Monday 24 December 2012

Asal usul suku Komering

15 Februari 2012 Asal usul suku Komering Rate This Kehidupan masyarakat komering berpusat disekitar Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Daerah ini dikenal dengan nama Sakala Berak terletak di daratan tinggi kaki Gunung Pasagi dan Gunung Seminung tempat Danau Ranau berada. Secara harfiah, kata Sakala atau Sagala berarti Komering sedangkan kata Berak berarti luas. Sehingga daerah sekitar itu disebut masyarakat setempat dengan nama Komering yang luas. Nenek moyang orang komering diperkirakan berasal dari Tiongkok Selatan, pada ribuan tahun yang lalu turun ke laut melalui sungai-sungai besar di Cina yang bermuara ke selatan. Akhirnya mereka tersebar di beberapa wilayah Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara sekarang ini. Sehingga tak mengherankan bila sering terlihat suatu persamaan di dalam gerak dan tingkah laku antara orang Komering, Lampung dan Batak. Bahkan ada faham yang dibenarkan dalam kehidupan masyarakat itu bahwa mereka berasal dari tempat dan keturunan yang sama, hanya saja lambat laun sikap dan pertumbuhan makin memisah mencari jalan sendiri-sendiri. Seperti kehidupan dan adat istiadat daerah lain, masyarakat Komering dan Lampung juga menjadikan suatu tempat yang dianggap keramat (dihormati) itu adalah sekitar Kota Liwa (ibukota Kabupaten Lampung Barat sekarang ini). Dari daerah asal itu lambat laun nenek moyang menuruni gunung dan lembah menyusuri beberapa sungai yang bermuara di laut Jawa. Orang Komering turun hingga ke Muara Masuji dan Sugihan. Sedangkan orang Lampung menyusuri Sungai Tulang Bawang, Seputih dan Sekampung yang akhirnya membentuk golongan masing-masing sampai ke Gunung Raja Basa. Ribuan tahun kemudian barulah daerah-daerah yang mereka huni dan terisolir muulai terbuka, sehingga timbul hubungan dan komunikasi dengan dunia luar. Terbukanya daerah ini karena adanya aktifitas dari kerajaan-kerajaan yang ada. Kerajaan ini sendiri timbul karena terjadinya hubungan komunikasi antara masyarakat yang datang dan menetap. Pada masa itu agama dan faham yang dianut oleh masyarakat adalah kepercayaan pada yang gaib-gaib dan yang maha kuasa (Animisme dan Dinamisme). Termasuklah di dalamnya menyembah kepada matahari, bulan, bintang-bintang dan gunung-gunung bahkan menyembah makhluk-makhluk yang dipercayai ada di sekitar manusia. Beberapa masa kemudian masuklah pengaruh dan ajaran agama Hindu dan Budha yang lebih mempercepat tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Hingga akhirnya masuklah pengaruh dan ajaran-ajaran dari Jawa dan Agama Islam. Didalam kehidupan budaya adat Komering dan Lampung sendiri dikenal suatu adat yang dikenal dengan Adat Penyimbang. Menurut pengertian aslinya berasal dari kata Simbang yang artinya giliran atau gantian, sehingga di sebutlah dengan arti giliran memimpin. Jadi dalam adat penyimbang seseorang dapat memimpinsesuai dengan adat yang berlaku, namun kedudukannya sebagai pemimpin kelak akan diganti dengan yang lain sesuai dengan musyawarah dan mufakat. Hingga kini gelar penyimbang itu terus dipakai oleh orang Komering. Umpamanya ada nama penyimbang Ratu, penyimbang Tulin, penyimbang Marga serta gelar-gelar lainnya. Hal ini diberikan sesuai dengan rapat adat yang diadakan bila seseorang memasuki jenjang pernikahan. Gelar itu hampir mutlak diperlukan bagi setiap laki-laki Komering yang memasuki jenjang pernikahan. Kalau gelar itu tidak dimilikinya maka keturunannya agak gelap, artinya ia tidak mempunyai kedudukan dalam lapangan adat. Adat istiadat yang ada kemudian secara berangsurangsur masyarakat Komering penduduknya memasuki lapangan usaha dan kegiatan masing-masing. Diantaranya ada golongan yang pada umumnya lebih cakap dalam bidang pemerintahan untuk mengurusi kepentingan umum. Ada pula yang ahli dalam bidang kebatinan dan keperkasaan dengan tenaga-tenaga gaib. Bahkan ada yang hanya mengurusi soal agama semata-mata serta ada yang ahli dalam soal berniaga. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat timbul apa yang dinamakan suku. Suku-suku yang terbentuk dalam golongan itu adalah: pertama, golongan pemerintaha yang menyebut lingkungannya dengan nama Suku Serba Nyaman. Kedua, golongan kebatinan disebut Suku Anak Putu. Ketiga, golongan Pasirah atau Kepala Marga disebut Kampung Pangiran. Keempat, golongan pengusaha dan pedagang disebut Suku Busali. Kelima, golongan Agama disebut Suku Kaum. Keenam, Suku Kampung Darak, dan yang ketujuh, Suku Karang Diwana. Ketujuh suku atau golongan di atas membentuk masyarakat bersama yang teratur, mereka membentuk tiuh atau dusun tempat tinggal. Akhirnya mereka membuat pucuk pimpinan yang lebih besar gabungan dari dusun-dusun itu yang disebut Marga sekarang disebut dengan Kecamatan. Dulu nama Kecamatan adalah Semendawai kemudian sekarang diganti dengan Kecamatan Cempaka. Sumber : cp 3 Share this: Press This Twitter Facebook Like this: Suka Be the first to like this. Posted by batumartaokutimur on 15 Februari 2012 in KATEGORI BERITA and tagged SEJARAH. 1 Komentar Satu Tanggapan » jhonyyan mengatakan: 7 Agustus 2012 pada 9:06 pm mengapa masyarakat lampung asli/pribumi juga jolma komoring yang notebene nya adalah bagian dari suku lampung,merasa kan anggapan bersaudara dengan suku batak dan suku bugis karena ada dalam tambo lama di sebutkan persaudaraan tsb,yakni sang bebatak menurunkan suku batak,sang bebugis menurunkan suku bugis dan lapong menurunkan suku lampung jadi wajar jika jolma komoring,ranau,kayu agung,sama halnya dengan yang berlaku umum di masyarakat lampung pribumi memahami hal tsb krn komering adalah sub bagian dari suku lampung yakni keturunan lapung yang di sebutkan dalam tambo lama. Balas

ASAL USUL GEKHAL/gelar(NAMA) MASING-MASING KELOMPOK, SUKU LAMPUNG

Senin, 09 April 2012 ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG Artikel ini secara singkat akan menjelaskan asal usul awalnya nama2/Gekhal kelompok suku Lampung yang berjumlah 14 macam kelompok……. Pubian Telu Suku Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku, maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi. Abung Sewo Mego Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga. Tulangbawang Mego Pak Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga. Waykanan Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri dari 5 kebuaian. Sungkai Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang. Belalau/Krui Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti halnya suku2 Lampung lainnya. Peminggikh Semangka Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka. Peminggikh Pemanggilan Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk, karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda. Peminggikh Teluk Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta dialek/cara berbahasa. Melinting Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting. Meninting Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut Meninting. Komring/Kayu Agung Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu Agung. Ranau/Muara Dua Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki. Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam wilayah Provinsi Lampung. Cikoneng/Banten Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng. Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan Sunda. Sumber: BUKU HANDAK II “Mengenal Adat Lampung Pubian” http://indonesiarek.blogspot.com

Thursday 20 December 2012

bagian bagian etnis lampung(komering,ranau,kayu agung,tanjung raja,merpas,cikoneng,krui,liwa,semaka,waykanan,tulang bawang,abung,dsb)

