedia, kilu bimbing kik salah
dikhekhika khik cakha! Lanjutni jak ija sekindua haga ngeni saran
pehaguk beliauan, yadodia ngehimpunko Sejarah Paksi Pak Nekham dilom
buku, sebagai acuan autentik Sejarah, Budaya, Silsilah khik Adat
Kepaksian Nekham, terutama bagini Generasi Sekala Brak khususni khik
Generasi Lampung selanjutni! Khanodia jak sekindua, kilu mahap kik salah
cakha!
Tabik....
Tabik....
Tulisan di atas merupakan
komentar dari pengunjung blog ini dengan identitas
paksibuaybejalandiway.blogspot.com.
Seiring perjalanan waktu, harapan,
keinginan dan kerinduan untuk mengangkat kembali sejarah Paksi Pak
Sekala Brak semakin menguat ke permukaan. Hal itu perlu disyukuri,
karena hal itu menunjukkan kuatnya kesadaran bersama masyarakat adat
Paksi Pak Sekala Brak akan sejarah mereka, akan budaya, seni tradisi,
dan nilai-nilai yang diyakini dan dijunjung masyarakat Sai Batin. Lebih
jauh, hal itu menunjukkan semangat untuk menegaskan identitas jati diri
masyarakat Lampung, khususnya warga Paksi Pak Sekala Brak. Dengan
mengenal jati diri, seseorang akan dengan mantap menatap masa depan.
Dengan mengenal jati diri, kita akan megetahui di mana kita duduk,
dengan siapa kita berhadapan, sekaligus mengetahui tugas dan tanggung
jawab apa yang harus kita pikul untuk kehidupan berbangsa dan bernegara
ini.
Gagasan untuk membukukan sejarah Paksi Pak Sekala Brak, merupakan kristalisasi dari cita-cita mengangkat kembali sejarah kerajaan Sekala Brak. Hal itu layak untuk diperhatikan oleh Semua Kepaksian dari Paksi Pak Sekala Brak.
Kita tahu, sebenarnya masing-masing kepaksian telah memiliki buku tentang kepaksian masing-masing. Buku yang ditulis oleh para budayawan, cerdik-cendekia masing-masing Paksi. Hal itu jelas sangat membantu masyarakat untuk melakukan kajian, penelitian dan klarifikasi atas sejarah Paksi Pak Sekala Brak.
Meski demikian, gagasan untuk memunculkan sejarah utuh Paksi Pak Sekala Brak patut diperjuangkan, karena hanya di tangan masyarakat adat Paksi Pak Sekala Brak-lah sejarah itu dapat dimunculkan kembali. Artinya sangat sulit jika kita mengharap ada pihak lain yang melakukan kajian dan penulisan buku sejarah Paksi Pak Sekala Brak. Penelitian, pengkajian dan penulisan sejarah Paksi Pak Sekala Brak harus dimulai dari diri kita sendiri, dari Paksi Pak Sekala Brak sendiri.
Jika para pendahulu Paksi Pak Sekala Brak, seperti Ratu Mumelar Paksi, Ratu Ngegalang Paksi beserta keempat umpu telah berjihad melawan 'sikap jahiliyah' suku Tumi, maka tugas kita masyarakat adat Sekala Brak di jaman seakrang untuk kembali berjihad menegakkan nilai-nilai tradisional, nilai-nilai kearifan lokal untuk membangun masyarakat. Kita perlu berjihad agar masyarakat Lampung, khususnya yang berkebudayaan Sai Batin agar tidak kehilangan jati diri mereka. Kita perlu berjuang agar masyarakat Sai Batin mengenal, bangga dan terus mengembangkan nilai-nilai luhur yang telah diperjuangan oleh para pendahulu.
Bisa jadi perlu keempat Paksi : Kepaksian Bejalan Diway, Kepaksian Nyekhupa, Kepaksian Pernong dan Kepaksian Belunguh, bertemu bersama, membahas strategi yang akan ditempuh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kesai-batinan.
Label:
Gagasan
Selasa, 30 Desember 2008
Kesetiaan Pada Tradisi
"Saya
bangga memiliki sultan yang berprestasi, saya ingat bagaimana sultan
dengan ramah menerima semua orang yang berkunjung ketempatnya, semoga
Pun Edward selalu seperti itu.. Dan kami selalu mengharapkan kebahagiaan
bagi sultan, dan menjadi contoh bagi segenap pemuda Lampung Barat untuk
berprestasi. long Live Sultan!!
Best Regards -Heikal Anugerah- Sukarame".
Begitu komentar dalam blog ini. Luar biasa! Ada kebanggaan, ada ketakziman dari seorang pemuda pada adat-istiadat, pada budaya, dan lebih spesifik pada Saibatinnya. Sesuatu yang amat langka muncul di era demokrasi ini.
Best Regards -Heikal Anugerah- Sukarame".
Begitu komentar dalam blog ini. Luar biasa! Ada kebanggaan, ada ketakziman dari seorang pemuda pada adat-istiadat, pada budaya, dan lebih spesifik pada Saibatinnya. Sesuatu yang amat langka muncul di era demokrasi ini.
Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong,
harus bangga betapa masyarakat adatnya masih sangat menyatu dan taat
dalam menjaga adat-istiadatnya. Apa yang ditulis oleh Heikal Anugerah
dari Sukarame itu menunjukkan beberapa hal :
1. Penulis komentar pernah datang ke Gedung Dalom, dan bertemu dengan Saibatin Kepaksian Pernong, Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII. Dalam pertemuan itu Heikal melihat dengan mata kepalanya sendiri tindakan Pangeran yang menganggap rakyat adat Kepaksian Pernong, bukan lagi sebagai rakyat, tapi sebagai kerabat (sebagaimana dinyatakan oleh Pangeran dalam acara KICK ANDY : PARA PEWARIS HARTA). Apa yang dilihat Heikal, dan ribuan orang lain, telah mengilhami kesadaran bahwa Kerajaan Adat bukanlah bentuk monarkhi, namun merupakan bentuk kekerabatan untuk setia memegang tradisi leluhur.
2. Adanya pengakuan yang tulus tentang keberadaan Gedung Dalom. Gedung Dalom diakui dan dirasakan sebagai milik kerabat atau warga adat Kepaksian Pernong. Selain itu, warga adat Kepaksian Pernong juga mengaku sebagai rakyat sultannya, milik sultannya, milik Puniakan. Pengakuan itu memiliki nilai, bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, sekitar seribu tahun, adat-tradisi dipegang teguh, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Sejak jaman Empat Umpu hingga masa reformasi, kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong masih utuh terjaga, marwah dibela. Kesadaran semacam yang dimiliki oleh Heikal inilah yang membuat takut Belanda pada masa penjajahan dahulu.
Kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong membuat Belanda tak mampu menguasai tanah Lampung. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menundukkan Lampung, namun selalu gagal karena kegigihan Saibatin, dan kesetiaan rakyat pada Saibatin. Hingga akhirnya Belanda menggunakan strategi memecah belah masyarakat Lampung dengan mendirikan marga-marga, melalui Keputusan Residen Lampung No. 362/12 yang dikeluarkan tangggal 31 Mei 1864. Sekala Brak sendiri dipecah menjadi 16 marga, melalui Gouvernement Besluit DDO Maart 1844 No. 18. Lebih jauh, Belanda juga melarang penggunaan gelar adat.
Semua itu disebabkan oleh kegagalan Belanda membujuk rakyat Lampung untuk meninggalkan kesetiaan mereka pada Saibatinnya. Dan setelah marga-marga berdiri, Belanda menjadi 'pahlawan kesiangan' seolah menyatukan rakyat Lampung. Belanda memainkan politik pencitraan, seolah ada konflik antarrakyat Lampung, dan hanya Belanda yang mampu meredakan. Padahal sebaliknya, Belanda yang memecah belah.
Namun yang perlu disyukuri adalah, kesetiaan rakyat Kepaksian Pernong pada Saibatinnya tak pernah surut hingga sekarang.
Sosok pemuda seperti Heikal Anugerah adalah contoh bagaimana kecintaan rakyat atau kerabat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong. Apa yang dikatakan Heikal, hendaklah diamini dan diimplementasikan dalam sebuah kreasi untuk kejayaan Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.
Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan yang besar. Kerajaan yang menurut sejarah sebagai penghasil emas. Kerajaan yang memainkan peran penting dalam gerak peradaban Nusantara hingga menjadi NKRI seperti sekarang.
Dari perjalanan sejarah itu, kita bisa menarik hikmah :
1. Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan besar dan telah berumur seribu tahun lebih, dan selalu berproses dalam dinamika kebangsaan, melakukan pengawalan hingga berdirinya Republik Indonesia.
2. Jangan pernah lagi masyarakat Lampung terpecah-pecah. Lampung itu tetap satu, Kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun memiliki anjak asal yang sama, berasal dari Sekala Brak. Pepadun dan Saibatin memiliki ideologi yang sama, yang berasal dari Pepadun, artinya singgasana. Singgasana bermakna kehormatan. Artinya seluruh warga Lampung harus terus menjaga kehormatan dirinya, kehormatan adat-istiadatnya, kehormatan kebudayaannya. Dan karena itu perbedaan yang ada harus disingkirkan, karena sesungguhnya kita satu.
1. Penulis komentar pernah datang ke Gedung Dalom, dan bertemu dengan Saibatin Kepaksian Pernong, Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII. Dalam pertemuan itu Heikal melihat dengan mata kepalanya sendiri tindakan Pangeran yang menganggap rakyat adat Kepaksian Pernong, bukan lagi sebagai rakyat, tapi sebagai kerabat (sebagaimana dinyatakan oleh Pangeran dalam acara KICK ANDY : PARA PEWARIS HARTA). Apa yang dilihat Heikal, dan ribuan orang lain, telah mengilhami kesadaran bahwa Kerajaan Adat bukanlah bentuk monarkhi, namun merupakan bentuk kekerabatan untuk setia memegang tradisi leluhur.
2. Adanya pengakuan yang tulus tentang keberadaan Gedung Dalom. Gedung Dalom diakui dan dirasakan sebagai milik kerabat atau warga adat Kepaksian Pernong. Selain itu, warga adat Kepaksian Pernong juga mengaku sebagai rakyat sultannya, milik sultannya, milik Puniakan. Pengakuan itu memiliki nilai, bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, sekitar seribu tahun, adat-tradisi dipegang teguh, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Sejak jaman Empat Umpu hingga masa reformasi, kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong masih utuh terjaga, marwah dibela. Kesadaran semacam yang dimiliki oleh Heikal inilah yang membuat takut Belanda pada masa penjajahan dahulu.
Kesetiaan masyarakat adat Kepaksian Pernong membuat Belanda tak mampu menguasai tanah Lampung. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menundukkan Lampung, namun selalu gagal karena kegigihan Saibatin, dan kesetiaan rakyat pada Saibatin. Hingga akhirnya Belanda menggunakan strategi memecah belah masyarakat Lampung dengan mendirikan marga-marga, melalui Keputusan Residen Lampung No. 362/12 yang dikeluarkan tangggal 31 Mei 1864. Sekala Brak sendiri dipecah menjadi 16 marga, melalui Gouvernement Besluit DDO Maart 1844 No. 18. Lebih jauh, Belanda juga melarang penggunaan gelar adat.