Minanga Cindo Wahana berbagi cerita & forum silaturahmi. Teman-teman yang mau posting foto&infonya,silahkan kirim ke jomatiuh@yahoo.com Kamis, 03 Juni 2010 Sejarah Keratuan Lampung SEJARAH KERATUAN LAMPUNG 1. Perpindahan Nenek Moyang Bangsa Indonesia Pada dahulu kala, nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari daerah Yunan (Cina Selatan) melakukan perpindahan ke Selatan, hingga sampai ke pulau Sumatera. Di pulau Sumatera mereka pertama kali tinggal di daerah sekitar Danau Toba. Pada waktu itu - menurut cerita rakyat - Danau Toba dahulunya merupakan Gunung Berapi, sampai suatu saat Gunung itu meletus dan akibatnya letusannya yang besar terbentuk lah Danau yang besar yang dinamakan danau Toba. Akibat letusan itu sebagian rakyatnya berpindah ke berbagai penjuru diantaranya : Ada yang masih bertahan di daerah dekat Danau Toba menurunkan Suku Batak; ada yang pergi Pantai Timur Sumatera dan melakukan pelayaran hingga terdampar di Pulau Sulawesi dan menetap disana dan menurunkan Suku Bugis dan Minahasa ; Sedangkan yang mengungsi ke Selatan menuju Gunung Dempo (Sumatera Selatan) menurunkan Suku Lampung, Malayu, Rejang dan Palembang. 2. Masa-masa Keratuan Lampung Keratuan yang pernah berdiri di Lampung dan sekitarnya menurut masanya yaitu antara lain: a) Masa Keratuan Gunung Dempo Mungkin dinamakan Lamia Kepampang dalam sejarah lampung komering (dikaki Gunung Dempo). Setelah itu, sebagian anak keturunannya menyebar ke barat menurunkan suku Rejang, ke utara yaitu ke Pagaruyung menurunkan suku Malayu dan timur menurunkan suku Palembang, serta ke selatan menuju daerah Martapura dan Skala Brak (Lampung Barat) yang menurunkan suku Lampung yang masih menganut Agama Hindu atau Budha. b) Masa Keratuan Pemanggilan dan Puncak Keturunan keratuan dari Gunung Dempo tinggal di Martapura mendirikan Keratuan Pemanggilan dan Ke Skala Brak mendirikan Keratuan Dipuncak. Keratuan Pemanggilan dan Palembang mendirikan Kerajaan Sriwijaya. Raja terkenal adalah Bala Putra Dewa. Raja Sriwijaya bersaudara dengan Raja Ho-Ling mendirikan kerajaan Mataram Kuno yaitu dinasti Sailendra (membuat monument Candi Borobudur) di Jawa Tengah. Setelah dinasti Sailendra, dilanjutkan dengan dinasti Sanjaya yang merupakan keturunan Kerajaan Sunda-Galuh Kuno di Jawa Barat dan Kerajaan Ho-Ling di Jawa Tengah. Jadi pada saat itu kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno dan Sunda-Galuh masih ada hubungan darah, karena ada perkawinan antar bangsawan kerajaan. Sedangkan Keratuan Dipuncak yang dalam catatan I-Tsing dikenal dengan nama To-Lo-Phwang (To: Orang dan Lo-Phwang: Lampung atau diatas bukit) atau Kendali (Kenali, Lampung Barat). Rajanya yang terkenal Sri Haridewa dan raja terakhir adalah Ratu Sekarmong (Ranji Pasai). Suku Lampung yang masih menganut agama Hindu Birawa ini dikenal dengan Buai Tumi. Kerajaan ini menjalin hubungan dengan Kerajaan Sunda-Galuh dengan pernikahan Putri Ratna Sarkati (Putri Raja Kendali Lampung) dengan Prabu Niskala Wastu Kencana (Putra Prabu Linggabuana, Raja Sunda-Galuh yang tewas di Perang Bubat). Kedatangan rombongan Putri Ratna Sarkati tersebut membawa Pisang Muli yang waktu itu hanya ada di Lampung. Sehingga pada saat ini di Jawa Barat dikenal juga dengan Pisang Muli atau Pisang Lampung. Dari pernikahan tersebut melahirkan Prabu Susuk Tunggal atau Sang Haliwungan (Raja Sunda , ayah Kentrik Manik Mayang Sunda). Sedangkan istri kedua Prabu Niskala Wastu Kencana adalah Putri dari pamannya Resi Bunisora (adik Prabu Lingga Buana) dan melahirkan Prabu Ningrat Kencana (Raja Galuh, ayah Prabu Siliwangi). Setelah Keratuan Pemanggilan runtuh karena pusat kerajaan Sriwijaya berpindah ke daerah Palembang seiring perluasan daerah (penalukan sampai ke Asia Tenggara). Keturunannya menyebar ke selatan menuju Teluk Semaka, Pesisir Barat Krui, Teluk Lampung - atau ke Skala Brak yang masih berdiri Keratuan Puncak dan mengabdi sebagai penggawa (prajurit) disana - sehingga dikenal dengan nama Lampung Pesisir. Sedangkan keruntuhan Kerajaan Puncak (Kendali) disebabkan oleh penaklukan 8 orang putra Umpu Nggalang Paksi dari Kerajaan Malayu Pagar Ruyung yang sudah memeluk Islam. Mereka adalah Sibejalan Diway, Sinyekhupa, Sibelunguh, Sipernong, Si gekhok, Sitambuka (Sitambakukha), Sipetar, dan Sikumbar. Buai Tumi akhirnya meninggalkan Skala Brak menuju ke daerah pesisir pantai, mungkin ke Pesisir Barat Krui, Teluk semaka atau Teluk Lampung. Sedangkan empat putra Umpu Nggalang Paksi yang tertua menguasai daerah Skala Brak dan mendirikan Keratuan Paksi Pak yang sudah beragama Islam. Sedangkan empat putra yang lebih muda yaitu Sigekhok, Sitambuka (Sitambakukha), Sipetar, dan Sikumbar pergi ke matahari terbit. Mungkin ke Pesisir Teluk Semaka (Cukuh Balak), karena disana dikenal juga nama "Tamba Kukha" sebagai asal-usul salah satu Buai keturunan mereka (Sabatin Gedung, Makhga Putih Cukuh Balak – Baca : Sejarah Perkembangan Hukum Adat Lampung Pesisir Bandar Lima – Kecamatan Cukuh Balak). c) Masa Keratuan Balau, Pugung dan Paksi Pak Keratuan Puncak – yang berhubungan dengan Kerajaan Sunda-Galuh - yang telah runtuh mendirikan keratuan baru yang diberi nama Keratuan Balau yang terletak di kaki Gunung Jualang Tanjung Karang Timur. Keratuan ini masih berhubungan dengan kerajaan Sunda-Galuh baru yang dikenal nama kerajaan Padjajaran. Keratuan Balau runtuh karena terjadi perperangan yang tidak seimbang di wilayah Keratuan Balau atas campur tangan pihak Belanda. Keratuan baru juga berdiri di Labuhan Maringgai Lampung Timur yang dikenal dengan Keratuan Pugung. Ratu Pugung mempunyai anak yang bernama Putri Sinar Alam yang diperistri oleh Sunan Gunung Jati (Cucu Prabu Siliwangi dari permaisuri Subang Larang). Dari perkawinan tersebut melahirkan anak yang diberi nama Ratu Darah Putih yang kemudian hari mendirikan Keratuan Darah Putih di Kuripan, Kalianda Lampung Selatan. Keratuan Paksi Pak Skala Brak berdiri sekitar abad ke-15 dimana terdiri dari empat kepaksian yaitu : - Buay Bejalan Diway bertakhta kerajaan di Puncak Dalom - Buay Nyekhupa bertakhta kerajaan di Nampak Siring - Buay Belunguh bertakhta kerajaan di Tanjung Menang - Buay Pernong bertakhta kerajaan di Kota Hanibung Kepaksian Skala Brak tersebut masih ada hingga sekarang, dan sebagian keturunannya menyebar ke berbagai penjuru di Lampung. d) Masa Keratuan Darah Putih dan Berdirinya Adat Pepadun Keratuan Darah Putih yang didirikan oleh Ratu Darah Putih bersamaan masanya dengan pemerintahan Kesultanan Banten pertama oleh Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin (Sabangkingking) adalah kakak satu bapak lain ibu dari Ratu Darah Putih, dan keduanya putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Ibu Sultan Hasanuddin adalah Nyai Kawunganten yang merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari Istrinya Centrik Manik Mayang Sunda (anak Prabu Susuk Tunggal, Raja Sunda yang berdarah Lampung). Jadi Sunan Gunung Jati dan Nyai Kawunganten merupakan sama-sama cucu dari Prabu Siliwangi yang berbeda nenek. Dengan adanya hubungan saudara antara Ratu Darah Putih dan Sultan Hasanuddin tersebut, menjadikan Lampung dan Banten saling membantu dalam menghadapi masalah atau konflik pada masa itu. Misalnya saja pada masanya pemerintahan Sultan Maulana Yusuf, Banten atas bantuan dari beberapa Kebuaian dari Lampung dapat menaklukan sisa-sisa Kerajaan Padjajaran yang masih beragama Hindu. Sehingga sisa-sisa prajurit Padjajaran yang tidak mau masuk islam mengungsi ke Banten Selatan yang kini disebut dengan Suku Badui. Disamping berdirinya Keratuan Darah Putih di daerah pesisir Teluk Lampung, berdiri pula di daerah Lampung Bagian Tengah dan Utara kesatuan Adat Lampung yang diberi nama Adat Pepadun sekitar abad ke-17 pada zaman kesultanan Banten. Pada mulanya terdiri dari 12 kebuaian (Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku), kemudian ditambah 12 kebuaian lain yaitu Mego Pak Tulang Bawang, Buay Lima Way Kanan dan Sungkai Bunga Mayang (3 Buay) sehingga menjadi 24 kebuaian. Peranan Lampung dalam perdagangan abad ke-16 sampai abad ke-18 sebagai daerah penghasil Lada, Cengkeh, Kopi dan rempah-rempah, membuat Belanda ingin menguasai Lampung setelah menggunjang-ganjingkan kesultanan Banten dengan politik adu domba. Terjadilah perlawanan masyarakat Lampung atas bangsa Belanda yang telah berkedudukan tetap di Batavia (Jakarta). Perlawanan disetiap masanya itu dipimpin oleh Ratu Imba, Raden Intan I dan Raden Intan II yang merupakan keturunan dari Ratu Darah Putih. e) Masa Pembagian Marga Berdasarkan Teotorial-Genologis Setelah runtuhnya Keratuan Darah Putih karena sepeninggal Radin Intan II, Lampung menjadi kekuasaan Belanda. Tetapi perlawanan rakyat lampung tidak berhenti disitu saja tetapi berlangsung sampai zaman kedatangan Jepang. Pada masa Belanda, marga-marga Lampung yang tadinya kekuasaanya berdasarkan Geneologis-Territorial, diubah menjadi Territorial-Geneologis (Tahun 1928) yang membagi Suku Lampung menjadi 84 marga (lihat di wikipedia : Marga di Lampung). Dari itulah, maka marga-marga di Lampung itu berdiri sendiri, dan setiap penyimbang berkuasa pada marganya yang mewakili wilayah marga (kecamatan). Sampai kedatangan Jepang Tahun 1942, kekuasaan penyimbang dihapuskan dan diganti dengan kepala Kecamatan yang membawahi beberapa desa / pekon. Akan tetapi, sampai saat ini keberadaan Penyimbang Adat pada setiap marga masih ada, tetapi tidak berkewenangan dalam pemerintahan. Kesimpulan : Demikianlah sejarah singkat Keratuan Lampung yang pernah berdiri di Lampung dan sekitarnya. Hal ini, perlu kita ketahui bahwa diantaranya : - Suku satu dengan suku lainnya di Indonesia berasal dari nenek moyang yang sama, sehingga kita perlu mengerti untuk tidak membedakan suku-suku yang ada di Indonesia dengan tidak menganggap suku satu lebih beradab dan mulia dari suku yang lain. - Keberadaan Naskah Sejarah yang berasal dari Kitab dan Cerita Rakyat terdahulu, perlu dikaji lagi lebih dalam. Karena hal tersebut menjadi bukti bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang mempunyai kebudayaan yang tinggi yang telah ada sejak dahulu kala. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu akan sejarahnya. Sumber berasal dari beberapa naskah dan cerita yang pernah dibaca oleh Penulis. Jika ada kekeliruan atau kekurangan penulisan tempat atau nama, saya harap dapat pembaca dapat melengkapi artikel naskah "Sejarah Keratuan Lampung" ini. "Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Mengenal Sejarahnya" Diposkan oleh Acilbae di 13:09 Label: Komering-Lampung Suku komering adalah orang lampung juga ADAT SAIBATIN LAMPUNG ADAT SAIBATIN LAMPUNG Blog ini Di-link Dari Sini Web Jumat, 05 Juni 2009 SUKU KOMERING ADALAH ORANG LAMPUNG JUGA Dalam kesempatan ini, penulis menyempatkan diri untuk membuat artikel yang berjudul " Suku Komering adalah Orang Lampung Juga". Hal yang mendasari penulis membuat artikel ini adalah di karena ada pandangan dari sebagian masyarakat Komering (Sumatera Selatan) yang tidak mengaku sebagai bagian dari masyarakat Lampung. Hal tersebut perlu dikaji dengan bukti sejarah mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering, terutama ke Lampung. Untuk lebih jelasnya mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering (dikutip dari Wacana Nusantara : Perjalanan Komering di Lampung) akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Asal-Usul Tujuh Kepuhyangan Pada suatu ketika bergeraklah sekelompok besar turun dari dataran tinggi Gunung Pesagi menyusuri sungai dengan segala cara seperti dengan rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai Komering menuju muara. Menyusuri atau mengikuti dalam dialek komering lama adalah samanda. Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway dari kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai. Pada artikel yang berjudul Kebesaran Sriwijaya yang Tak Tersisa - The Rise of Sriwijaya Empire (Komentar Agung Arlan), disebutkan bahwa Kepuhyangan Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya Naga (Sri Jaya Naga) sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan di daerah dekat Gunung Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga (Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke Palembang, dan yang terakhir ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan Sriwijaya). Kelompok ini akhirnya sampai di muara (Minanga) dan kemudian berpencar. Mereka menncari tempat-tempat strategis dan mendirikan tiga kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di bawah pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati suatu dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan Pu Hyang Kaipatih Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam suatu teluk di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di tempat ini kemudian dikenal dengan nama Minanga. Tak lama setelah rombongan pertama, timbul gerakan penyebaran rumpun Skala Brak ini. Menyusul pula gerakan penyebaran kedua yang seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan keempat menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka padang ini disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan Madang. Tempat pertama yang mereka duduki dinamakan Gunung Terang. Kepuhyangan kelima di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya suka membawa peliung. Dari kegemarannya ini dinamakan pada nama kepuhyangan mereka menjadi "Pemuka Peliung". Dari kepuhyangan ini kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar mendirikan kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu Penghulu. Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam di bawah pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut kepercayaan setempat, berasal dari atau keluar dari Bunga Mayang Pinang. Kepercayaan ini membekas dan diabadikan pada nama kepuhyangan mereka, yaitu Bunga Mayang (kelak kemudian hari, inilah cikal bakal Lampung Sungkai). Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan Pu Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah Mahanggin. Ada yang mengatakan kepuhyangan daya (dinamis/ulet). Kelak kemudian hari kepuhyangan ini menyebar mendirikan cabang-cabang di daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap, dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal dari rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way (buway). Nama kebhuwayan ini dibawa orang-orang dari Skala Brak baru generasi Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami lembah sungai yang kini dinamakan "Komering". Masing-masing pada mulanya berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh yang dipanggil pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati dengan batas-batas yang disepakati. Ditinjau dari tujuan gerakan penyebaran (mempertahankan kelanjutan hidup kelompok untuk mencari tempat yang memberi jaminan kehidupan) serta cara mencari tempat yang strategis dalam mengikuti aliran sungai (samanda-diway), tampaknya Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung (Gunung Batu). 2. Penyebaran Suku Komering Ke Lampung Tak diragukan lagi, banyak orang Komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka umbul maupun kampung (tiuh). Perpindahan kali pertama mungkin oleh marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga Mayang. Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu (Lampung Ragom, 1997): "Kelompok Lampung Sungkai asal nenek moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh Kebuayan Abung." Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung Pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering. Dari sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus (64) pernah menjabat kacabdin di daerah ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana. Perpindahan berikutnya, dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka (Sungkai Jaya) di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus. Dua Kampung Komering di Lampung Tengah (Komering Agung/Putih), menurut pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya (mungkin orang yang penulis temui kebanyakan usia muda < 50 tahun). Mereka menyebut Komering yang di Palembang sebagai "nyapah" (terendam). Kemungkinan mereka juga berasal dari Minanga, karena kampong ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar (Tiuh Gedung Komering, Negeri Sakti) Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi (56) dan Komaruzaman (70) (pensiunan BPN). Penduduk di sana mengakui mereka berasal dari Komering (Dumanis) walaupun dialek mereka sudah tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di Komering seperti Betung dsb, yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain. Melihat perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung (Sungkai), serta menambah kebuayan Abung (Buay Nyerupa), tak ada salahnya kita mengetahui tentang dialek, tulisan, marga, maupun kepuhyangan yang ada di daerah Komering. 3. Kesimpulan Melihat asal-usul suku Komering yang awal mula berasal dari Skala Brak lalu menyebar ke daerah dataran Way Komering dan kemudian sebagian menyebar ke Lampung, dipastikan "suku komering adalah orang Lampung juga". Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang digunakan sama dengan orang Lampung. Orang Komering melakukan perpindahan ke Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan Nunyai dan menetap disana menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang). Kebuayan Semendaway (Kebuayan Tertua Komering) dari Minanga melakukan penyebaran ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung), Bunglai, Cempaka - Sungkai Jaya (Lampung Utara), Sukadana (Lampung Timur dekat Negeri Tuho) dan Pagelaran (Tanggamus). Selain itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih (Lampung Tengah) dan Tiuh Gedung Komering - Negeri Sakti (Gedongtataan). Pada artikel "Sejarah Keratuan Lampung" yang telah terbit sebelumnya, di daerah Komering khususnya di Martapura dulu telah berdiri Keratuan Pemanggilan. Keturunan Keratuan Pemanggilan menyebar ke daerah pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk Lampung. Hal ini menjadi bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang tinggal di sekitar Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di Lampung (Pra atau Sejaman dengan Kepaksian Pak Skala Brak Abad ke-14) sebelum Sungkai Bunga Mayang pindah ke Lampung tahun 1800-an. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Komering (Tua) yang telah melakukan perpindahan ke Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak menurunkan Suku Lampung Pesisir Pemanggilan (Lampung Pesesekh di Cukuh Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima). Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa "Suku Komering adalah Orang Lampung juga". Bandar Lampung, 12 Mei 2009 / Oleh : JAMA'UDDIN Diposkan oleh Acilbae di 13:00 16 komentar: Link ke posting ini Label: Komering-Lampung Apa benar "MAVI MARMARA" ingin memerangi Israel???? Saat ini, dunia sedang ramai-ramai mengecam tentara Israel yang menyerang kapal kemanusiaan Mavi Marmara. Belasan penumpang tewas. Namun, pihak Israel tampaknya tidak merasa bersalah. Mereka berdalih bahwa para tentara tersebut hanya membela diri dari "serbuan" Mavi Marmara. Apakah dalih tersebut masuk akal? Perhatikanlah gambar foto dan video "koleksi" senjata di kapal Mavi Marmara di bawah ini yang katanya dipakai untuk menyerang tentara Israel. Bukankah "senjata-senjata" seperti itu terdapat di hampir semua kapal, bukan hanya di Mavi Marmara? Lagipula, kalau berniat memerangi pasukan Israel yang bersenjata canggih, mengapa pakai pisau dapur dan peralatan rumahtangga lainnya sebagai senjata? senjata-senjata di kapal Mavi Marmara senjata-senjata di kapal Mavi Marmara Diposkan oleh Acilbae di 12:49 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Label: Pedulikah Anda? Universalis Tauhid Bukan Agama Walau hampir semua orang yang berpaling ke agama adalah demi memperoleh kenyamanan dan jawaban-jawaban [yang "pasti benar"], Universalisme Tauhid (UT) justru menantang orang-orang untuk menemukan sendiri jawaban-jawabannya. Bahkan pada kesempatan yang jarang ketika menyarankan suatu jawaban, agama UT seringkali bersikeras agar orang tersebut menantang, membandingkan, dan menimbang-nimbang jawaban yang disarankan itu. Di Amerika Serikat [dan begitu pula di Indonesia], kebanyakan agama bersifat otoritatif, bertolak belakang dengan Universalisme Tauhid (UT) yang didasarkan pada akal dan kebebasan iman individual. Bagi kebanyakan orang, agama UT menyajikan begitu banyak kebebasan untuk memilih [sehingga dapat menjadikan kita kewalahan]; banyak orang lebih suka agar seseorang atau suatu institusi menyediakan jawaban-jawaban terhadap berbagai misteri kehidupan. Secara kultural, sebagian besar orang Amerika bahkan tidak menyadari bahwa agama Universalisme Tauhid itu ada. Jutaan orang lulus dari sekolah menengah dan perguruan tinggi tanpa pernah mendengar atau membaca mengenai agama ini. Keadaan ini mungkin terjadi karena kebanyakan orang Amerika hanya mengakui tiga agama besar: Katolik, Protestan, Yahudi. Universalisme Tauhid, sebuah agama dengan pola-pikir yang sangat lain, bukanlah agama besar [yang penganutnya banyak sekali]. Lantaran alasan-alasan tersebut, dan juga lantaran keengganan kami untuk menarik penganut baru, kebanyakan anggota-baru komunitas UT menemukan agama UT secara kebetulan; kita penasaran bagaimana jumlah penganut agama UT bisa sebanyak sekarang ini. Bagaimanapun, buku kecil [100 Soal-Jawab] ini mungkin dapat menyediakan beberapa informasi yang berguna bagi mereka yang mempertimbangkan agama alternatif. ———— Diposkan oleh Acilbae di 12:39 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Label: Pedulikah Anda? Tokoh-Tokoh Universalis Tauhid Siapa sajakah orang-orang UT (Universalis Tauhid) yang menjadi tokoh (orang terkenal)? Lima orang presiden Amerika Serikat merupakan orang Unitarian: John Adams, Thomas Jefferson, John Quincy Adams, Millard Fillmore dan William Taft. Walaupun tidak secara spesifik mengidentifikasi diri dengan agama apa pun, Abraham Lincoln memiliki sandaran Universalis. Berikut ini daftar orang-orang UT lainnya yang menjadi tokoh (orang terkenal) pula: Horatio Alger (1832-1899), penulis buku untuk anak-anak. Louisa May Alcott (1832-1888), penulis Little Women dan sejumlah buku lainnya. Tom Andrews, [politisi] anggota Kongres, [kini memimpin organisasi Win Without War]. Susan B. Anthony (1820-1906), organisator gerakan hak-pilih wanita. George Bancroft (1800-1891), pendiri U.S. Naval Academy. Adin Ballou (1803-1890), kritikus mengenai kezaliman kapitalisme. P.T. Barnum (1810-1891), pemilik Barnum and Bailey Circus, pendiri Tufts University. Bela Bartok (1881-1945), komposer Hungaria. Clara Barton (1821-1912), pendiri American Red Cross. Alexander Graham Bell (1847-1922), penemu telepon; pendiri Bell Telephone Company. Henry Bergh (1811-1888), pendiri American Society for the Prevention of Cruelty to Children. Nathaniel Bowditch (1773-1838), ahli matematika, navigator, astronom. Ray Bradbury, penulis fiksi ilmiah. William Cullen Bryant (1794-1878), penulis dan editor suratkabar. Charles Bulfinch (1763-1844), arsitek bangunan United States Capitol. Luther Burbank (1849-1926), ahli Botani. Robert Burns (1759-1796), penyair dan penulis lagu Skotlandia. William Ellery Channing (1780-1842), abolisionis, pendiri Unitarianisme di Amerika. William Cohen, Senator A.S. dari Maine. Nathaniel Currier (1813-1888), litografer, partner James Merritt Ives. E.E. Cummings (1894-1962),penyair, terkenal lantaran gaya dan tekniknya yang tidak ortodoks. Charles Darwin (1809-1882), ilmuwan, evolusionis, penulis On the Origin of Species. Charles Dickens (1812-1870), novelis Inggris. Dorothea Dix (1802-1887), aktivis reformasi institusi penyakit jiwa. Don Edwards, [politisi] anggota Kongres dari California sejak 1965. Charles William Eliot (1834-1926), presiden Harvard University, editor Harvard Classics. Ralph Waldo Emerson (1803-1882), pendeta Unitarian, filosof, essayis. Edward Everett (1794-1865), presiden Harvard University, gubernur Massachusetts, pendeta UT. Fannie Farmer (1857-1915), pakar koki (ahli memasak). Benjamin Franklin (1706-1790), ilmuwan, penulis, negarawan, pencetak. Margaret Fuller (1810-1850), pelopor feminisme. Tokoh utama dalam gerakan Transendentalis dan editor The Dial, bersama dengan Ralph Waldo Emerson. William Lloyd Garrison (1805-1879), abolisionis, editor The Liberator. Horace Greeley (1811-1872), jurnalis, politisi, editor dan pemilik New York Tribune, jawara serikat pekerja dan koperasi. Edward Everett Hale (1822-1909), pendeta Unitarian dan pengarang The Man Without a Country. Andrew Hallidie (1836-1900), penemu mobil berkabel. Bret Harte (1836-1902), penulis, pengarang The Luck of Roaring Camp. Nathaniel Hawthorne (1804-1864), novelis, penulis The Scarlet Letter. John Haynes Holmes (1879-1964), ikut mendirikan American Civil Liberties Union. Oliver Wendell Holmes, Jr. (1841-1935), pengacara dan anggota U.S. Supreme Court, 1902-32. Julia Ward Howe (1819-1910), komposer Battle Hymn of the Republic. Samuel Gridley Howe (1801-1876), pelopor pemerhati orang tuli dan orang buta. Abner Kneeland (1774-1844), penganjur land reform, pendidikan publik dan pengendalian kelahiran. Henry Wadsworth Longfellow (1807-1882), penyair, pengarang Paul Revere's Ride. James Russell Lowell (1819-1891), penyair, tokoh anti-perbudakan, dan pendeta Unitarian. Horace Mann (1796-1859), pemimpin gerakan sekolah publik, pendiri sekolah publik pertama di Amerika, di Lexington, Mass., President of Antioch College, [politisi] anggota Kongres A.S.. John Marshall (1755-1835), Chief Justice of the United States Supreme Court. Thomas Masaryk (1850-1937), presiden pertama Cekoslowakia (1920), penyokong demokrasi dan keadilan social. Herman Melville (1819-1891), penulis, pengarang Moby Dick. Samuel Morse (1791-1872), penemu telegraf dan Kode Morse. Florence Nightingale (1820-1910), perawat Britania dan pembaharu rumahsakit. Thomas Paine (1737-1809), editor dan penerbit Common Sense. Theodore Parker (1810-1860), tokoh utama gerakan Abolisionis di kawasan Boston. Linus Pauling, ahli kimia, pemenang Nobel Peace Prize, 1962. Beatrix Potter (1866-1943), pengarang Peter Rabbit dan sejumlah cerita anak-anak lainnya. Joseph Priestly (1733-1804), penemu oksigen, pendeta Unitarian. Elliot Richardson, mantan Menteri Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan, dan Jaksa Agung (1973). Paul Revere (1735-1818), pandai-perak dan pahlawan. Benjamin Rush (1745-1813), penandatangan Declaration of Independence; dokter ahli jiwa, dipandang sebagai Father of American Psychiatry. Carl Sandberg (1878-1967), penyair, pemenang Pulitzer Prize untuk karya biografinya mengenai Abraham Lincoln. Ted Sorenson, ajudan dan penulis pidato John F. Kennedy. Charles Steinmetz (1865-1923), insinyur listrik, pemegang 200 hak paten, terkenal lantaran kajian teoretisnya mengenai arus bolak-balik. Adlai Stevenson (1900-1965), Gubernur Illinois, calon Presiden, Duta Besar A.S. untuk PBB. George Stephenson (1781-1848), insisnyur Inggris, penemu lokomotif pertama. Gilbert Charles Stuart (1755-1828), seniman, terkenal lantaran potret George Washington karyanya. Sylvanus Thayer (1785-1872), insinyur, pendiri U.S. Military Academy. Henry David Thoreau (1817-1862), essayis dan naturalis, pengarang Walden Pond. Hendrik Wilhem Van Loon (1882-1944), ahli sejarah dan penulis. Kurt Vonnegut, penulis, pengarang Slaughterhouse-Five. Daniel Webster (1782-1852), orator, Senator, Menteri Luar Negeri, calon presiden A.S. Josiah Wedgwood (1730-1795), pembuat barang-barang tembikar Inggris, pendiri Wedgwood Pottery. Frank Lloyd Wright (1869-1959), arsitek. Owen D. Young (1874-1962), Chairman of General Electric Company. Whitney Young (1921-1971), ketua Urban League. ———— Diposkan oleh Acilbae di 12:35 Label: Pedulikah Anda? Pengikut Powered by minangakumoring Minanga Cindo.

joni sepriyan:Kerajaan Skala Brak | Melayu Online

Kerajaan Skala Brak | Melayu Online

Lintang IV Lawang: Sejarah Berdirinya Sriwijaya sampai runtuhnya dan terbentuknya daerah Lintang (Bag.1)

Lintang IV Lawang: Sejarah Berdirinya Sriwijaya sampai runtuhnya dan terbentuknya daerah Lintang (Bag.1)

BAYU NOVIANDO: MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA

BAYU NOVIANDO: MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA: Minanga komering, Ogan komering ulu timur. di perkirakan Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nama Minanga ( Komering Ulu Sumatera Selatan ) se...

IBU KOTA SRIWIJAYA AWAL ADALAH MINANGA KOMERING,komering is part of lampung ethnic

MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA Minanga komering, Ogan komering ulu timur. di perkirakan Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nama Minanga ( Komering Ulu Sumatera Selatan ) sebagai nama tempat sudah ada semenjak sebelum Van Rokel membaca prasasti kedukan bukit tahun 1924. Oleh karena itu nama Minanga di Komering Ulu itu bukanlah mencontoh kebesaran nama dalam prasasti kedukan bukit. Ini terlihat dalam suatu piagam perjanjian tahun 1629 dengan mamakai tulisan Arab-Melayu oleh kesultanan Palembang yang pada waktu itu di berkuasa Sedaing Kenayan mengenai tapal batas Marga Minanga. Piagam tersebut masih tersimpan sebagai dokumen Marga Semendawai Suku III. Minanga yang kita identifikasikan sebagai ibukota Sriwijaya sekarang adalah merupakan nama dua buah desa yaitu desa Minanga Tengah dan desa Minanga Besar . Desa Minanga sekarang terletak di daerah rawa-rawa dataran rendah. Daerah yang agak tinggi permukaannya mengelilingi desa-desa tersebut yaitu di sebelah hulu sungai disekitar daerah Betung (dahulu bernama Kedaton) di sebelah barat ada dataran tinggi yang membentang sampai ke batas Kedaton dan sungai Ogan. Jadi bahwa kawasan Minanga berada di antara dua daerah yang bernama Kedaton yang berada di pedalaman Sumatra Selatan di pinggir Sungai Komring. Ada yang menarik tentang nama-nama tempat sebagai petanda monumen sejarah yang terdapat di Desa Minanga Komring Ulu dengan menamai kampungnya dengan nama-nama yang memberi kesan seolah-olah tersebut ada bekas pusat suatu pemerintahan antara lain : Kampung Ratu — Menggambarkan komplek Perumahan para Raja-raja Kampung Kadalom — menggambarkan adanya kompleks perkampungan para abdi dalam. Kampung Balak — berasal dari kata Bala atau Laskar kedaton Kampung Binatur — berasal dari kata Batur yang berarti pelayan keraton Pasar Malaka — yang sekarang merupakan ladang penduduk yang di yakini oleh penduduk setempat dahulunya merupakan tempat orang memperdagangkan barang dagangan dari Malaka. Nama nama tersebut sudah ada sama tuanya dengn nama Minanga komring ulu yang sudah ada sejak sebelum tahun 1629 Masehi Kemudian di kawasan Minanga ini banyak sekali kita jumpai Makam Kuno ( makam keramat ) lebih kurang terdapat 15 makam kuno sepanjang uluan sungai komring yang di kenal dan di percayai oleh penduduk setempat merupakan makam Raja-Raja maupun panglima perang jaman dulu yang menjadi keramat bagi desa desa sekitar. Antara lain : Pu-Hyang ( Puyang ) Ratu Kadi yang berarti Pangeran Mahkota Pu-Hyang ( Puyang ) Naga Brinsang yang berarti Raja Naga Ajaib. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Alam Basa Berarti Raja Alam berasal dari Dewa. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Randah ( Randuh ) yang berarti Raja yang dapat berpndah- pindah tempat. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Ranggah yang berarti raja banyak Cahang. - Pu-Hyang ( Puyang ) Marabahu ( diucapkan Marbau ) yang berarti Raja yang berkali-kali mati dan hidup kembali. - Tan Junjungan ( Puyang Tan Junjungan ) yang berarti panglima yang penuh sanjungan. - Tan Adi ( Puyang Tan Adi ) yang berarti Panglima Utama - Tan Aji ( Puyang Tan Aji ) yang berarti Panglima Raja - Tan Mandiga ( Puyang Tan Mandiga ) yang berarti Panglima yang ampuh. - Tan Salela ( Puyang Tan Salela ) yang berarti Panglima yang menarik hati - Tan Robkum ( Puyang Tan Robkum ) yang berarti Panglima yang tahan rendam dalam air. - Tan Hyang Agung ( Puyang Tihang Agung ) yang berarti Panglima dewa Agung - Tan Minak Batara ( Puyang Minak Batara ) yang berarti panglima turunan Raja - Tan Mahadum ( Puyang Mahadum ) yang berarti panglima penyelamat. Jarak Minanga dengan Pantai timur sekarang jika di tarik lurus horizontal lebih dari 100 Km. Karena Minanga berada di pinggir sungai yang sekarang di kenal dengan sungai Komring maka penduduknya di sebut orang Komring. W.V. Van Royen dalam bukunya “ De Palembang Sche Marga ( 1927 ) “ tidak menyebut orang komring tetapi “ Jelma Daya “ . Nama sungai Komring sendiri diambil dari nama seorang yang berasal dari India yang bernama Komering Singh ,makam nya terdapat di sebelah hulu desa Muara Dua , sungai yang mengalir mulai dari makam tersebut tepatnya mulai dari Muara Selabung yang mengalir ke hilir sampai muara Plaju di sebut sungai Komring . Menurut sejarah Kabupaten Ogan Komering Ulu ( 1979 ) Jelma Daya kelompok pertama yang turun dari gunung Seminung melalui Danau Ranau kemudian seterusnya menelusuri sungai Komring sampai di Gunung Batu adalah kelompok Samandaway. Samandaway berasal dari kata Samanda Di Way yang berarti mengikuti aliran sungai. Pada tahun 1974 telah ditemukan sebuah arca Budha yang terbuat dari Perunggu ukuran tinggi ±35 cm, tebal 11 cm di temukan 15 km dari desa Minanga yang di temukan tidak sengaja oleh petani setempat yang kemudian menjadi barang koleksi pribadi mantan bupati OKU pada saat itu. Minanga hanyalah monumen sejarah dalam bentuk nama tempat, tapi kawasan Minanga purba adalah begitu luas yaitu paling sedikit sebesar Marga Semendawai Suku III dan di sebelah barat berbatasan dengan daerah Kedaton ( Ogan Ulu Sumatera Selatan ). Karena langka nya peninggalan Sriwijaya dalam bentuk benda kepurbakalaan di manapun termasuk di daerah Minanga ( Komring Ulu sumatera selatan ) maka alternative lain yang harus di cari identitasnya ke dalam nilai-nilai Budaya dimana salah satu aspek budaya yang penting dan masih menonjol adalah Bahasa . : “ Bahasa adalah alat utama Kebudayaan. Tanpa Bahasa kebudayaan tidak mungkin ada. Kebudayaan tercermin dalam Bahasanya. ( S Gazalba 1966 : 102 ) “ Seperti di utarakan di muka bahwa rumpun Seminung mempunyai bahasa dan tulisan sendiri. Orang Rumpun Seminung tergolong suku Malayu Kuno ( Proto Malayan Tribes ), bahasanya banyak terdiri dari bahasa Malayu Kuno , bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Bahasa Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, dan prasasti lainnya dalam periode Shi-Li-Fo-Shih ( 670 s.d 742 Masehi ) adalah bahasa Malayu Kuno dan kausa katanya banyak yang tertinggal dalam bahasa Rumpun Seminung ( Komering, Daya,Ranau, Lampung ). Sebagai perbandingan kita mengambil contoh adalah prasasti Telaga Batu : menurut bacaan dan terjemahan Prof.Dr.J.G. de Casparis dalam bukunya “ Selted inscription from the 7 th to the 9 th century A.D (1956)” . Prasasti itu terdiri dari 28 baris dengan jumlah ±709 kata-kata yang sudah terbaca, dari kata-kata tersebut terbentuk ±311 bentukan kata yang tidak kurang dari 50 kata yang terbukti di pakai dalam bahasa Komering (Rumpun Seminung). Antara lain sebagai berikut : Bahasa Sriwijaya Bahasa Komering Indonesia (Prasasti Melayu Kuno) - Awai - Awai - Memanggil - Dangan - Jongan - Cara - Hulun - Hulun - Orang asing - Inan - Inan - Biarkan - Katahuman - Katahuman - Tertangkap tangan - Labhamamu - La(m)bahanmu - Tempat tinggalmu - Mulam - Mulang - Kembali - Mancaru - Macuaru - Mangacau/menghianat - Muha - Muha - Angap ringan / boros - Muah - Muah - Lagi / Masih ada - Marpadah/Padah - Mapadah/Padah-Tanggulangi / Andalan - Pira - Pira - Berapa - Puhawam - Puhawang - Pawang / Peramal - Ri - RI - Bersama - Sarambat - Sarambat - Setangkai - Talu - Talu - Kalah / tunduk - Tapik/Manapik - Tapik/Manapik - Menghindar/elak/serang - Tuhan - Tuhan - Milik Tidak teridentifikasinya Minanga Komring Ulu sebagai ibukota Sriwijaya selama ini di karenakan : 1. Para ahli sejarah tidak mengetahui bahwa ada Minanga di daerah Komering Ulu Sumatera Selatan yang berada di Muara Sungai di tepi Pantai pada waktu itu, sehingga orang mencari Minanga di luar Sumatra Selatan di dasarkan kepada semata-mata kesamaan bunyi dan penggantian huruf. 2. Penelitian Geomorfologi semata-mata di tujukan hanyalah penelitian kedudukan Jambi dan Palembang apakah berada di tepi pantai atau tidak pada jaman Sriwijaya 3. Minanga dalam Prasasti kedukan bukit di satukan dengan kata Tamvan sebagai Toponim (nama tempat ), Minanga yang tersebut dalam prasasti kedukan bukit di tafsirkan sebagai daerah yang ditundukkan oleh sriwijaya hanya semata-mata untuk memperkuat Palembang sebagai ibukota Kerajaan.. 4. Para ahli sejarah hanya mau mengakui sesuatu atau mengarahkan penelitian pada suatu tempat kalau sudah ada bukti arkeologis di ketemukan lebih dahulu, sedangkan sumber sejarah bukan terletak kepada benda arkeologis semata, tetapi juga dalam bentuk ciri-ciri budaya, bahasa dan lain-lain peninggalan kebudayaan masa lampau yang dapat di jadikan petunjuk awal. 5. Karena tidak di ketahui bahwa Minanga ada di Komering Ulu Sumatera Selatan maka ia tersisihkan dari obyek penelitian sehingga tidak di temukan benda-benda yang bersifat arkeologis. Benda-benda arkeologis itu hanya di tunggu atau di harapkan untuk di ketemukan secara kebetulan seperti yang kita alami sekarang. Berikut merupakan Arca yang di temukan di MINANGA KOMERING OKU, secara tidak sengaja oleh warga setempat. sayangnya letak dari MINANGA KOMERING berada di pedalaman di pesisir sungai komering, sehingga para arkeolog dan ahli sejarah tidak mengetahui keberadaan minanga komering. sehingga luput dari obyek penelitian. Sumber \: By Agung Arlan Posted 2nd May by Aditya Pambudi Labels: sejarah sriwijaya wilayah sriwijaya kekuasaan sriwijaya minanga asal kerajaan sriwijaya minanga komering sriwijaya Aditya pambudi BELITANG Informasi seputar Cultur sosial masyarakat OKU Timur dan suku komering SUMSEL. Budaya pantun Komering Ombai Akas lagu daerah sumatera selatan komering Komering is etnic from proto melayu Bahasa Suku Komering Sumatera selatan Investasikan uang anda dengan modal Rp.25.000 di Investhemat.com INVESTASI HEMAT HANYA 25RB HASIL MELIMPAH Objek wisata budaya OKU Timur Asal usul nama daerah di wilayah OKU Timur Sumatera Selatan Mencari ’Biduk’ di Sungai Komering AYO WISATA BUDAYA KOMERING, South sumatra INDONESIA Kata Kata Kasar dalam Bahasa Palembang sumatera selatan MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nesto rapper bangsat, lirik Angkata 45 palembang hip hop suku KOMERING asli indonesia Kenapa cowok suka cemburu tidak jelas? Jalan di kota belitang nyak kumoring niku kumoring NESTO lips sync versi SPEED nesto HIP HOP komering Mencegah dari hacker facebook Membuat update status via Nama sendiri belajar bahasa komering palembang sumatera selatan belajar bahasa komering palembang sumatera selatan aditya pambudi, Live Online Television, Web TV Channels Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler KELAS 12 IPS 2 SMAN 1 BELITANG angkatan tahun 2008-2011 gendig sriwijaya Lyrics88: Lirik Lagu Detik Antara Waktu - Misha Omar Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler junniferband.blogspot.com cord lirik berhenti berharap sheila on7 cord lirik lagu buat aku tersenyum sheila on7 cord lirik R.I.P bondan prakoso cord lirik bondan prakoso waktu cord lirik musik kita selamanya bondan prakoso cord lirik lagu bondan prakoso not with me cord lirik lagu garuda di dadaku NETRAL Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler di aditya pambudi blogsot.com Video Bencana Tsunami aceh 26 desember 2004 December 2nd, 2010 Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler Utopia - Mencintaimu Sampai Mati (Indonesian Song) November 27th, 2010 Home - PUTIH TULANGKU Mimpi aneh dan misterius Aditya Pambudi Putra BELITANG Budaya pantun Komering Apa saja yang bisa digali dalam budaya Komering itu? ternyata bila kita mau mendalami budaya suku yang satu ini, ada sebuah budaya yang ternyata sejak dulu sudah sering dilakukan, baik itu diacara-acara keagamaan, sosial, seni, kemasyarakatan ataupun acara-acara rakyat lainnya. Apa budaya itu? budaya itu adalah pantun. Pantun buat orang Komering adalah sebuah seni sastra yang sudah lama berlangsung, Setiap desa dari mulai hulu komering sampai hili Komering semua mempunyai kekayaan dalam berpantun. Pantun juga kadang buat sindiran, motivasi, ledekan, nasehat, gurauan, bahkan juga untuk menentukan status. Pantun dikomering juga seperti yang lain, ada yang sopan, setengah sopan, sampai ada juga yang agak jorok, namun dari beberapa pantun yang saya lihat, kebanyakan masyarakat Komering itu bila berpantun cukup santun. jarang saya dengar ada bahasa-bahasa jorok, kalaupun ada biasanya itu cuma intermeso. Saya sendiri yang ada di Jakarta sering mendengar yang tua-tua bila kumpul dalam sebuah acara gunung batu, berapa kali mendengar mereka berbalas pantun, beberapa hari yang lalu saja, saya ditantang oleh salah seorang "nenek-nenek" Gunung Batu untuk bertanding dengan pantun-pantunya. Terus terang saya kewalahan, karena ternyata persediaan pantun beliau itu cukup banyak, sedangkan saya cuma secuil, wah...kena batunya saya...padahal beliau mau berpantun karena saya pancing dengan pantun yang saya punya, itu juga dari ibu saya. Pantun ternyata juga merupakan budaya yang unik di Komering, Pantun juga kadang bisa menggambarkan kondisi daerah atau tokoh atau penduduk pada masa lalu, bagaimana kehidupan mereka pada saat pantun itu dilantunkan, pantun juga bisa muncul karena adanya sesuatu, misalnya bila anda tidak jadi kawin, siap-siap adan dibuatkan pantung oleh orang yang iseng...hehehhe...sudah banyak orang yang dibikinin pantun karena putus cinta, gagal kawin, ngomong besar, suka jahil. Ada lagi, kalau misalnya anda tokoh masyarakat atau alim ulama tapi kelakuan anda tidak beres, siap-siap saja ada pantun buat anda, makanya digunung batu atau komering lebih baik kita biasa-biasa ajalah, mengalir seperti air, karena kalau kelakuan kita gak beres, wah banyak mata dan mulut siap buatkan pantun yang "manis" sebagai kenang-kenangan untuk kita yang tidak bisa menjaga perilaku, gak enaknya pantun itu bisa abadi dan dingat-ingat orang terus...mudah-mudahan jangan ya para saudaraku terjadi seperti itu....Gunung Batu sendiri, menurut ibu dan kakek saya dulu cukup banyak bertaburan pantun-pantunnya, cuma sayang saja tidak ditulis, padahal kalau ditulis, itu bisa menjadi kekayaan masyarakat Komering. Pantun sendiri biasanya ada yang mudah tercipta ada juga yang perlu persiapan, misalnya dengan mengarang. Ciri dari pantun Komering itu sendiri tidak jauh beda dengan pantun daerah-daerah lain, kebanyakan dengan sistemnya memakai sistem a-b-a-b, jarang sekali saya lihat mereka menggunakan sistem a-a-b-b, atau dengan sistem yang acak, pantun komering bunyinya teratur, pantun komering bagi yang mengerti, kedengarannya cukup unik. Sebaiknya menurut saya kaum muda Komering itu segera mencatat budaya pantun ini, masak kita harus mengikuti cara dulu lagi dengan budaya lisan, khan sudah kita ketahui bahwa banyak orang yang kurang suka dan tidak senang bahkan tidak percaya dengan budaya lisan, makanya kita yang sudah cinta dengan budaya ini harus segera mencatat pantun-pantun itu. Mari kita budayakan pantun komering, dan mari kita jadikan pantun yang ada diforum ini menjadi pantun terpanjang di FACEBOOK...kalau bisa....bagi yang bukan warga Komering, mari kita saling mengenal budaya antar daerah..dengan pantun mari kita tingkat rasa persaudaraan kita sesama anak bangsa.. Terakhir ada pantun nasehat dan sindiran buat kita semua, terutama saya nih... dari kakek-kakek saya dulu icak-icak kayo, tarumpah mih kabolah icak-icak badan gogah, maknaja badan sobah. lampuyang cakak dampan uwol cakak hidangan alu marotok mojong kangkung tumbuh di t.....i (gak enak ah nyebutnya..) Ini betul-betul sindiran buat saya, bukan ditujukan kepada siapa-siapa lho.....wah yang lain jangan tersinggung ya..tahu nih pantun apa bukan ya..hehehe.. http://junniferbelitang.blogspot.com sumber :sejarahgunungbatu.blogspot.com Posted 4 weeks ago by Aditya Pambudi Labels: suku komering bahasa komering komering rumah komering pantun komering Loading Send feedback