Semua itu disebabkan oleh kegagalan Belanda membujuk rakyat Lampung untuk meninggalkan kesetiaan mereka pada Saibatinnya. Dan setelah marga-marga berdiri, Belanda menjadi 'pahlawan kesiangan' seolah menyatukan rakyat Lampung. Belanda memainkan politik pencitraan, seolah ada konflik antarrakyat Lampung, dan hanya Belanda yang mampu meredakan. Padahal sebaliknya, Belanda yang memecah belah.
Namun yang perlu disyukuri adalah, kesetiaan rakyat Kepaksian Pernong pada Saibatinnya tak pernah surut hingga sekarang.
Sosok pemuda seperti Heikal Anugerah adalah contoh bagaimana kecintaan rakyat atau kerabat Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak, khususnya Kepaksian Pernong. Apa yang dikatakan Heikal, hendaklah diamini dan diimplementasikan dalam sebuah kreasi untuk kejayaan Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.
Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan yang besar. Kerajaan yang menurut sejarah sebagai penghasil emas. Kerajaan yang memainkan peran penting dalam gerak peradaban Nusantara hingga menjadi NKRI seperti sekarang.
Dari perjalanan sejarah itu, kita bisa menarik hikmah :
1. Paksi Pak Sekala Brak adalah kerajaan besar dan telah berumur seribu tahun lebih, dan selalu berproses dalam dinamika kebangsaan, melakukan pengawalan hingga berdirinya Republik Indonesia.
2. Jangan pernah lagi masyarakat Lampung terpecah-pecah. Lampung itu tetap satu, Kebudayaan Saibatin dan kebudayaan Pepadun memiliki anjak asal yang sama, berasal dari Sekala Brak. Pepadun dan Saibatin memiliki ideologi yang sama, yang berasal dari Pepadun, artinya singgasana. Singgasana bermakna kehormatan. Artinya seluruh warga Lampung harus terus menjaga kehormatan dirinya, kehormatan adat-istiadatnya, kehormatan kebudayaannya. Dan karena itu perbedaan yang ada harus disingkirkan, karena sesungguhnya kita satu.
Label:
Petuah
Senin, 29 Desember 2008
Lampung Satu
Wilayah Lampung memiliki akar historis
yang panjang dan penting. Keberadaan masyarakat dan kebudayaan Lampung,
sudah tercatat sejak abad ke 3-4 Masehi, dengan kebudayaan
Animisme/Dinamisme. Kemudian pada periode berikutnya, jejak agama Hindu
dan Budha hadir di Lampung, dianut oleh masyarakat dan kerajaan yang
berdiri dan berjaya di Lampung. Setelah kejayaan Hindu/Budha, masuk
agama Islam yang dibawa oleh para mujahid dari tanah Arab, dari dinasti
Ummayad, sekali lagi Lampung menjadi tujuan awal perubahan peradaban.
Para pendakwah Islam yang diundang oleh Kerajaan Sriwijaya Jambi,
setelah berhasil membimbing raja Srindravarman untuk memeluk Islam dan
mengubah nama kerajaannya menjadi Sribuza Islam, maka para pendakwah
meneruskan perjalanan dakwahnya hingga ke Lampung.
Dari rentetan sejarah itu berarti Lampung memiliki peran strategis dalam mengawal perubahan peradaban di Indonesia. Oleh sebab itu menjadi tanggung jawab kita semua, warga Lampung untuk mengenal dan mencintai kebudayaan kita, kebudayaan nenek moyang kita, kebudayaan yang jelas benderang dalam lintasan sejarah Nusantara.
Untuk mewujudkan rasa cinta pada kebudayaan Lampung, dapat dilakukan dengan bebagai cara, salah satunya adalah menggali sejarah masa lalu dan menuliskannya dalam sebuah buku. Hal ini penting, karena meski sejarah Lampung amat bersinar, namun dalam sejarah bangsa Indonesia, sejarah Lampung amat sedikit yang bisa kita telusur. Hal itu disebabkan karena rendahnya tradisi teks pada masyarakat Lampung, sehingga sejarah dan budaya Lampung kurang menempati posisi penting dalam sejarah Nasional.
Oleh sebab itu upaya penerbitan buku, penulisan artikel di media massa, pembuatan blog budaya, dan segala hal yang dimungkinkan untuk menelusuri dan menginformasikan sejarah dan budaya Lampung, perlu diapresiasi positip. Kita berharap semakin banyak informasi tentang Lampung yang ditulis oleh para sejarawan dan budayawan Lampung, akan semakin memperjelas peran dan posisi Lampung dalam peradaban Indonesia. Dan yang lebih penting adalah agar masyarakat Lampung tidak kehilangan jati dirinya, karena tidak mengenal sejarah dan asal-usulnya.
Saya mengetahui dan membaca beberapa komunitas budaya dan adat di Lampung telah menerbitkan buku tentang komunitas mereka, hal itu merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian dan pengkajian sejarah Lampung secara komprehensif. Saat ini begitu banyak sejarah ditulis berdasarkan cerita-cerita lisan, berdasar mitos-mitos, bukan berdasar kajian dan penelitian. Oleh sebab itu, saya berharap penulisan itu dapat ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian dan pengkajian lebih serius.
Meski banyak sejarah ditulis berdasar mitos, namun hal yang paling membanggakan adalah adanya spirit untuk menggali, dan menemukan jati diri dalam satu komunitas yang beradab. Artinya, kehadiran kita (orang Lampung) sebagai suatu bangsa, tidak tiba-tiba tapi merupakan rentetan sejarah yang panjang, hingga kemudian kita menemukan bentuk final, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di titik inilah penerbitan buku-buku itu menemukan peran strategisnya. Buku merupakan bagian penting sebagai bagian dari mata rantai dialog kebudayaan yang terus-menerus dilakukan. Dan saya mendorong agar semua pihak, sudi meneliti, mengkaji dan menuliskan sejarah dan kebudayaan masing-masing, dengan harapan terjadi klarifikasi dan ditemukan titik-titik persamaan diantara semua kebudayaan yang ada di Lampung.
Kita sama mafhum bahwa dalam segala keberagaman budaya ada benang merah yang kita yakini bersama, juga tertulis dalam kajian peneliti-peneliti Indonesia maupun asing, bahwa masyarakat Lampung berasal dari Sekala Brak, Gunung Pesagi. Pengakuan ini dapat dijadikan titik tolak penelitian untuk mengungkap fakta-fakta tentang Lampung di masa lalu. Dan pengakuan itu sekaligus menunjukkan, meski Lampung memiliki keragaman budaya, namun tetap satu : satu nenek moyang, satu asal, dan satu sejarah.
Label:
Gagasan
Minggu, 21 Desember 2008
Suara Hati
Beberapa komentar yang masuk ke Blog
ini, membuat Pangeran Edward merasa terharu. Pangeran merasa begitu
besar perhatian masyarakat, khususnya masyarakat adat Kepaksian Pernong.
"Komentar itu menunjukkan betapa kecintaan masyarakat pada
adat-istiadatnya. Sekaligus membuktikan kesetiaan mereka pada
adat-istiadat, dimanapun mereka berada, mereka masih tetap mengaku
bahkan bangga dan mengaku sebagai warga Kepaksian," kata Pangeran
Edward.
Kebanggaan,
kesetiaan, dan rasa memiliki warga adat itu merupakan modal untuk
merevitalisasi kebudayaan Saibatin. Pangeran berharap warga adat
Saibatin dapat menjaga nilai-nilai budaya tersebut di manapun mmereka
berada. Bahkan perlu dilestarikan agar dapat mengharumkan nama
Kepaksian, juga daerah Lampung Barat. Karena bagi Pangeran Edward,
kebudayaan daerah yang bersumber dari kerajaan di masa lalu, merupakan
alat perekat bangsa. Semakin kebudayaan daerah itu hidup dan berkembang,
maka NKRI akan semakin kokoh, maju dan dihargai bangsa-bangsa lain.
Pangeran Edward mengucapkan terima kasih pada warga adat Saibatin dimanapun berada, dan berharap suatu saat dapat bersilaturrahmi untuk membahas bagaimana memajukan kebudayaan Saibatin.
Pangeran Edward mengucapkan terima kasih pada warga adat Saibatin dimanapun berada, dan berharap suatu saat dapat bersilaturrahmi untuk membahas bagaimana memajukan kebudayaan Saibatin.
Label:
Gagasan
Senin, 15 Desember 2008
Pantun Azimat
“Paksi Pak ghalni
Sinno asli ni Lampung
Ngejual mak ngebeli
Dilom adat ni Lampung”
“Pisan simbayang tinggal
tempanjin di nekhaka
pisan saibatin tisakkal
hak lebon suaka mena”
“Khiah-khiah kik dawah
kekunang kik debingi
kik Sai Batin mekhintah
tisangsat kham kipak mati”
Baca
Selengkapnya...
Sinno asli ni Lampung
Ngejual mak ngebeli
Dilom adat ni Lampung”
“Pisan simbayang tinggal
tempanjin di nekhaka
pisan saibatin tisakkal
hak lebon suaka mena”
“Khiah-khiah kik dawah
kekunang kik debingi
kik Sai Batin mekhintah
tisangsat kham kipak mati”
Petuah Pun Edward Syah Pernong
Biji yang baik jatuh
ke laut jadi pulau
Saya ingin Sekala Beghak eksis. Eksistensinya betul-betul diakui. Terutama dalam membina kebudayaan dan peradaban. Karena saya lihat salah satu hal yang sangat signifikan membangun bangsa, character building, adalah keberadaban manusia. Manusia yang beradab.
Baca
Selengkapnya...
ke laut jadi pulau
Saya ingin Sekala Beghak eksis. Eksistensinya betul-betul diakui. Terutama dalam membina kebudayaan dan peradaban. Karena saya lihat salah satu hal yang sangat signifikan membangun bangsa, character building, adalah keberadaban manusia. Manusia yang beradab.
Label:
Petuah
Sabtu, 13 Desember 2008
Peran Konstitusional Raja-raja Nusantara Dalam Memajukan Kebudayaan Nasional
Diklaimnya produk kebudayaan Indonesia
seperti Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, motif batik, motif pahat Bali
dan Asmat, dan beberapa lagi oleh negara lain, telah menyentak kesadaran
masyarakat Indonesia. Mengapa kebudayaan kita diakui atau bahkan
dianggap milik bangsa lain. Kasus itu telah menyulut emosi dan
menghadirkan tuduhan pada negara yang mengkalim produk budaya Indonesia
sebagai budaya mereka. Bahkan timbul wacana agar Indonesia menggunakan
kekuatan politik dan militer untuk mengembalikan harga diri bangsa.
Namun ada yang
dengan kepala dingin berpikir, mencari akar permasalahan. Kelalaian kita
–bangsa dan pemerintah Indonesia—yang menjadi penyebab produk
kebudayaan kita diakui sebagai produk kebudayaan negara lain. Bangsa ini
tidak setia menjaga warisan nilai-nilai budaya bangsa, di tengah deras
arus budaya lain. Bangsa ini seolah tak berdaya di tengah terpaan media
massa yang datang tiap detik di ruang-ruang pribadi kita, merasuki alam
bawah sadar, dan membentuk pola pikir dan pola tindak. Bangsa kita
seperti tergagap dengan rayuan budaya lain yang menawarkan kemudahan,
keindahan, kemewahan dan kenikmatan. Budaya yang membuat masyarakat kita
terbang ke langit, melupakan bumi tempat mereka berpijak.
Mengapa ini terjadi?