The Rise of Sriwijaya Empire ( The Legend of Jaya Naga ) By : Agung Arlan:MINANGA ,KOMERING MINANGA,ULUN LAMPUNG PENDIRI SRIWIJAYA

Agung Arlan permalink The Rise of Sriwijaya Empire ( The Legend of Jaya Naga ) By : Agung Arlan Pada tahun 600 Masehi terdapat suku di pedalaman Sumatera Selatan yang di kenal dengan nama suku Sakala Bhra ( purba ) yang berarti Titisan Dewa , suku ini mendiami daerah pegunungan dan lembah bagian utara di sekitar gunung Seminung daerah perbatasan Sumatera Selatan dengan Lampung . Suku ini terpecah menjadi dua kelompok masyarakat, yang pertama yang mendiami kawasan sekitar gunung Seminung dan turun ke lembah bagian utara sampai ke Lampung kemudian sebagian lagi turun ke daerah bawah dengan mengikuti aliran sungai di daerah huluan sumatera selatan yang kemudian di kenal dengan suku SAMANDA_DI_ WAY yang berarti orang yang mengikuti aliran sungai dan berakhir di Minanga ( Purba ), suku ini yang kelak kemudian asal mula suku Daya, Komering, Ranau,. ( Van Royen -1927 ) Minanga karena kedudukannya di tepi Pantai di tinjau dari berbagai segi memikul beban sebagai ibukota negara. Adapun bahasa yang mereka pergunakan adalah Bahasa Malayu Kuno atau Proto Malayu yang merupakan cikal bakal bahasa komering, didaerah uluan sumatera selatan. Kerajaan tersebut di pimpin oleh seorang Raja yang hebat dan sakti , yang bernama JAYA NAGA kemudian oleh masyarakat pedalaman di beri Gelar DA-PUNTA-HYANG yang berarti Maha Raja yang Keramat , sekarang pun di daerah uluan sumatera selatan masih dapat kita kenal gelar Pu-Yang untuk orang yang kita anggap sesepuh maupun orang yang mempunyai kesaktian tinggi.. Kerajaan ini kemudian di kenal dengan negeri kedatuan SRIWIJAYA disebut juga dalam kronik ( tulisan ) di negeri china yaitu kerajaan Shi Li Fo Shih Kerajaan ini setiap tahun nya mengirim utusan ke negeri china tercatat sejak tahun 670 s/d 742 yang pada saat itu di negeri China sedang berkuasa Dinasti Tang ( 618–907 ). Disebut pada dalm satu tulisan di negeri China bahwa ada kerajaan dari laut china selatan yang selalu mengirim utusannya ke Tiongkok, kerajaan itu bernama Shi-Li-Fo-Shih yang di transeleterasikan menjadi Sriwijaya. Pada tahun 671 Masehi seorang pendeta China yang bernama It-Tsing mengunjungi kerajaan ini dalam perjalanannya menuju India untuk memperdalam ajaran Budha. It-Tsing menetap 6 bulan di Minanga ibukota kedatuan Sriwijaya untuk memperdalam bahasa Sansekerta , dengan bantuan Dapunta Hyang Sri Jaya Naga , It-Tsing Berangkat menuju tanah Melayu ( Jambi ) dan menetap selama 2 bulan sebelum melanjutkan perjalanan melalui Kedah terus keutara menuju India. Dapunta Hyang Sri JayaNaga sangat di sayangi dan di sanjung oleh rakyatnya karena selain mempunyai kesaktian tinggi juga merupakan pemimpin yang arief , bijaksana dan adil terhadap rakyatnya. Jaya Naga juga seorang penganut Budha yang taat. Dengan Kesaktiannya ia dapat mengetahui dan membaca gerak gerik alam, langit, matahari,bulan, bintang , hawa, hujan, angin, batu, tanah dan hewan, sehingga penduduk kedatuan ini menganggap Jaya Naga merupakan sosok titisan Dewa diatas Brahmana yang merupakan perantara manusia dengan sang Ghaib yang diturunkan ke bhumi untuk menjaga dan melindungi pulau surga (Swarna Dwipa). Setiap kata yang diucapkannya merupakan petunjuk, setiap petuah dan nasehat menjadi adat dan istiadat, kebaikannya merupakan anugerah dan kebahagian bagi penduduk dan kemarahan beliau merupakan malapetaka. Setiap daerah taklukkannya Jaya Naga selalu menunjuk pemimpin setempat yang di ambil dari Jurai Tua ( sesepuh masyarakat ) untuk menjadi Datu ( Ratu – pemimpin ) di daerahnya sendiri tetapi tetap terikat sebagai bagian dari daerah kedatuan Sriwijaya. Jaya Naga juga mampu menyatukan beberapa rumpun suku yang ada di daerah pedalaman atau uluan sumatera selatan yang awalnya semua penduduk berasal dari tiga rumpun suku yang mendiami tiga gunung yang ada yaitu Gunung Seminung, Gunung Dempo dan Bukit Kaba, System pemerintahan inilah yang kelak menjadi asal mula system pemerintahan Marga yang ada di daerah uluan sumatera selatan. Kedatuan Sriwijaya terkenal merupakan kerajaan yang makmur dengan hasil alamnya berupa kayu kamper, kayu gaharu, Pinang, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Selain itu juga kerajaan Sriwijaya merupakan pusat kebudayaan agama Budha Mahayana yang mana daerah ini merupakan perlintasan perjalanan para pendeta budha yang ingin memperdalam pertapaannya dari India ke China maupun sebaliknya, dan dalam perkembangannya kerajaan Sriwijaya merupakan pusat Studi agama Budha di kawasan Asia tenggara terutama daerah semenanjung Selat Malaka dan Selat Sunda terbukti dari catatan It-Tsing, kerajaan Sriwijaya mempunyai 1.000 pendeta Budha, pendeta Budha yang cukup terkenal dari Kedatuan Sriwijaya ini bernama Sakyakirti. Penduduk kerajaan ini sebagian merupakan petani dan sebagian lagi merupakan saudagar yang melakukan perdagangan dengan India , Melayu dan China . Pedagang dari Tiongkok dagang ke Sriwijaya dengan membawa keramik ,porselein dan sutra untuk di tukarkan dengan emas, permata dan komoditas lain dari negeri ini yang merupakan tempat dimana komoditas penting pada jaman itu sampai dengan sekarang merupakan kekayaan alam pulau ini sehingga orang pada masa itu menyebut pulau ini dengan Pulau Surga ( Swarna Dwipa ) . Kerajaan ini di aliri oleh sungai-sungai ( kanal-kanal) kecil yang memasuki perkotaan sehingga perahu merupakan sarana transportasi penting masyarakat kota tersebut sehingga kerajaan ini terkenal dengan armada kapal – kapal yang kuat dan rapi yang kemudian dapat menguasai seluruh kawasan pelayaran di selat Malaka dan selat Sunda . Pada saat itu pelabuhan Palembang yang merupakan pintu masuk ke perairan sungai-sungai yang ada di uluan sumatera selatan banyak di kuasai perompak-perompak. Kondisi seperti ini membuat kapal kapal yang berlayar di pantai timur pulau sumatera berlabuh di pelabuhan Melayu ( Jambi ) kemudian melanjutkan pelayaran tanpa memasuki pelabuhan Palembang. Kisah perkembangan kerajaan Sriwijaya ini dimulai dari apa yang diutarakan dalam Prasasti Kedukan Bukit. Pada Hari kesebelas bulan terang bulan Wai Saka tahun 605, Dapunta Hyang Jayanaga berperahu kembali ke Minanga selepas melakukan pertapaan di gunung Seminung. Dalam pertapaannya Jaya Naga meminta restu dan memohon petunjuk dan kekuatan dari sang Ghaib di Gunung Seminung untuk menaklukkan tempat-tempat yang strategis agar dapat menguasai jalur pelayaran di Laut Cina Selatan di karenakan pada waktu itu Minanga ( ibukota kerajaan ) terletak dalam suatu teluk dimana sungai komering bermuara kurang strategis di pandang dari sudut perdagangan. Untuk Mewujudkan cita – citanya tersebut Dapunta Hyang Sri Jaya Naga melakukan konsolidasi dengan daerah belakang yang satu rumpun yaitu rumpun Sakala Bhra (Purba). Kemudian Dapunta Hyang Sri Jaya Naga menaklukan daerah yang juga satu Rumpun tersebut yang terletak di sekitar bukit Pesagih di Hujung Langit Lampung Barat dan kemudian semua penduduk di ikat oleh Sumpah setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga untuk menjadi bagian dari kerajaan Sriwijaya. ( Prasasti Hujung Langit – Lampung Barat ) Sepulang dari penaklukan daerah belakang makin kuatlah pasukan kerajaan Sriwijaya yang di dukung oleh pasukan tambahan dari satu rumpun, pasukan atau laskar sriwijaya terkenal akan keberanian, dan kekuatannya. Dapunta Hyang Sri Jaya Naga mulai melakukan expansi pertamanya yaitu dia harus menaklukan Tanjung Palembang dan menunjuk Mukha Upang ( Kedukan Bukit ) di daerah palembang sebagai titik temu. Palembang pada jaman itu merupakan kota di pinggir pantai di mana bukit Sigiuntang merupakan tanjung palembang yang menjorok ke laut. Tempat ini adalah dataran tinggi yang merupakan mercu suar atau tempat pintu masuk ke tanjung Palembang yang merupakan akses laut menuju ke sungai sungai yang ada di sumatera.selatan. Pada peta pantai timur Sumatra purba di tepi pantai timur teluk purba terdapat 2 tanjung yang menjorok jauh kearah laut , kearah utara dengan jambi di ujungnya, dan yang timur menjorok kearah tenggara dengan Palembang berada diujungnya. Tanjung Palembang terbentuk oleh Bukit Siguntang sedang di selatan bukit ini terdapat teluk yang menjorok dalam lagi di mana sungai komering bermuara. Kemudian Dapunta Hyang Sri Jaya Naga membawa 20.000 ( Dua Puluh Ribu ) pasukannya dengan 1.312 berjalan kaki melalui daratan atau hutan belantara dan sebagian lagi membawa perahu mengikuti perairan. Selama dalam perjalanan terjadilah pertempuran – pertempuran kecil yang tidak terlalu berarti yang merupakan perlawanan dari daerah daerah yang di lintasi oleh laskar Kerajaan Sriwijaya. Pada tanggal 16 Juni 683 Masehi atau sekitar tujuh hari perjalanan sampailah rombongan pasukan yang di pimpin Dapunta Hyang Sri Jaya Naga di Muka Uphang. Perjalanan pasukan Sriwijaya mendapat kemenangan besar sehingga memberikan kepuasan bagi Sang Raja Dapunta Hyang Sri Jaya Naga, kemudian Sang Raja memerintahkan untuk membuat bangunan atau rumah ( barak ) untuk tempat para laskar Sriwijaya yang berjumlah 2 laksa laskar Sriwijaya , untuk mengabadikan kemenangan tersebut di pahatlah Prasati Kedukan Bukit . Setelah Mengadakan konsolidasi di daerah Mukha Upang ( Kedukan Bukit ) dan kemudian menguasai pelabuhan palembang , maka “ pada hari kedua bulan terang bulan Caitra tahun 606 Saka ( 23 Maret 684 M ) Dapunta Hyang Sri Jaya Naga sangat puas akan kesetiaan rakyat setempat. Oleh karena itu di bangunlah Taman Sriksetra dengan pesan agar semua hasil yang di dapat di dalam taman ini seperti Nyiur, Pinang, Enau, Rumbia dan semua yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, demikian pula halnya dengan tebat dan telaga agar dapat di pelihara sehingga berguna bagi sekalian makhluk. Untuk itu Dapunta Hyang Sri Jaya Naga memohon restu agar ia selalu sehat sentosa terhindar dari para penghianat yang tidak setia, termasuk para abdi bahkan oleh istri-istri beliau. Karena beliau tidak akan menetap lama beliau menambah pesannya : “ Walaupun dia tidak berada di tempat dimanapun dia berada janganlah hendaknya terjadi Curang, Curi, Bunuh dan Zinah di situ. Akhirnya di harapkan doa agar beliau mendapatkan Anuttara bhisayakasambodhi “ ( Parasasti Talang Tuo ) Setahun kemudian terjadilah pemberontakan yang di pimpin oleh Perwira Lokal yaitu Kandra Kayet sehingga menimbulkan korban termasuk salah satu Panglima Perang Sriwijaya terbunuh yang bernama Tan Drun Luah, walaupun demikian Kandra Kayet yang gagah perkasa dapat di di bunuh oleh Dapunta Hyang Sri Jaya Naga dan mati sebagai penghianat. Untuk mengingat hal ini maka di buatlah suatu prasasti persumpahan untuk mengikat setiap para pejabat lokal yang ada di daerah taklukan agar dapat tetap setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kalau tidak maka akan terkutuklah dan di makan sumpah ( Prasasti Telaga Batu ). Batu persumpahan yang dimaksud antara lain berbunyi : - “……. kamu sekalian, seperti kamu semuanya, anak raja, bupati, panglima Besar,…….hakim pengadilan……kamu sekalian akan dimakan sumpah yang mengutuk kamu. Apabila kamu sekalian tidak setia kepada kami kamu akan dimakan sumpah. ( 1-6 )”. - “ Apabila kamu berhubungan dengan pendurhaka yang menghianati kami …………orang yang tidak tunduk kepada kami serta kedatuan kami kamu akan di bunuh oleh sumpah kutuk ini. ( 7-8 ) “. - “ Apabila kamu menabur emas permata untuk meruntuhkan kedatuan kami atau menjalankan tipu muslihat………..dan apabila kamu tidak tunduk kepada negara kedatuan kami maka terkutuklah kamu akan dimakan dibunuh sumpah kutuk. ( 11-12 ) “. - “ Demikian pula apabila kamu melawan kepada kami di daerah-daerah perbatasan negara kedatuan kami kamu akan dimakan, di bunuh. (13-14). - “ ……lagi pula kami tetapkan pengangkatan menjadi datu dan mereka yang melindungi sekalian daerah negara kedatuan kami putra mahkota, putra raja kedua, dan pangeran lain yang didudukan dengan pengangkatan menjadi datu, kamu akan dihukum apabila kamu tidak tunduk kepada kami ( 19-20 )”. Secara Geografis palembang adalah tempat yang strategis untuk menguasai lalu lintas pelayaran di Laut China Selatan. Namun kebanyakan pada waktu itu kapal – kapal berlayar singgah di kerajaan Melayu ( Jambi ) yang juga merupakan pelabuhan strategis di pantai timur sumatera kemudian kapal kapal tersebut melanjutkan perjalanannya ke utara tanpa singgah lagi di pelabuhan palembang. Melihat kondisi seperti ini Dapunta Hyang Jaya Naga berencana untuk menaklukan kerajaan Melayu ( Jambi ) untuk di jadikan wilayah kekuasaan kedatuan Sriwijaya. Dapunta Hyang Sri Jaya Naga bersama pasukannnya segera menuju Melayu, yang dari semula tanah Melayu sudah di rencanakan untuk di tundukkan. Pada tahun 685 di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jaya Naga, Kerajaan Melayu takluk di bawah imperium Sriwijaya. Penguasaan atas Melayu yang kaya emas telah meningkatkan prestise kerajaan. Di abad ke-7, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan di Sumatera dan tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian imperium Sriwijaya. Untuk meneruskan perjalanan ke Selatan dengan tujuan akhir adalah bumi Jawa tentu saja Melayu harus segera pula di tinggalkan. Peristiwa pemberontakan Kandra Kayet terus saja terbayang oleh sri baginda dan ini di jadikan sebagai contoh oleh Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kepada setiap pejabat lokal bahwa setiap penghianatan, walau di lakukan oleh seorang perkasa sekalipun dapat di tumpas . kemudian penduduk kerajaan Melayu pun di ikat dengan Sumpah maka di pahatlah prasasti Karang Brahi. Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kembali berangkat dengan melalui lautan berarti harus melalui selat Bangka . Oleh karena itu kerajaan Bangka harus pula di tundukkan lebih dahulu. Setelah menaklukan kerajaan Bangka, Dapunta Hyang Jaya Naga bersiap melanjutkan perjalanannya ke Bumi Jawa, namun sebelum keberangkatan Sri Baginda, penguasa lokal dan rakyatnya harus di beri peringatan dan di ikat dengan persumpahan untuk selalu setia kepada Dapunta Hyang Sri Jaya Naga. Demikianlah pada akhirnya : “ Pada hari pertama bulan terang Waiseka tahun 608 Saka atau tahun 686 Masehi Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga meninggalkan Batu Prasasti Persumpahan yang kita kenal sebagai Parasasti Kota Kapur dan segera menuju Bumi Jawa yang tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Dalam perjalanan Sri Baginda menuju Bumi Jawa masih ada daerah yang berdiri sendiri di pantai timur Sumatera Bagian Selatan, untuk kepentingan keamanan penguasaan laut selatan, kerajaan itu harus pula di tundukan. Kerajaan itu sebenarnya berasal dari satu rumpun wangsa Sakala Bhra. Kerajaan itu adalah kerajaan Ye-Po-Ti ( Way Seputih ) di lampung Selatan. Sama dengan peristiwa- peristiwa lainnya, setiap beliau meninggalkan daerah – daerah yang rawan pemberontakan harus diadakan sumpah setia terlebih dahulu. Sumpah tersebut terpahat dalam Prasasti Palas Pasemah. Dari Way Seputih Rombongan langsung menuju Bumi Jawa, Dapunta Hyang Sri Jaya Naga mengutus salah Satu Panglima terbaiknya yang juga merupakan kerabat dekat kerajaan yaitu Dapunta Sailendra untuk memimpin pasukan Sriwijaya menuju Bumi Jawa. Dari data yang ada tampaknya mereka menuju Jawa tengah bagian utara. Pada saat inilah di nyatakan oleh berita di neger China ( Dinasti Tang ) bahwa kerajaan Sriwijaya terpecah menjadi dua bagian masing- masing mempunyai pemerintahan sendiri. ( Kronik Dinasti Tang ). Pada periode perkembangan kerajaaan Wangsa Sailendra di Jawa Tengah harus melaksanakan perintah Sri Baginda Dapunta Hyang Sri Jaya Naga untuk membangun candi di Ligor ( Muangthai ) candi tersebut baru selesai tahun 775 di resmikan oleh raja Wisnu dari Wangsa Sailendra. Sementara itu Dapunta Hyang Sri Jaya Naga kembali ke Minanga untuk melanjutkan memerintah Kedatuan Sriwijaya yang menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka dan Laut China Selatan . Berdasarkan prasasti Kota Kapur, Kerajaan Sriwijaya menguasai bagian selatan Sumatera hingga Lampung, mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Budha Sailendra di Jawa Tengah berada di bawah dominasi Sriwijaya. Masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Di akhir Abad ke 7 ibukota Minanga telah mengalami malapetaka hingga Silap atau hilang secara misterius di telan bumi. Keadaan ini membuat Sri Baginda Dapunta Hyang Jaya Naga bersedih sehingga mengasingkan diri ke Gunung Seminung untuk bertapa sampai akhir hayatnya.( Legenda Minanga Sigonong-Gonong ) Di angkat dari Buku : Periodisasi Kerajaan Sriwijaya Karangan : H.M. Arlan Ismail, SH ( 2003 ) Reply 2008 December 4 Agung Arlan permalink Minanga Ibukota Kerajaan Sriwijaya…….. Nama Minanga ( Komering Ulu Sumatera Selatan ) sebagai nama tempat sudah ada semenjak sebelum Van Rokel membaca prasasti kedukan bukit tahun 1924. Oleh karena itu nama Minanga di Komering Ulu itu bukanlah mencontoh kebesaran nama dalam prasasti kedukan bukit. Ini terlihat dalam suatu piagam perjanjian tahun 1629 dengan mamakai tulisan Arab-Melayu oleh kesultanan Palembang yang pada waktu itu di berkuasa Sedaing Kenayan mengenai tapal batas Marga Minanga. Piagam tersebut masih tersimpan sebagai dokumen Marga Semendawai Suku III. Minanga yang kita identifikasikan sebagai ibukota Sriwijaya sekarang adalah merupakan nama dua buah desa yaitu desa Minanga Tengah dan desa Minanga Besar . Desa Minanga sekarang terletak di daerah rawa-rawa dataran rendah. Daerah yang agak tinggi permukaannya mengelilingi desa-desa tersebut yaitu di sebelah hulu sungai disekitar daerah Betung ( dahulu bernama Kedaton ) di sebelah barat ada dataran tinggi yang membentang sampai ke batas Kedaton dan sungai Ogan. Jadi bahwa kawasan Minanga berada di antara dua daerah yang bernama Kedaton yang berada di pedalaman Sumatra Selatan di pinggir Sungai Komring. Ada yang menarik tentang nama-nama tempat sebagai petanda monumen sejarah yang terdapat di Desa Minanga Komring Ulu dengan menamai kampungnya dengan nama-nama yang memberi kesan seolah-olah tersebut ada bekas pusat suatu pemerintahan antara lain : 1. Kampung Ratu — Menggambarkan komplek Perumahan para Raja-raja 2. Kampung Kadalom — menggambarkan adanya kompleks perkampungan para abdi dalam. 