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan yang tak mungkin ditolak. Namun bangsa yang cerdas adalah bangsa yang bergerak lebih cepat, menjadikan budaya bangsanya sebagai budaya global. Sedang bangsa yang bergerak lamban, hanya akan menjadi lahan subur budaya asing. Karena itu jika Indonesia menjadi lahan subur budaya asing, berarti bangsa ini telah bergerak lamban.
Mengapa demikian? Bisa jadi hal itu merupakan masalah prioritas. Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi, mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi. Karena ekonomi menjadi prioritas utama, maka kebudayaan sementara ditinggalkan. Padahal UUD 1945 beserta amandemennya, telah mengamanatkan agar negara mengakui, menghormati, dan melindungi kebudayaan.
Pasal 18B UUD 1945 ayat 2 menyatakan :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Siapakah yang dimaksud dengan “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya?” Kesatuan masyarakat hukum adat jelas merujuk pada masyarakat adat. Dan masyarakat adat, secara historis merupakan bagian dari sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dan “hak-hak tradisionalnya” merujuk pada hak yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Nusantara, misalkan hak atas tanah, hak atas gelar, hak atas kepemimpinan lokal-tradisional, dan sebagainya.
Dengan demikian pasal 18B UUD 1945 ayat 2 merupakan dasar hukum bagi Pemerintah Pusat, untuk mengakui eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara. Eksistensi yang dimaksud adalah eksistensi budayanya. Hal itu sesuai dengan pasal 28-I UUD 1945 ayat 3 :
“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”
Perkembangan zaman yang dimaksud bisa diterjemahkan sebagai bentuk kompromi budaya; antara budaya masyarakat tradisional dengan budaya baru yang masuk. Dengan kompromi itu diharapkan muncul inovasi dan kreasi baru untuk kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan jaman juga bisa bermakna perkembangan atau dinamika masyarakat Indonesia. Setelah kemerdekaan, seluruh kerajaan-kerajaan Nusantara bergabung dengan NKRI. Dan UUD 1945 dengan amandemennya membagi wilayah Indonesia menjadi daerah-daerah. Hal itu bermakna bahwa “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya,” disesuaikan dengan kondisi kewilayahan Indonesia Modern. Misalkan Mataram saat ini berada di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Atau lebih spesifik kekuasaan Ngayogyakarta Hadiningrat berada di wilayah DIY, sedang Surakarta Hadiningrat berada di wilayah Jawa Tengah.
Dengan demikian, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat harus dihormati oleh Negara Indonesia. Demikian juga dengan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional kerajaan-kerajaan Nusantara yang lain.
Lantas apa bentuk konkret dari “dihormati” sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28-I UUD 1945 ayat 3?
Kata dihormati artinya keberadaannya bukan hanya diakui namun juga dipelihara oleh negara. Dan bentuk negara memelihara identitas budaya dan hak masyarakat adat tradisional adalah menempatkan para pemimpin masyarakat tradisional, dalam hal ini Raja-raja Nusantara, dalam kedudukan sebagai rujukan bagi pengembangan budaya-budaya lokal. Setiap keputusan yang akan diambil oleh pemerintah daerah, harus dikomunikasikan dengan para pemimin adat. Apalagi jika kebijakan yang akan diambil pemerintah daerah itu menyangkut tanah adat atau hak ulayat, tata kota, kesenian, dan kesejarahan.
Dan bentuk “dipelihara” oleh negara, artinya negara atau pemerintah memfasilitasi segala keperluan dalam upaya-upaya mempertahankan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Hal ini sesuai dengan pasal 32 ayat 1 UUD 1945 :
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
Sebaliknya, jika masyarakat adat tidak diberi kebebasan dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, berarti pemerintah telah melanggar UUD 1945 beserta amandemennya.
Hadirnya lembaga kebudayaan (Dewan kebudayaan kota/kabupaten maupun propinsi), di hampir seluruh daerah di Indonesia, bisa disebut sebagai itikad untuk melaksanakan pasal 32 ayat 1 UUD 1945. Dewan Kebudayaan berfungsi untuk memikirkan dan memperbaiki kebudayaan, melakukan penelitian, pengkajian, serta membuat konsep-konsep yang dapat disumbangkan pada pemerintah sebagai bahan pengambilan keputusan.
Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya saat meresmikan Dewan Kebudayaan Propinsi DIY menyatakan : “kedudukan Dewan Kebudayaan sebagai pusat pemikiran dalam mengadaptasi budaya iptek global, seraya membangun kearifan budaya lokal guna mengukuhkan jati diri bangsa yang berbasis pada kebhinekaan budaya etnik Nusantara .”
Dewan Kebudayaan adalah independen dan menjadi partner pemerintah daerah. Keberadaannya harus di luar pemerintah. Hal itu dikarenakan Dewan Kebudayaan harus memiliki kewewenang penuh dalam menjalankan tugasnya yaitu memajukan kebudayaan dan menjadikan kebudayaan sebagai strategi pembangunan masyarakat.
Dewan Kebudayaan sangat diperlukan untuk menginventarisir produk kebudayaan, seperti seni, alat, kain, tata kota, hak atas tanah dan lain-lain. Dari inventarisasi itulah, Dewan Kebudayaan akan merumuskannya menjadi kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, kebudayaan daerah akan terus hidup.
Siapakah yang perlu/harus duduk di Dewan Kebudayaan? Seperti diuraikan di atas, bahwa masyarakat adat merujuk pada Kerajaan-kerajaan Nusantara yang eksistensinya diakui oleh Negara. Bentuk pengakuan eksistensi tersebut harus dikonkretkan, yaitu dengan menyerahkan Dewan Kebudayaan pada keluarga Kerajaan Nusantara. Dengan kata lain, dalam kehidupan negara modern, maka harus dikompromikan antara pemerintah dengan kepala adat (Raja Nusantara). Kepala Daerah dan DPRD tidak dapat mengabaikan masukan pemimpin budaya/adat yang berada di Dewan Kebudayaan, dalam setiap pengambilan keputusan. Bahkan bila dimungkinkan, Dewan Kebudayaan memiliki hak veto atas rencana pembangunan pemerintah daerah, bila rencana itu dikhawatirkan dapat menghambat kebudayaan daerah, atau bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat adat di daerah bersangkutan.
Mengapa ini terjadi?
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan yang tak mungkin ditolak. Namun bangsa yang cerdas adalah bangsa yang bergerak lebih cepat, menjadikan budaya bangsanya sebagai budaya global. Sedang bangsa yang bergerak lamban, hanya akan menjadi lahan subur budaya asing. Karena itu jika Indonesia menjadi lahan subur budaya asing, berarti bangsa ini telah bergerak lamban.
Mengapa demikian? Bisa jadi hal itu merupakan masalah prioritas. Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi, mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi. Karena ekonomi menjadi prioritas utama, maka kebudayaan sementara ditinggalkan. Padahal UUD 1945 beserta amandemennya, telah mengamanatkan agar negara mengakui, menghormati, dan melindungi kebudayaan.
Pasal 18B UUD 1945 ayat 2 menyatakan :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Siapakah yang dimaksud dengan “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya?” Kesatuan masyarakat hukum adat jelas merujuk pada masyarakat adat. Dan masyarakat adat, secara historis merupakan bagian dari sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dan “hak-hak tradisionalnya” merujuk pada hak yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Nusantara, misalkan hak atas tanah, hak atas gelar, hak atas kepemimpinan lokal-tradisional, dan sebagainya.
Dengan demikian pasal 18B UUD 1945 ayat 2 merupakan dasar hukum bagi Pemerintah Pusat, untuk mengakui eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara. Eksistensi yang dimaksud adalah eksistensi budayanya. Hal itu sesuai dengan pasal 28-I UUD 1945 ayat 3 :
“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”
Perkembangan zaman yang dimaksud bisa diterjemahkan sebagai bentuk kompromi budaya; antara budaya masyarakat tradisional dengan budaya baru yang masuk. Dengan kompromi itu diharapkan muncul inovasi dan kreasi baru untuk kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan jaman juga bisa bermakna perkembangan atau dinamika masyarakat Indonesia. Setelah kemerdekaan, seluruh kerajaan-kerajaan Nusantara bergabung dengan NKRI. Dan UUD 1945 dengan amandemennya membagi wilayah Indonesia menjadi daerah-daerah. Hal itu bermakna bahwa “kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya,” disesuaikan dengan kondisi kewilayahan Indonesia Modern. Misalkan Mataram saat ini berada di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Atau lebih spesifik kekuasaan Ngayogyakarta Hadiningrat berada di wilayah DIY, sedang Surakarta Hadiningrat berada di wilayah Jawa Tengah.
Dengan demikian, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat harus dihormati oleh Negara Indonesia. Demikian juga dengan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional kerajaan-kerajaan Nusantara yang lain.
Lantas apa bentuk konkret dari “dihormati” sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28-I UUD 1945 ayat 3?
Kata dihormati artinya keberadaannya bukan hanya diakui namun juga dipelihara oleh negara. Dan bentuk negara memelihara identitas budaya dan hak masyarakat adat tradisional adalah menempatkan para pemimpin masyarakat tradisional, dalam hal ini Raja-raja Nusantara, dalam kedudukan sebagai rujukan bagi pengembangan budaya-budaya lokal. Setiap keputusan yang akan diambil oleh pemerintah daerah, harus dikomunikasikan dengan para pemimin adat. Apalagi jika kebijakan yang akan diambil pemerintah daerah itu menyangkut tanah adat atau hak ulayat, tata kota, kesenian, dan kesejarahan.
Dan bentuk “dipelihara” oleh negara, artinya negara atau pemerintah memfasilitasi segala keperluan dalam upaya-upaya mempertahankan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Hal ini sesuai dengan pasal 32 ayat 1 UUD 1945 :
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
Sebaliknya, jika masyarakat adat tidak diberi kebebasan dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, berarti pemerintah telah melanggar UUD 1945 beserta amandemennya.
Hadirnya lembaga kebudayaan (Dewan kebudayaan kota/kabupaten maupun propinsi), di hampir seluruh daerah di Indonesia, bisa disebut sebagai itikad untuk melaksanakan pasal 32 ayat 1 UUD 1945. Dewan Kebudayaan berfungsi untuk memikirkan dan memperbaiki kebudayaan, melakukan penelitian, pengkajian, serta membuat konsep-konsep yang dapat disumbangkan pada pemerintah sebagai bahan pengambilan keputusan.
Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya saat meresmikan Dewan Kebudayaan Propinsi DIY menyatakan : “kedudukan Dewan Kebudayaan sebagai pusat pemikiran dalam mengadaptasi budaya iptek global, seraya membangun kearifan budaya lokal guna mengukuhkan jati diri bangsa yang berbasis pada kebhinekaan budaya etnik Nusantara .”
Dewan Kebudayaan adalah independen dan menjadi partner pemerintah daerah. Keberadaannya harus di luar pemerintah. Hal itu dikarenakan Dewan Kebudayaan harus memiliki kewewenang penuh dalam menjalankan tugasnya yaitu memajukan kebudayaan dan menjadikan kebudayaan sebagai strategi pembangunan masyarakat.
Dewan Kebudayaan sangat diperlukan untuk menginventarisir produk kebudayaan, seperti seni, alat, kain, tata kota, hak atas tanah dan lain-lain. Dari inventarisasi itulah, Dewan Kebudayaan akan merumuskannya menjadi kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, kebudayaan daerah akan terus hidup.