3. Kampung Balak — berasal dari kata Bala atau Laskar kedaton 4. Kampung Binatur — berasal dari kata Batur yang berarti pelayan keraton 5. Pasar Malaka — yang sekarang merupakan ladang penduduk yang di yakini oleh penduduk setempat dahulunya merupakan tempat orang memperdagangkan barang dagangan dari Malaka. Nama nama tersebut sudah ada sama tuanya dengn nama Minanga komring ulu yang sudah ada sejak sebelum tahun 1629 Masehi Kemudian di kawasan Minanga ini banyak sekali kita jumpai Makam Kuno ( makam keramat ) lebih kurang terdapat 15 makam kuno sepanjang uluan sungai komring yang di kenal dan di percayai oleh penduduk setempat merupakan makam Raja-Raja maupun panglima perang jaman dulu yang menjadi keramat bagi desa desa sekitar. Antara lain : - Pu-Hyang ( Puyang ) Ratu Kadi yang berarti Pangeran Mahkota - Pu-Hyang ( Puyang ) Naga Brinsang yang berarti Raja Naga Ajaib. - Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Alam Basa Berarti Raja Alam berasal dari Dewa. - Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Randah ( Randuh ) yang berarti Raja yang dapat berpndah- pindah tempat. - Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Ranggah yang berarti raja banyak Cahang. - Pu-Hyang ( Puyang ) Marabahu ( diucapkan Marbau ) yang berarti Raja yang berkali-kali mati dan hidup kembali. - Tan Junjungan ( Puyang Tan Junjungan ) yang berarti panglima yang penuh sanjungan. - Tan Adi ( Puyang Tan Adi ) yang berarti Panglima Utama - Tan Aji ( Puyang Tan Aji ) yang berarti Panglima Raja - Tan Mandiga ( Puyang Tan Mandiga ) yang berarti Panglima yang ampuh. - Tan Salela ( Puyang Tan Salela ) yang berarti Panglima yang menarik hati - Tan Robkum ( Puyang Tan Robkum ) yang berarti Panglima yang tahan rendam dalam air. - Tan Hyang Agung ( Puyang Tihang Agung ) yang berarti Panglima dewa Agung - Tan Minak Batara ( Puyang Minak Batara ) yang berarti panglima turunan Raja - Tan Mahadum ( Puyang Mahadum ) yang berarti panglima penyelamat. Jarak Minanga dengan Pantai timur sekarang jika di tarik lurus horizontal lebih dari 100 Km. Karena Minanga berada di pinggir sungai yang sekarang di kenal dengan sungai Komring maka penduduknya di sebut orang Komring. W.V. Van Royen dalam bukunya “ De Palembang Sche Marga ( 1927 ) “ tidak menyebut orang komring tetapi “ Jelma Daya “ . Nama sungai Komring sendiri diambil dari nama seorang yang berasal dari India yang bernama Komering Singh ,makam nya terdapat di sebelah hulu desa Muara Dua , sungai yang mengalir mulai dari makam tersebut tepatnya mulai dari Muara Selabung yang mengalir ke hilir sampai muara Plaju di sebut sungai Komring . Menurut sejarah Kabupaten Ogan Komering Ulu ( 1979 ) Jelma Daya kelompok pertama yang turun dari gunung Seminung melalui Danau Ranau kemudian seterusnya menelusuri sungai Komring sampai di Gunung Batu adalah kelompok Samandaway. Samandaway berasal dari kata Samanda Di Way yang berarti mengikuti aliran sungai. Pada tahun 1974 telah ditemukan sebuah arca Budha yang terbuat dari Perunggu ukuran tinggi ±35 cm, tebal 11 cm di temukan 15 km dari desa Minanga yang di temukan tidak sengaja oleh petani setempat yang kemudian menjadi barang koleksi pribadi mantan bupati OKU pada saat itu. Minanga hanyalah monumen sejarah dalam bentuk nama tempat, tapi kawasan Minanga purba adalah begitu luas yaitu paling sedikit sebesar Marga Semendawai Suku III dan di sebelah barat berbatasan dengan daerah Kedaton ( Ogan Ulu Sumatera Selatan ). Karena langka nya peninggalan Sriwijaya dalam bentuk benda kepurbakalaan di manapun termasuk di daerah Minanga ( Komring Ulu sumatera selatan ) maka alternative lain yang harus di cari identitasnya ke dalam nilai-nilai Budaya dimana salah satu aspek budaya yang penting dan masih menonjol adalah Bahasa . : “ Bahasa adalah alat utama Kebudayaan. Tanpa Bahasa kebudayaan tidak mungkin ada. Kebudayaan tercermin dalam Bahasanya. ( S Gazalba 1966 : 102 ) “ Seperti di utarakan di muka bahwa rumpun Seminung mempunyai bahasa dan tulisan sendiri. Orang Rumpun Seminung tergolong suku Malayu Kuno ( Proto Malayan Tribes ), bahasanya banyak terdiri dari bahasa Malayu Kuno , bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Bahasa Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, dan prasasti lainnya dalam periode Shi-Li-Fo-Shih ( 670 s.d 742 Masehi ) adalah bahasa Malayu Kuno dan kausa katanya banyak yang tertinggal dalam bahasa Rumpun Seminung ( Komering, Daya,Ranau, Lampung ). Sebagai perbandingan kita mengambil contoh adalah prasasti Telaga Batu : menurut bacaan dan terjemahan Prof.Dr.J.G. de Casparis dalam bukunya “ Selted inscription from the 7 th to the 9 th century A.D ( 1956 )” . Prasasti itu terdiri dari 28 baris dengan jumlah ±709 kata-kata yang sudah terbaca, dari kata-kata tersebut terbentuk ±311 bentukan kata yang tidak kurang dari 50 kata yang terbukti di pakai dalam bahasa Komering ( Rumpun Seminung ). Antara lain sebagai berikut : Bahasa Sriwijaya Bahasa Komering Indonesia ( Prasasti Melayu Kuno ) - Awai - Awai - Memanggil - Dangan - Jongan - Cara - Hulun - Hulun - Orang asing - Inan - Inan - Biarkan - Katahuman - Katahuman - Tertangkap tangan - Labhamamu - La(m)bahanmu - Tempat tinggalmu - Mulam - Mulang - Kembali - Mancaru - Macuaru - Mangacau/menghianat - Muha - Muha - Angap ringan / boros - Muah - Muah - Lagi / Masih ada - Marpadah/Padah - Mapadah/Padah-Tanggulangi / Andalan - Pira - Pira - Berapa - Puhawam - Puhawang - Pawang / Peramal - Ri - RI - Bersama - Sarambat - Sarambat - Setangkai - Talu - Talu - Kalah / tunduk - Tapik/Manapik - Tapik/Manapik - Menghindar/elak/serang - Tuhan - Tuhan - Milik Tidak teridentifikasinya Minanga Komring Ulu sebagai ibukota Sriwijaya selama ini di karenakan : 1. Para ahli sejarah tidak mengetahui bahwa ada Minanga di daerah Komering Ulu Sumatera Selatan yang berada di Muara Sungai di tepi Pantai pada waktu itu, sehingga orang mencari Minanga di luar Sumatra Selatan di dasarkan kepada semata-mata kesamaan bunyi dan penggantian huruf. 2. Penelitian Geomorfologi semata-mata di tujukan hanyalah penelitian kedudukan Jambi dan Palembang apakah berada di tepi pantai atau tidak pada jaman Sriwijaya 3. Minanga dalam Prasasti kedukan bukit di satukan dengan kata Tamvan sebagai Toponim (nama tempat ), Minanga yang tersebut dalam prasasti kedukan bukit di tafsirkan sebagai daerah yang ditundukkan oleh sriwijaya hanya semata-mata untuk memperkuat Palembang sebagai ibukota Kerajaan.. 4. Para ahli sejarah hanya mau mengakui sesuatu atau mengarahkan penelitian pada suatu tempat kalau sudah ada bukti arkeologis di ketemukan lebih dahulu, sedangkan sumber sejarah bukan terletak kepada benda arkeologis semata, tetapi juga dalam bentuk ciri-ciri budaya, bahasa dan lain-lain peninggalan kebudayaan masa lampau yang dapat di jadikan petunjuk awal. 5. Karena tidak di ketahui bahwa Minanga ada di Komering Ulu Sumatera Selatan maka ia tersisihkan dari obyek penelitian sehingga tidak di temukan benda-benda yang bersifat arkeologis. Benda-benda arkeologis itu hanya di tunggu atau di harapkan untuk di ketemukan secara kebetulan seperti yang kita alami sekarang. Reply 2009 January 10 lyzhera permalink agung arlan… terimakasih atas referensi anda… yang cukup lengkap…. tapi cikal bakal sekala brak kurang memadai… skala bra ini lah yang masih menjadi fokus pembicaraan…. karrena sebagian besar suku2 di sumatera bagian selatan seperti lampung dan komering… memang berasal dari sana. disitu anda tulis bahawa sekala brak mulai menyebar pada tahun 600 M. bagaimana dengan kebudayaan yang sudah lebih dulu eksis dalam bentuk kerajaan tertua di sumatera seperti kata Fa Hien yaitu pengelana cina yang mengataka keberadaan kerajaan TO-Lang P’hwang / Kerajaan tulang bawang di tepi sungai tulang bawang (Propinsi Lampung) pada abad ke 4. nyaris sama dengan kerajaan tertua di indonesia di Kutai. mengingat bahasa Lampung dan Komering identik. budaya dan adat identik. tulisan aksara identik. akibatnya di situs melayu.com ditulis bahwa kerajaan sriwijaya adalah federasi kerajaan Melayu Kuno dan Tulang bawang karena mengingat eksistensi tulang bawang yang sudah mengakar dan lebih dahulu eksis dibanding sriwijaya/palembang. kronologis suatu cerita harus runut dan faktor kesamaan akar budaya melayu proto benar2 identik antara minanga dan kultur masyarakat daerah tulang bawang. memang sulit sekali kita menggali keberadaan tulang bawang sendiri. yang hanya diakui oleh penduduk setempat da kisah dari fa hien yang otentik. tapi setidaknya keberadaan sriwijaya dan tulang bawang yang lebih dulu eksis harus lah ada benang merah… mengabaikan cerita dari Fa hien pada abad ke 4 terkait tulang bawang dengan kemunculan sriwijaya di abad ke 7 di tengah2 kebudayaan melayu proto, agak nya terlalu disayangkan. apalagi jika benar minanga di daerah komering dan kerajaan tulang bawang di lampung adalah suku yang sama secara bahasa, aksara dan budaya bahkan karakter sifat kerasnya. Reply 2010 October 21 agung arlan permalink Lyzhera…. untuk intro saya mengatakan tahun 600 masehi bukanlah awal dari penyebaran dari suku Sakala Bhra(Purba) tetapi untuk menekan adanya suatu kesatuan Rumpun antara penduduk Komering Ulu dengan masyarakat Lampung paminggir….mengapa saya katakan Purba karna yg dimaksud disini adalah bukan suku Sakala Bhra yg ada sekarang….Sakala Bhra yg sekarang terbentuk sejak terjadinya Perang Abung sekitar tahun 1400 masehi…. Mengapa Komring kurang terkenal dibanding dgn Lampung dikarekan memang Komering bukanlah merupakan SUKU…..Nama Komring sendiri diambil dari nama seorang saudagar buah Pinang yang berasal dari India yang bernama Komring Singh , makam ( kuburan ) nya terdapat di sebelah hulu desa Muara Dua, sungai yang mengalir mulai dari makam tersebut tepatnya mulai dari pertemuan sungai Selabung dengan Wai Saka yang mengalir ke hilir sampai muara Plaju di sebut sungai Komring dan penduduk yang tinggal disepanjang aliran sungai ini disebut orang Komring ,tetapi tidak semua penduduk yang mendiami sungai komring di sebut orang komring, aliran sungai Komring sampai di Gunung Batu, penduduknya terbagi dalam 2 ( dua ) Kewedanaan Muara Dua dan Kewedanaan Martapura , sebagian penduduk kewedanaan Muara Dua di sebut Jelma Daya bukan Orang Komring walaupun mereka tinggal di pinggir sungai Komring sementara itu penduduk yang termasuk kewedanaan Martapura di sebut orang komring. Reply 2009 January 10 lyzhera permalink contoh bahasa yang anda tuliskan, masyarakat suku lampung pun tahu artinya. maka statemen saudara yang mengatakan bahasa sriwijaya adalah bahasa komering cukup aneh. mengingat bahasa sriwijaya itupun dengan mudah saya artikan. jumlah suku lampung dibanding komering juga jauh dari segi jumlah…. tapi jika saudara mengatakan bahasa sriwijaya sebagaimana tercantum dalam prasasti melayu kuno adalah bahasa