Siapakah yang perlu/harus duduk di Dewan Kebudayaan? Seperti diuraikan di atas, bahwa masyarakat adat merujuk pada Kerajaan-kerajaan Nusantara yang eksistensinya diakui oleh Negara. Bentuk pengakuan eksistensi tersebut harus dikonkretkan, yaitu dengan menyerahkan Dewan Kebudayaan pada keluarga Kerajaan Nusantara. Dengan kata lain, dalam kehidupan negara modern, maka harus dikompromikan antara pemerintah dengan kepala adat (Raja Nusantara). Kepala Daerah dan DPRD tidak dapat mengabaikan masukan pemimpin budaya/adat yang berada di Dewan Kebudayaan, dalam setiap pengambilan keputusan. Bahkan bila dimungkinkan, Dewan Kebudayaan memiliki hak veto atas rencana pembangunan pemerintah daerah, bila rencana itu dikhawatirkan dapat menghambat kebudayaan daerah, atau bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat adat di daerah bersangkutan.
Label:
Gagasan
Kamis, 11 Desember 2008
Perlengkapan Adat
Keagungan
tradisi masyarakat adat Kepaksian Pernong sebagai bagian tak
terpisahkan dari Paksi Pak Sekala Beghak, dilengkapi pula dengan
simbol-simbol kebesaran Sai Batin/Sultan dan tahtanya. Salah satu simbol
kebesaran itu diwujudkan dalam bentuk alat dan peralatan upacara adat
sehari-hari maupun dalam upacara adat kebesaran.
Payung Agung
Payung
Agung, salah satu tanda keagungan dan kebesaran Sai Batin sebagai pengayom
masyarakat yang dipimpinnya. Sampai dengan masa Sai Batin Pangeran Suhaimi, payung
agung hanya dikenakan Sultan/Sai Batin. Payung Agung Sai Batin dapat
berwarna apa saja, kecuali warna hijau.
Payung Agung selalu dikembangkan menyertai langkah Sai Batin. Apabila
Sai Batin berkunjung ke Jukkuan maka payung agung dikembangkan guna
memayungi pada saat proses arak-arakan. Apabila Sai Batin masuk ke dalam rumah/ruang perhelatan
Jukkuan yang sedang nayuh maka payung agung tetap dikembangkan di
belakang tempat duduk Sai Batin.
Apabila Sai Batin tidak bisa hadir sendiri dan mengirim utusan, maka yang ditegakkan di depan rumah tetapi tidak dikembangkan (dibiarkan kuncup) adalah Payung Songsong Kuning, tanda bahwa utusan Sai Batin yang hadir di dalam rumah empunya hajat. Begitupun saat prosesi arak-arakan, payung songsong kuning tetap ditampilkan mengiring disamping wakil Sai Batin tetapi tidak dikembangkan. Utusan yang mewakili Sai Batin tetap dipayungi dengan payung lain warna hijau. Sementara songsong kuning Sai Batin tetap ikut diarak dalam keadaan tidak mengembang (kuncup).
Namun sejak tahun 1950 mulai ada Kepala Jukku yang membuat payung agung. Maksudnya, agar setiap kali Sai Batin memenuhi permohonan masyarakat hadir di Jukkuannya, payung agung sudah tersedia. Perkembangan berikutnya agak menyimpang, payung agung itu juga digunakan sebagai payung kebesaran Jukkuan. Pangeran Edward melihat kenyataan itu dan akhirnya dengan penuh kearifan, memutuskan setiap Jukkuan memperoleh anugerah perkenan pemakaian payung agung Sai Batin. Hanya payung agung Jukkuan harus berwarna hijau. Payung Jukkuan ini disebut Payung Kanggal. “Kalau itu mampu menimbulkan kebanggaan identitas diri kelompok mereka, simbol adat itu akan menjadi punya manfaat. Jukkuan bisa memiliki payung sendiri yang berbeda dengan payung agung Sai Batin.”
Payung Kanggal Jukkuan berwarna hijau. Selain payung agung warna hijau, adalah warna payung agung Sai Batin. Dalam rangka memperkuat keputusannya ini, Pangeran Edward selaku Sai Batin pun telah menyerahkan sejumlah dana kepada Raja Pemuka Dalom Kuta Besi untuk membuat tiga buah Payung Kanggal yang dapat digunakan oleh Jukkuan sebelum tiap-tiap Jukkuan mampu membuat Payung Kanggal sendiri.
Jukkuan juga diperkenankan memiliki Payung Kanggal lebih dari satu. Bahkan boleh digunakan secara sekaligus dalam upacara nayuh – tayuhan. Hal ini untuk mengatasi apabila Mulli Jukuan Baya dipayungi dan Mulli Jukkuan Kuwakhi juga dipayungi. Kedua-duanya boleh dipayungi oleh anak buah masing-masing. Juga apabila ada Jukkuan hasil pemekaran. Arak-arakan dalam upacara nayuh pemekaran Jukkuan ini, Mulli Jukkuan Pakkal (asal) dan Mulli Jukuan yang nayuh (pemegang Jukkuan baru) sama-sama dipayungi. Hanya, hal tersebut dapat dilakukan apabila Sai Batin atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara Tayuhan Jukkuan.
Payung Agung Sai Batin dan Payung Kanggal ini memiliki bentuk yang khas dengan penutup kain bersulam manik-manik warna mencolok dan mengkilat. Tangkai payung panjang bersaput kain warna mencolok, atap berbentuk lingkaran dengan jeruji anyam ke arah as tiang penyangga. Tepian ujung lingkaran atap payung berhias rumbai aneka warna yang menjuntai dan bersinaran apabila tertimpa cahaya.
Lalamak, Titi Kuya, Jambat Agung
Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Sai Batin pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak-arakan.
Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Sai Batin. Setelah Sai Batin menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Sai Batin melangkah. Jangan sampai telapak kaki Sai Batin langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya.
Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Kepaksian Pernong terhadap Sai Batinnya.
Dalam pedoman pemakaian Lalamak yang ditulis H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna disebutkan, Lalamak diletakkan berbaris 4-6 lembar di jalan dengan kain panjangnya di atas. Di atas Lalamak diletakkan Titi Kuya masing-masing dua buah. Di atas Titi Kuya dibentangkan Jambat Agung berupa Selendang Tuha. Namun, apabila Jambat Agung kain angguk segi empat seukuran Titi Kuya maka tiap-tiap Titi Kuya diletakkan satu lembar dan tidak lagi dibentangkan selendang tuha (yang panjang).
Rangkaian Lalamak ini dipasang bila Sai Batin mulai berjalan dalam arak-arakan dengan tanda momentum pada saat Sai Batin memasuki Awan Geminsir, Lalamak dipasang. Atau sewaktu Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, Lalamak dibentangkan.
Perempuan pembawa Lalamak, Titi Kuya dan, Jambat Agung ditugaskan kepada nabbai ni sekedau tayuhan dipilih yang masih muda, lincah, sopan, dan penuh disiplin. Mereka harus bukan perempuan sembarangan.
Pada saat kaki Sai Batin menginjak, para pemegang wajib tetap memegang alat tersebut, dilarang ditarik sebelum kaki Sai Batin lewat. Karena salah satu tanda kebesaran dan keagungan Sai Batin terletak pada saat kakinya menginjak lalamak. Setelah kaki Sai Batin lewat (ngejapang) baru diangkat dan dibawa berpindah ke posisi berikutnya.
Penattap Imbukh Tongkat Sangga Baya
Tongkat Sangga Baya dikenal sebagai Penattap Imbukh. Di Kepaksian Pernong tidak dikenal Penattap Imbukh Jukkuan. Tongkat Sangga Baya ini berfungsi sebagai penujuk arah perjalanan. Tongkat ini salah satu tanda kebesaran Sai Batin dan hanya dipakai dalam prosesi arak-arakan Paksi. Hanya Sai Batin yang boleh menggunakan Penattap Imbukh karena alat kebesaran ini mempunyai sejarah panjang yang sangat khusus.
Alat dan Peralatan di Rumah Upacara Nayuh
Kehadiran Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan Paksi pada saat Upacara Penattahan Adok merupakan kehormatan dan penghargaan bagi Jukkuan. Apabila Sai Batin hadir, selain alat-alat prosesi adat juga disiapkan alat dan perlengkapan di rumah atau lokasi Upacara Tayuhan.
Alat-alat yang disiapkan di rumah itu antara lain :
(1) Laluhukh Bejutai;
(2) Kelambu sekurang-kurangnya 5 lapis sampai tak terbatas;
(3) Kasur sekurang-kurangnya 5 taka (lapis) sampai tak terbatas;
(4) Battal Agung atau bantal besar sebanyak 10-12 buah;
(5) Lalangsi minimal 5 buah;
(6) Lappit Pesikhihan sebanyak 2 lembar.
Caccanan
Caccanan atau alat pegang-pakai. Caccanan ni Jukkuan Paksi, alat pegang-pakai yang dianugerahkan oleh Sai Batin kepada Jukkuan Paksi. Setiap Jukkuan Paksi mendapat kehormatan untuk naccan (memegang – memakai) alat kebesaran Sai Batin. Penyerahan alat kebesaran Sai Batin tersebut bukan atas dasar senang tidak senang; atau besar kecilnya Jukkuan. Caccanan tersebut ditugaskan kepada Jukkuan untuk dipegangpakai pada saat upacara adat, didasarkan pada pertimbangan :
(1) Aspek historis Jukkuan;
(2) Jasa Jukkuan terhadap Kepaksian Pernong dan Sai Batin terdahulu;
(3) Alat-alat tertentu, seperti Tanduan, dipegang oleh Jukkuan yang masih mempunyai kedekatan hubungan darah dengan Sai Batin.
H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna menggarisbawahi pentingnya penelitian lanjut perihal Caccanan Ni Jukkuan Paksi agar diperoleh gambaran yang jelas tentang distribusi caccanan ini kepada yang berhak.
Pangeran Edward sendiri menengarai, alat-alat kebesaran Sai Batin dipegang atau dipakai oleh orang-orang yang secara turun temurun bertugas memegang atau memakai alat tersebut. “Bagi mereka ini kebanggaan dan kehormatan, bahkan merupakan bagian dari identitas diri mereka. Tugas ini mereka emban dan pertahankan sebaik-baiknya. Mereka pantang menyerah menjalankan tugasnya. Mereka mempertaruhkan kehormatannya untuk setia mengemban tugas tersebut,” papar Pangeran Edward.
Pangeran Edward bersama tua-tua Jukku dan sesepuh adat Paksi Pak Buay Pernong Sekala Beghak telah menelusur problem dalam masalah Jukkuan Penyaccan alat kebesaran Sai Batin. Hasil kajian atas data dan tuturan para tetua adat itu kemudian oleh Pangeran Edward gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi dirumuskan dalam Surat Keputusan Sai Batin Nomor 229/SK/IX/91 tanggal 20 September 1991 tentang Penetapan Urut-urutan Alat Kebesaran Sai Batin dan Pemegangnya di Lingkungan Kepaksian Pernong, Paksi Pak Sekala Beghak.
Tahun 2006, telah diterbiktan Surat Keputusan Sai Batin yang baru mengenai hal-hal yang berkait dengan arak-arak (prosesi) adat (Sai Batin Lapah). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
Di antara alat dan peralatan yang nantinya terlibat dalam arak-arak prosesi adat (Sai Batin Lapah) menurut SK 1991 tersebut adalah :
1. Pedang Pangeran Ringgau, yang menunjukkan kebesaran dan kemahsyuran Pangeran Ringgau pada zamannya.
2. Penattap Imbukh, dengan cicca-nya (motto) yang terkenal: Kumaw Nginum Khan Demi Sai Batin. Sejak dulu Jukkuan Kagungan Batin Pekon Awi selalu setia kepada Sai Batin dan rela menyabung nyawa untuk Sai Batin.
3. Sepasang Pedang Naga
4. Empat pedang tercabut sebagai pengawal terdekat Sai Batin saat prosesi adat.
5. Empat tombak tercabut sebagai pengawal Sai Batin saat prosesi.
6. Tombak pendek sebanyak 6 bilah.
7. Tombak panjang sebanyak 2 buah
8. Pedang dan tombak Sandang Mardeheka
9. Pedang tidak tercabut sebanyak 24 bilah.
10. Tombak tidak tercabut sebanyak 24 bilah
11. Pepanji sebanyak 12 lembar ditambah dengan Pepanji lama sebanyak 24 lembar.
12. Sepasang trisula.
13. Gamolan (gamelan) dan Hadrah (tim rebana)
14. Kekhis Penggawa 1 bilah
15. Pedang Penggawa 1 bilah
16. Awan Geminsir
17. Payung Agung 2 buah
18. Payung Songsong Kuning (diiring tongkat dan pedang Pangeran Ringgau)
19. Payung Khenoh 2 buah
20. Lampit Pesikhihan 2 lembar
21. Lelamak 6 – 8 lembar dengan Titi Kuya dan Jambat Agung
22. Tim Tari Pedang Semang Begayut
23. Dielu-elukan oleh Terakot-Kekati sebanyak 72 penari (Terakot : 24 perempuan penari kipas; 12 gadis penari pedang; 12 pemuda penari pedang; dan Keketi : 24 gadis penari tanpa kipas).
Busana
Sebagaimana dalam masyarakat adat, Kepaksian Pernong juga membuat pengaturan mengenai pakaian adat. Pakaian adat kebesaran Sai Batin dan Ratu telah diatur dengan jelas dan turun temurun serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Demikian pula busana adat para Raja Jukkuan dan peringkat kedudukan seterusnya hingga posisi terbawah, termasuk busana masyarakat adat. Meski demikian, di antara pakaian-pakaian utama itu, sejumlah kreasi dapat saja dilakukan oleh pemakainya. Seperti ketika ditanyakan perihal ekor dalam tukkus (kopiah – penutup kepala) yang dikenakan para Raja Jukkuan yang berbeda-beda bentuknya, Pangeran Edward hanya tersenyum dan menjawab, “Yang begitu itu aksi mereka, kreasi saja. Yang penting, prinsip dasarnya tidak dilanggar.”
1. Baju Jas
Baju adat berupa Jas (laki-laki) berupa jas tutup dengan kancing khusus. Warna kain hitam atau biru tua coklat tua. Semua masyarakat adat dapat menggunakan busana adat jas tutup ini. Beda penggunaan karena kedudukan (jenjang gelar) ditandai pada tukkus (penutup kepala) dan lipatan kain sarung yang dibalutkan di pinggang secara serong, bagian lipatan lancip di sisi pinggang hingga pertengahan paha.
2. Serong Gantung dan Sarung Gantung
2.1 Serong Gantung di Kiri : mutlak hanya dikenakan oleh Sai Batin atau anak tertua laki-laki dari Sai Batin (putra mahkota). Dalam satu generasi Sai Batin hanya ada seorang yang mengenakan busana adat dengan kain serong gantung kiri.
2.2 Serong Gantung Kanan : sebenarnya pengenaan kain serong gantung kanan hanya diperuntukkan bagi masyarakat adat bergelar Raja dan Batin. Sampai saat ini, semua lapisan masyarakat adat menggunakan serong gantung kanan. Untuk itu, kini telah diterbitkan ketentuan penggunaan kain serong gantung kanan sebagai berikut:
2.3.1 Serong Gantung Kanan: sarung yang dipakai ujung sarung bagian bawah dinaikkan sedikit serong ke kanan tetapi tidak terlalu tinggi. Sarung gantung kanan ini dikenakan mereka yang bergelar Radin, Minak, Kemas, dan Mas.
2.3.2 Serong Babakh Atung : sarung yang dikenakan setengah tiang, bagian bawahnya lurus dengan posisi sedikit di bawah lutut. Sama persis dengan sarung gantung Melayu. Pemakainya seluruh masyarakat adat Kepaksian Pernong yang belum mendapat anugerah gelar dari Sai Batin. Kain ini biasanya berupa kain tapis, kain tradisional adat Lampung. Sering pula disebut sebagai kain buppak.
3. Tukkus
Tukkus adalah penutup kepala semacam kopiah, yang bentuknya khas Lampung. Terbuat dari kain songket. Dijahit dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gajah bergaya – berlagak dengan belalainya. (Menyungsung Roma).
Dalam busana adat Kepaksian Pernong ada dua macam tukkus.
(1) Tukkus dengan “belalai dan tidak berekor”. Tukkus ini mutlak hanya dipakai oleh Sai Batin.
(2) Tukkus “berbelalai sekaligus berekor” yang dipakai oleh mereka yang beradok Raja dan Batin. Bentuk belalai dan ekor, bisa dikreasikan seindah mungkin.
Anggota masyarakat adat yang bergelar Radin ke bewah serta mereka yang belum mendapatkan anugerah gelar dari Sai Batin, cukup mengenakan kopiah biasa. Namun, apabila mereka ini mendapat tugas khusus, misalnya membacakan penattahan adok (SK penganugerahan gelar), yang bersangkutan atas perintah Sai Batin dapat saja mengenakan takkus.
Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan
Upacara adat dalam masyarakat Sai Batin Kepaksian Pernong, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala Jukkuan. Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki baku tatacara yang lengkap.
Penattahan Adok dan Nayuh
Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Pernong adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu Jukkuan dalam Kepaksian Pernong. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala Jukku dari Jukkuan Kappung Batin maupun Jukkuan lain dalam Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.
Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok, Pangeran Edward menyebut secara garis besar:
(1) Pembacaan Surat Keputusan Sai Batin yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Pemapah Dalom atau salah seorang Raja Jukkuan Kappung Batin yang ditunjuk. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan.
(2) Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.
Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Sai Batin dan seorang Raja Jukkuan dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.
Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang.
Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Sai Batin atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk dengan posisi Hejong Sumbah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai.
Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Sai Batin. Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada Sai Batin dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Sai Batin, petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara.
Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Sai Batin dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :
(1) salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah;
(2) kilas balik sejarah kebesaran Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak dalam memimpin warga dan kabuayannya;
(3) memperkenalkan Jukkuan yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar;
(4) pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya;
(5) salam dan pamit kepada Sai Batin dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Sai Batin, menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Sai Batin petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.
Urutan Prosesi
Adat tradisi proses penyambutan Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Sai Batin telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut :
Seperti halnya Penyambutan Sai Batin pada Tayuhan Jukkuan Gemutukh Agung Kageringan, pada tanggal 7 Oktober 2003. Sai Batin Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi memerintahkan pada Jumat, 3 Oktober 2003 bahwa urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Raja Sempurna dan Raja Mega menerima perintah dimaksud. Dalam catatan Raja Sempurna, prosesi arak-arakan meliputi :
1. Sai Batin menunjuk Raja Alamsyah II Suka Rajin Kageringan sebagai Pepatih Arak-arakan.
2. Urutan Arak-arakan :
2.1 Sebelum Sai Batin tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.
2.2 Saat Sai Batin tiba di lokasi disambut oleh :
2.2.1 Pepatih Arak-arakan
2.2.2 Payung Songsong Kuning dipegang oleh Jukkuan Kekhatun
2.2.3 Pembawa Pedang, 4 bilah.
2.2.4 Pembawa Tombak, 4 bilah
2.2.5 Kebayan
Payung Songsong Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Sai Batin dari sejak turun dari mobil hingga masuk ke Awan Geminsir.
Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Meranai Margaan mendampingi Mulli Batin seluruh Jukkuan Marga.
2.3 Sai Batin memasuki Awan Geminsir
Alat kebesaran Sai Batin semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli Batin Jukkuan berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.
2.4 Setelah dilaksanakan Tari Pedang Samang Begayut. Arak-arakan bergerak berjalan. Sai Batin berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak
2.5 Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi : (1) Terakot – Kekakti; (2) Pencak Silat; (3) Gamelan ditabuh; (4) Hadrah (rebana) dimainkan; (5) Muli Meranai dan Babbay Pantun.
2.6 Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang Semang Begayut, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Sai Batin keluar dari dalamnya. Langsung Sai Batin berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Sai Batin berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Sai Batin diiring oleh :
(1) 4 prajurit berpedang;
(2) 4 prajurit bertombak;
(3) payung songsong kuning;
(4) Kebayan.
2.7 Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai Buar menuju tempat yang disediakan.
2.8 Pada saat Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja Jukkuan Marga berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening. Sai Batin membalas dengan meletakkan telapak tangan kanan di dadanya. Jadi, tidak bersalaman. Di ujung barisan Raja-raja Jukkuan berdiri para Haji dari seluruh Marga berpakaian gamis.
2.9 Sai Batin memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Songsong Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Sai Batin duduk.
2.10 Setelah Sai Batin duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Sai Batin oleh yang mewakili Jukkuan Gemuttukh Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara.
Seterusnya, acara penattahan berlangsung.
Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 48 orang (24 laki-laki dan 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.
Pusaka-pusaka Istana dan Pusaka Pribadi
Suatu ketika, Pangeran Edward memperlihatkan sebuah tongkat komando yang cukup panjang. Sekitar 60 cm. Terbuat dari kayu dan terlihat coklat tua mengkilap. Sebagaimana layaknya tongkat komando, memanjang lebih besar sedikit dari ibu jari tangan orang dewasa. Tampak seperti tongkat komando biasa. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, di sepanjang permukaan tongkat komando terdapat goresan-goresan lembut yang berupa tulisan dalam huruf dan bahasa Lampung. Untuk membacanya, perlu dibersihkan dengan cara dilap menggunakan kain halus secara perlahan dan terus menerus. Setelah itu, ke atas permukaannya diusap-usapkan tepung beras putih. Setelah merata pada bagian yang terdapat lekukan garis huruf akan terisi tepung halus dan permukaan tanpa lekukan akan tetap coklat. Karenanya guratan dan goresan huruf itu bisa terbaca. Konon, berisi pesan-pesan penting dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin. Tongkat ini peninggalan para Sai Batin terdahulu dan tersimpan dengan baik sampai saat ini.
Disamping keris Istinjak Darah, seperti telah diceritakan pada bagian terdahulu, Kepaksian Pernong juga memiliki begitu banyak keris, tombak, dan pedang. Dalam ingatan Pangeran Edward, disamping sejumlah keris pusaka yang tersimpan rapih, kakeknya pernah memperlihatkan begitu banyak keris tanpa penutup, tanpa tangkai pegangan. Besi-besi keris itu teronggok begitu saja di kotak-kotak kayu. Pangeran Edward kemudian membersihkan dan memperbaiki, melengkapi keris-keris itu. Kini, sebagian dari keris itu sudah diberi sarung dan tangkai yang bagus. Beberapa di antaranya telah dianugerahkan kepada sejumlah Raja Jukkuan, para Penggawa dan orang-orang yang dipandang pantas.
Pangeran Edward sendiri menerima warisan keris pusaka keluarga turun temurun. Semuanya memiliki keelokan dan keindahannya sebagai karya seni budaya bangsa yang sangat tinggi. Semua dipelihara dengan baik oleh Pangeran Edward. Ada keris yang diberi nama Surya Penantang, keris yang berkali-kali dibawa Pangeran Edward ke berbagai kesempatan. “Kami bukan mencari-cari tuah keris. Kami hanya menyimpan dan memeliharanya sebagai simbol warisan nenek moyang. Harta budaya yang tak ternilai harganya,” katanya tentang keris-keris utamanya.
Apabila Sai Batin tidak bisa hadir sendiri dan mengirim utusan, maka yang ditegakkan di depan rumah tetapi tidak dikembangkan (dibiarkan kuncup) adalah Payung Songsong Kuning, tanda bahwa utusan Sai Batin yang hadir di dalam rumah empunya hajat. Begitupun saat prosesi arak-arakan, payung songsong kuning tetap ditampilkan mengiring disamping wakil Sai Batin tetapi tidak dikembangkan. Utusan yang mewakili Sai Batin tetap dipayungi dengan payung lain warna hijau. Sementara songsong kuning Sai Batin tetap ikut diarak dalam keadaan tidak mengembang (kuncup).
Namun sejak tahun 1950 mulai ada Kepala Jukku yang membuat payung agung. Maksudnya, agar setiap kali Sai Batin memenuhi permohonan masyarakat hadir di Jukkuannya, payung agung sudah tersedia. Perkembangan berikutnya agak menyimpang, payung agung itu juga digunakan sebagai payung kebesaran Jukkuan. Pangeran Edward melihat kenyataan itu dan akhirnya dengan penuh kearifan, memutuskan setiap Jukkuan memperoleh anugerah perkenan pemakaian payung agung Sai Batin. Hanya payung agung Jukkuan harus berwarna hijau. Payung Jukkuan ini disebut Payung Kanggal. “Kalau itu mampu menimbulkan kebanggaan identitas diri kelompok mereka, simbol adat itu akan menjadi punya manfaat. Jukkuan bisa memiliki payung sendiri yang berbeda dengan payung agung Sai Batin.”
Payung Kanggal Jukkuan berwarna hijau. Selain payung agung warna hijau, adalah warna payung agung Sai Batin. Dalam rangka memperkuat keputusannya ini, Pangeran Edward selaku Sai Batin pun telah menyerahkan sejumlah dana kepada Raja Pemuka Dalom Kuta Besi untuk membuat tiga buah Payung Kanggal yang dapat digunakan oleh Jukkuan sebelum tiap-tiap Jukkuan mampu membuat Payung Kanggal sendiri.
Jukkuan juga diperkenankan memiliki Payung Kanggal lebih dari satu. Bahkan boleh digunakan secara sekaligus dalam upacara nayuh – tayuhan. Hal ini untuk mengatasi apabila Mulli Jukuan Baya dipayungi dan Mulli Jukkuan Kuwakhi juga dipayungi. Kedua-duanya boleh dipayungi oleh anak buah masing-masing. Juga apabila ada Jukkuan hasil pemekaran. Arak-arakan dalam upacara nayuh pemekaran Jukkuan ini, Mulli Jukkuan Pakkal (asal) dan Mulli Jukuan yang nayuh (pemegang Jukkuan baru) sama-sama dipayungi. Hanya, hal tersebut dapat dilakukan apabila Sai Batin atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara Tayuhan Jukkuan.
Payung Agung Sai Batin dan Payung Kanggal ini memiliki bentuk yang khas dengan penutup kain bersulam manik-manik warna mencolok dan mengkilat. Tangkai payung panjang bersaput kain warna mencolok, atap berbentuk lingkaran dengan jeruji anyam ke arah as tiang penyangga. Tepian ujung lingkaran atap payung berhias rumbai aneka warna yang menjuntai dan bersinaran apabila tertimpa cahaya.
Lalamak, Titi Kuya, Jambat Agung
Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Sai Batin pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak-arakan.
Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Sai Batin. Setelah Sai Batin menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Sai Batin melangkah. Jangan sampai telapak kaki Sai Batin langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya.
Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Kepaksian Pernong terhadap Sai Batinnya.
Dalam pedoman pemakaian Lalamak yang ditulis H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna disebutkan, Lalamak diletakkan berbaris 4-6 lembar di jalan dengan kain panjangnya di atas. Di atas Lalamak diletakkan Titi Kuya masing-masing dua buah. Di atas Titi Kuya dibentangkan Jambat Agung berupa Selendang Tuha. Namun, apabila Jambat Agung kain angguk segi empat seukuran Titi Kuya maka tiap-tiap Titi Kuya diletakkan satu lembar dan tidak lagi dibentangkan selendang tuha (yang panjang).
Rangkaian Lalamak ini dipasang bila Sai Batin mulai berjalan dalam arak-arakan dengan tanda momentum pada saat Sai Batin memasuki Awan Geminsir, Lalamak dipasang. Atau sewaktu Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, Lalamak dibentangkan.
Perempuan pembawa Lalamak, Titi Kuya dan, Jambat Agung ditugaskan kepada nabbai ni sekedau tayuhan dipilih yang masih muda, lincah, sopan, dan penuh disiplin. Mereka harus bukan perempuan sembarangan.
Pada saat kaki Sai Batin menginjak, para pemegang wajib tetap memegang alat tersebut, dilarang ditarik sebelum kaki Sai Batin lewat. Karena salah satu tanda kebesaran dan keagungan Sai Batin terletak pada saat kakinya menginjak lalamak. Setelah kaki Sai Batin lewat (ngejapang) baru diangkat dan dibawa berpindah ke posisi berikutnya.
Penattap Imbukh Tongkat Sangga Baya
Tongkat Sangga Baya dikenal sebagai Penattap Imbukh. Di Kepaksian Pernong tidak dikenal Penattap Imbukh Jukkuan. Tongkat Sangga Baya ini berfungsi sebagai penujuk arah perjalanan. Tongkat ini salah satu tanda kebesaran Sai Batin dan hanya dipakai dalam prosesi arak-arakan Paksi. Hanya Sai Batin yang boleh menggunakan Penattap Imbukh karena alat kebesaran ini mempunyai sejarah panjang yang sangat khusus.
Alat dan Peralatan di Rumah Upacara Nayuh
Kehadiran Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan Paksi pada saat Upacara Penattahan Adok merupakan kehormatan dan penghargaan bagi Jukkuan. Apabila Sai Batin hadir, selain alat-alat prosesi adat juga disiapkan alat dan perlengkapan di rumah atau lokasi Upacara Tayuhan.
Alat-alat yang disiapkan di rumah itu antara lain :
(1) Laluhukh Bejutai;
(2) Kelambu sekurang-kurangnya 5 lapis sampai tak terbatas;
(3) Kasur sekurang-kurangnya 5 taka (lapis) sampai tak terbatas;
(4) Battal Agung atau bantal besar sebanyak 10-12 buah;
(5) Lalangsi minimal 5 buah;
(6) Lappit Pesikhihan sebanyak 2 lembar.
Caccanan
Caccanan atau alat pegang-pakai. Caccanan ni Jukkuan Paksi, alat pegang-pakai yang dianugerahkan oleh Sai Batin kepada Jukkuan Paksi. Setiap Jukkuan Paksi mendapat kehormatan untuk naccan (memegang – memakai) alat kebesaran Sai Batin. Penyerahan alat kebesaran Sai Batin tersebut bukan atas dasar senang tidak senang; atau besar kecilnya Jukkuan. Caccanan tersebut ditugaskan kepada Jukkuan untuk dipegangpakai pada saat upacara adat, didasarkan pada pertimbangan :
(1) Aspek historis Jukkuan;
(2) Jasa Jukkuan terhadap Kepaksian Pernong dan Sai Batin terdahulu;
(3) Alat-alat tertentu, seperti Tanduan, dipegang oleh Jukkuan yang masih mempunyai kedekatan hubungan darah dengan Sai Batin.
H. Ibnu Hadjar gelar Raja Sempurna menggarisbawahi pentingnya penelitian lanjut perihal Caccanan Ni Jukkuan Paksi agar diperoleh gambaran yang jelas tentang distribusi caccanan ini kepada yang berhak.
Pangeran Edward sendiri menengarai, alat-alat kebesaran Sai Batin dipegang atau dipakai oleh orang-orang yang secara turun temurun bertugas memegang atau memakai alat tersebut. “Bagi mereka ini kebanggaan dan kehormatan, bahkan merupakan bagian dari identitas diri mereka. Tugas ini mereka emban dan pertahankan sebaik-baiknya. Mereka pantang menyerah menjalankan tugasnya. Mereka mempertaruhkan kehormatannya untuk setia mengemban tugas tersebut,” papar Pangeran Edward.
Pangeran Edward bersama tua-tua Jukku dan sesepuh adat Paksi Pak Buay Pernong Sekala Beghak telah menelusur problem dalam masalah Jukkuan Penyaccan alat kebesaran Sai Batin. Hasil kajian atas data dan tuturan para tetua adat itu kemudian oleh Pangeran Edward gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi dirumuskan dalam Surat Keputusan Sai Batin Nomor 229/SK/IX/91 tanggal 20 September 1991 tentang Penetapan Urut-urutan Alat Kebesaran Sai Batin dan Pemegangnya di Lingkungan Kepaksian Pernong, Paksi Pak Sekala Beghak.
Tahun 2006, telah diterbiktan Surat Keputusan Sai Batin yang baru mengenai hal-hal yang berkait dengan arak-arak (prosesi) adat (Sai Batin Lapah). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
Di antara alat dan peralatan yang nantinya terlibat dalam arak-arak prosesi adat (Sai Batin Lapah) menurut SK 1991 tersebut adalah :
1. Pedang Pangeran Ringgau, yang menunjukkan kebesaran dan kemahsyuran Pangeran Ringgau pada zamannya.
2. Penattap Imbukh, dengan cicca-nya (motto) yang terkenal: Kumaw Nginum Khan Demi Sai Batin. Sejak dulu Jukkuan Kagungan Batin Pekon Awi selalu setia kepada Sai Batin dan rela menyabung nyawa untuk Sai Batin.
3. Sepasang Pedang Naga
4. Empat pedang tercabut sebagai pengawal terdekat Sai Batin saat prosesi adat.
5. Empat tombak tercabut sebagai pengawal Sai Batin saat prosesi.
6. Tombak pendek sebanyak 6 bilah.
7. Tombak panjang sebanyak 2 buah
8. Pedang dan tombak Sandang Mardeheka
9. Pedang tidak tercabut sebanyak 24 bilah.
10. Tombak tidak tercabut sebanyak 24 bilah
11. Pepanji sebanyak 12 lembar ditambah dengan Pepanji lama sebanyak 24 lembar.
12. Sepasang trisula.
13. Gamolan (gamelan) dan Hadrah (tim rebana)
14. Kekhis Penggawa 1 bilah
15. Pedang Penggawa 1 bilah
16. Awan Geminsir
17. Payung Agung 2 buah
18. Payung Songsong Kuning (diiring tongkat dan pedang Pangeran Ringgau)
19. Payung Khenoh 2 buah
20. Lampit Pesikhihan 2 lembar
21. Lelamak 6 – 8 lembar dengan Titi Kuya dan Jambat Agung
22. Tim Tari Pedang Semang Begayut
23. Dielu-elukan oleh Terakot-Kekati sebanyak 72 penari (Terakot : 24 perempuan penari kipas; 12 gadis penari pedang; 12 pemuda penari pedang; dan Keketi : 24 gadis penari tanpa kipas).
Busana
Sebagaimana dalam masyarakat adat, Kepaksian Pernong juga membuat pengaturan mengenai pakaian adat. Pakaian adat kebesaran Sai Batin dan Ratu telah diatur dengan jelas dan turun temurun serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Demikian pula busana adat para Raja Jukkuan dan peringkat kedudukan seterusnya hingga posisi terbawah, termasuk busana masyarakat adat. Meski demikian, di antara pakaian-pakaian utama itu, sejumlah kreasi dapat saja dilakukan oleh pemakainya. Seperti ketika ditanyakan perihal ekor dalam tukkus (kopiah – penutup kepala) yang dikenakan para Raja Jukkuan yang berbeda-beda bentuknya, Pangeran Edward hanya tersenyum dan menjawab, “Yang begitu itu aksi mereka, kreasi saja. Yang penting, prinsip dasarnya tidak dilanggar.”
1. Baju Jas
Baju adat berupa Jas (laki-laki) berupa jas tutup dengan kancing khusus. Warna kain hitam atau biru tua coklat tua. Semua masyarakat adat dapat menggunakan busana adat jas tutup ini. Beda penggunaan karena kedudukan (jenjang gelar) ditandai pada tukkus (penutup kepala) dan lipatan kain sarung yang dibalutkan di pinggang secara serong, bagian lipatan lancip di sisi pinggang hingga pertengahan paha.
2. Serong Gantung dan Sarung Gantung
2.1 Serong Gantung di Kiri : mutlak hanya dikenakan oleh Sai Batin atau anak tertua laki-laki dari Sai Batin (putra mahkota). Dalam satu generasi Sai Batin hanya ada seorang yang mengenakan busana adat dengan kain serong gantung kiri.
2.2 Serong Gantung Kanan : sebenarnya pengenaan kain serong gantung kanan hanya diperuntukkan bagi masyarakat adat bergelar Raja dan Batin. Sampai saat ini, semua lapisan masyarakat adat menggunakan serong gantung kanan. Untuk itu, kini telah diterbitkan ketentuan penggunaan kain serong gantung kanan sebagai berikut:
2.3.1 Serong Gantung Kanan: sarung yang dipakai ujung sarung bagian bawah dinaikkan sedikit serong ke kanan tetapi tidak terlalu tinggi. Sarung gantung kanan ini dikenakan mereka yang bergelar Radin, Minak, Kemas, dan Mas.
2.3.2 Serong Babakh Atung : sarung yang dikenakan setengah tiang, bagian bawahnya lurus dengan posisi sedikit di bawah lutut. Sama persis dengan sarung gantung Melayu. Pemakainya seluruh masyarakat adat Kepaksian Pernong yang belum mendapat anugerah gelar dari Sai Batin. Kain ini biasanya berupa kain tapis, kain tradisional adat Lampung. Sering pula disebut sebagai kain buppak.
3. Tukkus
Tukkus adalah penutup kepala semacam kopiah, yang bentuknya khas Lampung. Terbuat dari kain songket. Dijahit dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gajah bergaya – berlagak dengan belalainya. (Menyungsung Roma).
Dalam busana adat Kepaksian Pernong ada dua macam tukkus.
(1) Tukkus dengan “belalai dan tidak berekor”. Tukkus ini mutlak hanya dipakai oleh Sai Batin.
(2) Tukkus “berbelalai sekaligus berekor” yang dipakai oleh mereka yang beradok Raja dan Batin. Bentuk belalai dan ekor, bisa dikreasikan seindah mungkin.
Anggota masyarakat adat yang bergelar Radin ke bewah serta mereka yang belum mendapatkan anugerah gelar dari Sai Batin, cukup mengenakan kopiah biasa. Namun, apabila mereka ini mendapat tugas khusus, misalnya membacakan penattahan adok (SK penganugerahan gelar), yang bersangkutan atas perintah Sai Batin dapat saja mengenakan takkus.
Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan
Upacara adat dalam masyarakat Sai Batin Kepaksian Pernong, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala Jukkuan. Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki baku tatacara yang lengkap.
Penattahan Adok dan Nayuh
Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Pernong adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu Jukkuan dalam Kepaksian Pernong. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala Jukku dari Jukkuan Kappung Batin maupun Jukkuan lain dalam Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Kepaksian Pernong. Kehadiran Sai Batin di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.
Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok, Pangeran Edward menyebut secara garis besar:
(1) Pembacaan Surat Keputusan Sai Batin yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Pemapah Dalom atau salah seorang Raja Jukkuan Kappung Batin yang ditunjuk. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan.
(2) Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.
Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Sai Batin dan seorang Raja Jukkuan dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.
Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang.
Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Sai Batin atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk dengan posisi Hejong Sumbah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai.
Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Sai Batin. Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada Sai Batin dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Sai Batin, petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara.
Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Sai Batin dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :
(1) salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah;
(2) kilas balik sejarah kebesaran Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak dalam memimpin warga dan kabuayannya;
(3) memperkenalkan Jukkuan yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar;
(4) pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya;
(5) salam dan pamit kepada Sai Batin dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Sai Batin, menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Sai Batin petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.
Urutan Prosesi
Adat tradisi proses penyambutan Sai Batin dalam Tayuhan Jukkuan telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Sai Batin telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut :
Seperti halnya Penyambutan Sai Batin pada Tayuhan Jukkuan Gemutukh Agung Kageringan, pada tanggal 7 Oktober 2003. Sai Batin Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi memerintahkan pada Jumat, 3 Oktober 2003 bahwa urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Raja Sempurna dan Raja Mega menerima perintah dimaksud. Dalam catatan Raja Sempurna, prosesi arak-arakan meliputi :
1. Sai Batin menunjuk Raja Alamsyah II Suka Rajin Kageringan sebagai Pepatih Arak-arakan.
2. Urutan Arak-arakan :
2.1 Sebelum Sai Batin tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.
2.2 Saat Sai Batin tiba di lokasi disambut oleh :
2.2.1 Pepatih Arak-arakan
2.2.2 Payung Songsong Kuning dipegang oleh Jukkuan Kekhatun
2.2.3 Pembawa Pedang, 4 bilah.
2.2.4 Pembawa Tombak, 4 bilah
2.2.5 Kebayan
Payung Songsong Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Sai Batin dari sejak turun dari mobil hingga masuk ke Awan Geminsir.
Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Meranai Margaan mendampingi Mulli Batin seluruh Jukkuan Marga.
2.3 Sai Batin memasuki Awan Geminsir
Alat kebesaran Sai Batin semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli Batin Jukkuan berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.
2.4 Setelah dilaksanakan Tari Pedang Samang Begayut. Arak-arakan bergerak berjalan. Sai Batin berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak
2.5 Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi : (1) Terakot – Kekakti; (2) Pencak Silat; (3) Gamelan ditabuh; (4) Hadrah (rebana) dimainkan; (5) Muli Meranai dan Babbay Pantun.
2.6 Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang Semang Begayut, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Sai Batin keluar dari dalamnya. Langsung Sai Batin berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Sai Batin berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Sai Batin diiring oleh :
(1) 4 prajurit berpedang;
(2) 4 prajurit bertombak;
(3) payung songsong kuning;
(4) Kebayan.
2.7 Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai Buar menuju tempat yang disediakan.
2.8 Pada saat Sai Batin keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja Jukkuan Marga berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening. Sai Batin membalas dengan meletakkan telapak tangan kanan di dadanya. Jadi, tidak bersalaman. Di ujung barisan Raja-raja Jukkuan berdiri para Haji dari seluruh Marga berpakaian gamis.
2.9 Sai Batin memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Songsong Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Sai Batin duduk.
2.10 Setelah Sai Batin duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Sai Batin oleh yang mewakili Jukkuan Gemuttukh Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara.
Seterusnya, acara penattahan berlangsung.
Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 48 orang (24 laki-laki dan 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.
Pusaka-pusaka Istana dan Pusaka Pribadi
Suatu ketika, Pangeran Edward memperlihatkan sebuah tongkat komando yang cukup panjang. Sekitar 60 cm. Terbuat dari kayu dan terlihat coklat tua mengkilap. Sebagaimana layaknya tongkat komando, memanjang lebih besar sedikit dari ibu jari tangan orang dewasa. Tampak seperti tongkat komando biasa. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, di sepanjang permukaan tongkat komando terdapat goresan-goresan lembut yang berupa tulisan dalam huruf dan bahasa Lampung. Untuk membacanya, perlu dibersihkan dengan cara dilap menggunakan kain halus secara perlahan dan terus menerus. Setelah itu, ke atas permukaannya diusap-usapkan tepung beras putih. Setelah merata pada bagian yang terdapat lekukan garis huruf akan terisi tepung halus dan permukaan tanpa lekukan akan tetap coklat. Karenanya guratan dan goresan huruf itu bisa terbaca. Konon, berisi pesan-pesan penting dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin. Tongkat ini peninggalan para Sai Batin terdahulu dan tersimpan dengan baik sampai saat ini.
Disamping keris Istinjak Darah, seperti telah diceritakan pada bagian terdahulu, Kepaksian Pernong juga memiliki begitu banyak keris, tombak, dan pedang. Dalam ingatan Pangeran Edward, disamping sejumlah keris pusaka yang tersimpan rapih, kakeknya pernah memperlihatkan begitu banyak keris tanpa penutup, tanpa tangkai pegangan. Besi-besi keris itu teronggok begitu saja di kotak-kotak kayu. Pangeran Edward kemudian membersihkan dan memperbaiki, melengkapi keris-keris itu. Kini, sebagian dari keris itu sudah diberi sarung dan tangkai yang bagus. Beberapa di antaranya telah dianugerahkan kepada sejumlah Raja Jukkuan, para Penggawa dan orang-orang yang dipandang pantas.
Pangeran Edward sendiri menerima warisan keris pusaka keluarga turun temurun. Semuanya memiliki keelokan dan keindahannya sebagai karya seni budaya bangsa yang sangat tinggi. Semua dipelihara dengan baik oleh Pangeran Edward. Ada keris yang diberi nama Surya Penantang, keris yang berkali-kali dibawa Pangeran Edward ke berbagai kesempatan. “Kami bukan mencari-cari tuah keris. Kami hanya menyimpan dan memeliharanya sebagai simbol warisan nenek moyang. Harta budaya yang tak ternilai harganya,” katanya tentang keris-keris utamanya.
Gedung Dalom
Seperti layaknya sebuah kerajaan,
Kepaksian Pernong juga memiliki istana yang sering disebut Lamban
Gedung. Istana itu menempati pekarangan yang tidak terlalu luas, nyaris
sama ukurannya dengan rumah-rumah di sekitarnya. Bentuk bangunannya pun
tidak mencolok perbedaannya dengan arsitektur rumah adat setempat. Ini
menjadi pertanda, bahwa Sai Batin begitu dekat dengan rakyatnya.
Istananya pun tanpa pagar tembok pembatas yang menghalangi pemandangan
orang dari luar.
Lamban Gedung Kepaksian Pernong memang punya banyak kelebihan dibanding rumah warga kebanyakan meski sekilas tidak jauh beda. Namun apabila dicermati, rumah panggung adat dari kayu itu banyak hal istimewa. Istana itu berbentuk persegi empat. Disangga dengan 36 tiang kayu berukuran besar, satu peluk tangan manusia dewasa. Diumpak di permukaan tanah, berjajar lurus baik secara garis lurus silang maupun diagonal. Belah-belah simetris antar tiang dalam garis tegak lurus maupun dalam garis sudut diagonal mengambarkan sebuah jalinan kokoh menyangga bangunan rumah di atasnya.
Demikian pula gelagar kayu utuh yang menghubungkan akan tiang sebagai penyangga lantai rumah juga sedemikian kokohnya, sambung menyambung saling “menggigit” menjadi tempat pilar dan papan lantai rumah disemayamkan, tempat menancap rapih tiang-tiang rumah penyangga kerangka atas dan atap. Kayu-kayu rangka rumah yang besar, kokoh, dan rapi membuat rumah tampak meyakinkan kekuatannya. “Waktu ada gempa, tiang yang disangga beton semen malah ambles, sementara yang disangga umpak tradisional, selamat,” kata warga setempat bercerita perihal umpak tiang di permukaan tanah.
Lamban Gedung berdinding kayu dengan jendela-jendela lebar, beratapkan seng dan tajuk atap memperlihatkan arah ke bentuk joglo yang mengerucut di bubungan atapnya menyatu pada kesatuan puncak. Di puncak atap bertengger mahkota dari kuningan berbentuk khas. Bagian depan terdapat replika atas rumah induk dalam ukuran kecil sebagai peneduh tangga masuk satu arah untuk kemudian menjadi dua arah masuk ke tataran lantai. Teras rumah ada di sisi kiri dan kanan pada lantai panggung, dibatasi dengan pagar ritmis kayu berukir pula. Pintu masuk ada di tengah dan kanan serta kiri.
Kayu yang melekat pada rangkaian rangka rumah bagian dalam dan luar, diukir dengan aneka ragam jenis ukiran. Beberapa ragam ukir di antaranya khas Lampung dengan sulur dan garis tanpa tatahan miring. Sejumlah ukiran di dinding luar atas dan tiang sangga di kolong rumah memperlihatkan ukiran kuno yang langka. Sementara itu pola ukel dan lengkung relung, mirip ukiran dari etnis lainnya di Nusantara. Tiang sangga di sisi-sisi luar, pada bagian tiang sebelah atas diberi asesoris semacam cukit atau siku penyangga atap luar. Biasanya berfungsi juga sebagai penyangga emper rumah. Namun, di Lamban Gedung juluran itu tidak menyangga apa-apa, hanya menjadi penghias bagaikan deformasi belalai gajah.
Bagian dalam Lamban Gedung, terdapat satu ruang besar disisi kiri belakang sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin. Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Bahkan sewaktu dilakukan renovasi atas atap dan ruangan, senjata pusaka itu tetap pada tempatnya.
Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana. Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut Lelukukh Juttai. Jika Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) akan duduk di situ menghadap ke barat di mana seluruh raja jukkuan duduk bersila menghadap Sai Batin. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi. Lantai Lamban Gedung ini ada dua trap, pada bagian depan dekat pintu masuk letak lantai lebih rendah sekitar sejengkal. Dalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, seluruh tamu duduk di bawah di atas karpet atau tikar. Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya “lesehan”.
Selebihnya, ruangan dalam itu tanpa pembatas dan lantai kayu yang coklat telah dilapisi karpet merah. Seluruh permukaan tiang kayu ruang dalam, seluruh pilar dan belandar yang sambung sinambung dilekati lempeng kayu berukir tanpa dicat, berkesan alami dan dekat dengan suasana sekitar yang serba kayu dan alam masih rimbun menghijau. Dinding tampak coklat tua, tanda kayu tua dan terawat. Sejumlah ukiran memperlihatkan simbol-simbol tertentu namun belum ada yang mencoba untuk membacanya. Saat ini, ruang dalam Lamban Gedung diberi plafon langit-langit dari kayu dengan lekuk dan tataan baris potongan kayu, rapih dan lurus seperti di rumah moderen dimana pada setiap kotak lengkung dipasang satu buah piting lampu listrik. Langit-langit terplafon itu menjadi penutup konstruksi kayu pada kap atap selepas kait-mengkaitnya antar kayu, semenjak dari lantai sampai bagian ring menjelang rangka atap.
Di halaman rumah sisi kiri terdapat sebuah bangunan dengan atap melingkar mengerucut, seluruh 8 tiang kecil berdiri pada disi tepi bangunan melingkar pesegi delapan itu. Lantainya berpembatas dan tak ada tiang di tengah. Rumah itu berfungsi sebagai tempat para penggawa yang sedang berdinas dan berjaga. Tempat itu disebut gardu. Di situlah dulu para tamu Sai Batin menyampaikan kepada penggawa tentang maksud kedatangannya.
Lamban Gedung adalah salah satu tanda kebesaran Kepaksian Pernong karena rumah ini diwariskan dari para pendahulu dan terus terawat hingga sekarang. Bahkan diceritakan bahwa letak Lamban Gedung pada awalnya sejauh sekitar 15 kilometer dari tempat sekarang berdiri di Batu Brak. Konon, pada waktu memindahkan, rumah itu tidak dicopot atau dibongkar dulu melainkan diangkat ramai-ramai dan dibawa perlahan-pelahan menuju lokasi sekarang. Gempa dan kebakaran pernah menimpa Lamban Gedung, sejumlah kerusakan pernah dialami. Namun Sai Batin dan masyarakatnya terus melestarikannya.
Di dalam Lamban Gedung itu banyak hal telah terjadi. Pangeran Suhaimi dan Pangeran Maulana Balyan karena keaktifannya di pemerintahan menjadi pegawai Republik Indonesia, maka tidak lagi banyak tinggal di Lamban Gedung. Meski demikian mereka tetap merawat Lamban Gedung tanpa menempatkan orang khusus untuk itu, karena masyarakat sekitar sudah dengan sendirinya merawatnya. Bagian belakang Lamban Gedung kini juga didirikan bangunan baru yang terpisah dan disatukan dengan Lamban Gedung. Dulu antara rumah belakang dan Lamban Gedung tersela sebuah halaman terbuka. Di sisi kanan belakang dibangun ruangan dapur. Dulu di belakang dapur ini terdapat lumbung bahan pangan.
Lamban Gedung yang terletak di Batu Brak, persis di sisi utara jalan menuju ke arah Liwa dari lintas tengah Bandar Lampung – Liwa. Daerah ini berhawa sejuk karena berada di pegunungan lereng Gunung Pesagi. Pada sisi timur Lamban Gedung terdapat sebuah pemakaman para isteri atau permaisuri serta sejumlah Sultan Kepaksian Pernong.
Pada bagian bawah lagi, di tepi sebuah tebing curam dengan mata air jernih sepanjang tahun, terdapat makam tua yang dikabarkan sebagai makam Umpu Selalau Sangun Guru, raja keempat Kepaksian Pernong bersama sejumlah makam lainnya yang ditandai tonggak-tonggak nisan. Pohon rindang meneduhi dan tempat yang terlindung dalam rimbunan semak dengan jalan setapak ke lokasi itu. Makam utama ditandai dengan batu nisan dengan batu krast/kapur keras dengan bentuk dan goresan yang perlu pembacaan lebih lanjut. Goresan itu berupa garis yang sambung dan melintang seperti menyimbulkan sesuatu. Sangat mungkin, goresan itu merupakan deformasi bentuk huruf Lampung yang konon diciptakan oleh para pendiri Paksi Pak Sekala Beghak. Rupanya, banyak hal yang masih harus dibaca dari simbol-simbol kebesaran Kepaksian Pernong.
Gelar Dalam Kepaksian Pernong
Sumber lisan di Kapaksian Pernong dan juga
keterangan tertulis serba ringkas mengenai gelar kebangsawanan dan
gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Sai Batin, pucuk pimpinan adat
Paksi Pak Sekala Beghak.
Dalam adat Paksi Pak Buay Pernong, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Sai Batin. Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Sai Batin atau Kepaksian Pernong.
Dalam adat Paksi Buay Pernong, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apapun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Sai Batin.
Meski demikian, sebenarnya Sai Batin mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para Kepala Jukku berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan Raja-raja Kappung Batin. Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran Jukkuan.
Hasil musyawarah diserahkan kepada Sai Batin melalui Pemapah Dalom /Pemapah Paksi untuk dimintakan persetujuan.
Apapun keputusan Sai Batin itulah yang harus diterima.
Dalam adat Kepaksian Pernong, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Pernong.
Contohnya, gelar-gelar : Raja, Batin, Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau Jukkuan yang bersangkutan. Misalnya : Raja Batin II, artinya berasal dari Jukkuan Lamban Bandung.
Gelar Sultan hanya untuk Sai Batin. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Sai Batin, bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :
SULTAN
RAJA
BATIN
RADIN
MINAK
KEMAS
MAS
RAJA
BATIN
RADIN
MINAK
KEMAS
MAS
Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Pernong. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat dimana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut Jukku. Raja membawahi beberapa Batin, Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah Batin-Radin-Minak-Mas-Itton.
Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Sai Batin yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Sai Batin. Karenanya, tidak membawahi langsung gelar-gelar dibawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh Pemapah Dalom, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Dalom/Pemapah Paksi bergelar Raja.
Gelar Raja oleh Sai Batin juga dianugerahkan kepada, Kepala Jukku; Putera Kedua Sai Batin; dan Menantu Tertua Laki-laki dari Sai Batin. Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak puteri mengikuti suaminya).
Masyarakat adat terkelompok dalam struktur sebagai berikut:
Jukku dipimpin Kepala
Jukku bergelar Raja
Sumbai dipimpin Kepala Sumbai bergelar Batin
Kebu dipimpin Kepala Kebu bergelar Radin
Lamban (Keluarga) dipimpin Kepala Keluarga
atau Ghagah.
Sumbai dipimpin Kepala Sumbai bergelar Batin
Kebu dipimpin Kepala Kebu bergelar Radin
Lamban (Keluarga) dipimpin Kepala Keluarga
atau Ghagah.
Langganan:
Entri (Atom)
Pernong Dalam Liputan
- Kick Andy dan Para Pewaris Tahta
- kerajaan Skala Brak
- silat kumanggo
- tingalan jumengan dalem Pakoe Boewono XIII
- Para Pewaris Tahta
- Sejarah Suku Bangsa/Etnis Lampung
- Kerajaan Melayu Lampung
- Rumah Tradisional
- Hadiri Ulang Tahun PB XIII
- Skala Brak di Festival Kraton Nusantara
- Sejarah Skala Brak
- Melestarikan Budaya
- Paksi Pak Skala Brak
- Skala Brak Masih Ada
- Sai Batin-Pepadun Saling Melengkapi
- Sai Batin-Pepadun Satu
- Syukuran Pangeran Alprinse Syah Pernong
Mengenai Saya
- Sai Batin Paksi Buay Pernong
- Tahun 1989, Pangeran Edward Syah Pernong dinobatkan sebagai Sai Batin Kepaksian Pernong, dengan gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi yang Dipertuan Sekala Beghak XXIII
Profil
Adat Istiadat
Gagasan dan Cita-cita
Kerabat
Subscribe to:
Posts (Atom)