melayu proto yang menurunkan bahasa lampung dan komering dan ternyata memang suku yang sama, itu baru sesuai. aneh memang. semua suku di propinsi lampung baik pepadun dan pesisir semua sepakat nama sukunya lampung. mereka terikat dgn budaya, bahasa, adat istiadat yang sama. semua bisa sepakat bilang jelma/ulun/jelmo lappung. termasuk suku di kota batu di dekat ranau sumsel. mereka bilang orang lampung. tapi komering kenapa tidak. bahasa, aksara, budaya mirip dan identik…. entah lah. bahkan di orang2 lampung di cikoneng jabar pun tetap mengakui sebagai masyarakat adat lampung. sehingga orang2 yang di sekitar kebudayaan way seputih pun gak bilang orang seputih. yang berasal dari way abung pun gak bilang kami abung. kenapa yang di way komering bilang mereka komering. sekarang kami di Propinsi lampung banyak jurai. ada orang banten, jawa, sunda, padang dan suku dari sumsel. semua sepakat dalam SANG BUMI RUWAI JURAI. arti nya satu tanah untuk banyak suku. hanya untuk renungan….. Reply 2010 October 21 agung arlan permalink Lyzhera…. didalam tulisan saya tidak mengatakan bahasa Sriwijaya adalah Bahasa Komring, tetapi yang saya maksud adalah Bahasa Sriwijaya ( Shi-Li-Fo-Shih) menggunakan bahasa Melayu Kuno dimana bahasanya masih dipakai oleh masyarakat Rumpun Seminung …antara lain adalah Bahasa Komring, Daya, Ranau, dan Lampung Peminggir…secara geologis seperti yg di tuturkan oleh Pendeta It-Tsing bahwa ibukota Sriwijaya(Shi-Li-Fo-Shih) berada di tepi Pantai dan dimuara sebuah Sungai ….dari sini beliau menuju kedah dan singgah di Melayu( jambi) harus melalui Palembang yang mana pada masa itu banyak perompak di pelabuhan Palembang sehingga It-Tsing meminta bantuan Dapunta Hyang Jayanaga untuk melewati pelabuhan Palembang dan singgah di Kerajaan Melayu(jambi) sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke Utara…..dari Uraian It-Tsing diatas dapatkita Simpulkan bahwa dari Ibukota Sriwijaya menuju Jambi harus melalui Palembang….berarti ibukota Sriwijaya berada di Uluan Sumatera Selatan di Muara Sebuah Sungai yang Besar dan di tepi Pantai(Teluk Palembang) yang kami identifikasikan adalah MINANGA ( Purba )….Minanga (Purba ) sendiri begitu luasnya kalo kita perbandingkan dengan sekarang kira2 sebesar daerah Semendawai Suku III ( Komring Ulu sumatera Selatan )…..btw thx atas responnya… Reply 2009 May 18 adi permalink ado cerita tentang suku pendatang marga haji idak??? yang puyangnya naga berisang, puyang rakihan sakti, puyang hujan sakti,lo ado bagi aku ceritanyo!!! Reply 2009 August 13 Siger permalink Adakah hubungannya motif kain tapis lampung yang berupa sebuah perahu besar yang dibentuk dengan benang emas? Reply 2009 October 6 M Sa Djaya permalink Saya sangat tertarik dengan artikel ini, apalagi menggali asal-usul saya sebagai orang lampung. Saya memiliki peta silsilah keluarga (Asal-usul Orang Menggala) dan saya adalah turunan yg ke-19. Peta ini disalin ulang dari Kulit Kayu. Kalau dilihat dari peta ini, topnya adalah “Puyang Naga Brinsang/Minak Sekala Kuang/Asal Sekala Bhra”. Saya coba cari di Internet, menemukan ada 15 makam kuno di daerah Minanga, salah satunya adalah “Puyang Naga Brinsang”. Apakah hanya kesamaan nama saja? Kenapa di makamkan disana, apa karena memang beliau tinggal disana hingga akhir hayatnya? Apakah hubungannya antara Tulang-Bawang/Minanga/Sriwijaya? Dimanakah keberadaan Kerajaan Tulang-Bawang? Mohon infonya dan bisa email kesaya. Reply 2009 December 22 Rio permalink Asal - usul pencantuman nama marga di Maluku itu sejak kapan yah? Reply 2010 January 24 Dian Cahyadi permalink Diskusi menarik. Saya tertarik dengan penyebutan “Minanga”. Di Toraja Utara di wilayah Sa’dan terdapat daerah yang disebut Minanga yang dalam kisah lisan turun temurun dikisahkan sebagai salah satu wilayah asal usul To Manurung (Titisan Dewa/Khayangan). Mengingat kami memiliki pusaka keris (Toraja:gayang) yang memiliki motif yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan motif toraja. Apakah ada korelasinya ? Atas pencerahannya, saya ucapkan terima kasih. Reply 2010 March 26 meydi saysada permalink Lizera dalam hal masalah bahasa dan kesamaan adat antara masyarakat komering dan lampung,sebenar itu bukanlah hal yang aneh, karna dari geografi nya daerah lampung dan komering itu bisa kita lihat antra kedua suku tersebut sebenarnya adalah pertengahan antara pembagian daerah antara sumatera selatan dan prov lampung hanya saja suku komering masuk ke daerah sumsel dan suku lampung tetap mendapatkan tempatnya dilampung, dan mungkin bs jadi kedua suku ini pada awalnya dalah satu suku yang Sama dan dikarenakan oleh adanya pembagian daerah provinsi maka suku serumpun ini pecah menjadi 2 bagian dan yg kita kenal dengan suku komering dan lampung,dan jg kt tidak bs meninggalkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang berabad2 dijajah oleh bangsa belanda yang menerapkan politik adudomba mungki pecahnya suku komering dan suku lampung,merupakan hasil olahan dari sistim penjajahan belanda pd bangsa Indonesia, contoh lain komering jg dibagi menjadi 2 yaitu OKU dan OKI itu hanya contoh kecilnya, dan kalau menurutkan bahasa siapa yang dipakai dalam penulisan prasasti kerajaan sriwijaya tersebut kalau dikatakan sebagai bahasa komring atau lampung saya kira kedua2nya tidak ada masalah karna bahasa kedua daerah tersebut Sama, hanya terjadi perbedaan sedikit antara bahasa dan logat bahasa yang diprgunakan, dan juga kalau menurut kan yang dikatakan pedagang cina tentang kerajaan yang ada di pesisir sungai tulang bawang apakah merupakan pakta yang kuat yang menjadikan tempat dan wilayah kekuasaan lampung sedangkan pada waktu itu kt belum tau lampung itu dimana dan batas2 wilayahnya berapa dan apa2 namanya, mungkin saja waktu itu kedua siuku ini mash dalam satu bentukan wilayah ntah apa namanya komring atau lampung, dan sebagian sejarah dari nenek moyang lampung juga mengatakan bahwa. Ada suku lampung yang terbentuknya dari perpindahan suku komrim ke daerah lampung salah satunya adalah tulang bawang tapi TD anda sudah memponis bahwa suku lampung lebih besar dari komring, padahal kita blm tau sejarah terbentuknya kedua provinsi sumsel dan lampung itu bagaimana?apakah komering itu asalnya lampung ataukah lampung itu asalnya komering karena antara komering dan lampung kalau dilihat dari daerahnya hanya dibatasi oleh tapal batas saja alias tidak ada pambatas yg jauh contohnya daerah way kanan dan martapura belitang dan bahuga semuanya tidak mempunyai pembatas yg dikatakan bisa dikatakan jauh memisahkan, jadi kalau menurut saya kalau seandainya kita mau serius untuk tau asal usul dari kerajaan sriwijaya kita juga harus melihat dan memperhatikan sejarah2 terdahulu dan pendapat2 yang di berikan orang2 yang sedikit banyak tau tentang sejarah, bs saja pakta yang dilihat beda dengan kenyataan, dan kl seandainya kita benr2 mau mencari kebenaran sejarah mengapa kita harus berdebat dengan pendapat orang lain yang mengarahkan kita dan mungkin bs diambil kebenarannya, dengan kata lain mengapa kita harus selisih paham seandai nya ingin tau yang sebenarnya ayo kita kitA cari kebenarn sumbernya….kl debat skrg sedgkan bukti yg kuat blm ada kan namanya sia2, ayo kt sam2 salg bantu membantu dan berlomb mencari kebanrn faktanya, dan seandainya ada ilmuan yang mau melakukan penelitian kedaerah komering kami masyarakat komering siap membantu………oke……..wsslam Reply 2010 July 15 ADI permalink saya sedikit bisa menambahkan catatan agung arlan, dan menjawab tentang tulang bawang, lampung dan komering…., untuk itu kita harus mengetahui dulu apa itu orang lampug.., hingga sekarang tak ada satupun penjelasan mengenai orang lampung itu apa, berasal dari kata mana , banyak sumber yang berbeda beda pendapat…, secara garis besar lampung dibagi 2 yaitu pesisir dan pepadun, pesisir inilah yang mempunyai corak bahasa dan budaya yang mirip dengan komering adapun pepadun mempunyai corak bahasa dan budaya yang sangat berbeda jauh dengan komering, nah TO-Lang P’hwang / Kerajaan tulang bawang di tepi sungai tulang bawang ini adalah bagian dari pepadun yang mempunyai bahasa dan budaya yang berbeda jauh dengan komering . mengenai kenapa orang pesisir dan pepadun sepakat sebagai orang lampung saya pribadi melihatnya sebagai intervensi penjajah belanda yang mengkotak kotak kan suku, memecah belah dengan tujuan melemahkan persatuan, banyak sumber sejarah tentang lampung berasal dari peraturan atau pertemuan yang di fasilitasi oleh penjajah belanda, secara sederhana saja mengapa pepadun dan pesisir yang mempunyai bahasa dan budaya berbeda bisa menjadi satu suku ? adakah penjelasan (bukan penjelasan dari hikayat atau cerita rakyat) yang tepat darimana kata LAMPUNG ? atau suku LAMPUNG ? umumnya jika suatu suku yang tua keberadaannya akan terdapat catatan tertulis atau peninggalan benda atau bangunan yang membuktikan keberadaannya, utk didaerah lampung justru peninggalan yang ada tidak merujuk pada kata kata Lampung justru kerajaan lain kata kata lampung banyak di temukan di referensi2 penjajah belanda di daerah lampung sendiri ada beberapa desa komering yang menuturkan keberadaan mereka dilampung karena dulunya menuturkan tugas keprajuritan seperti di menggala yang mengakui bahwa nenek moyang mereka ditugaskan utk menumpas gerombolan bajak laut di menggala. Reply 2010 July 16 andidiraja permalink saya sudah membaca penjelasan2 di atas mengenai dimana letak kerajaan sriwijaya yg sesungguhnya, dan sangat menarik sekali dg artikel ini, sdh lama saya membaca literatur2 mengenai keberadaan sriwijaya, namun tidak ada satu pun yg bisa meyakinkan saya keberadaan srwijaya yg sesungguhnya.. sampai pada suatu ketika saya ditemui oleh seseorang yg menjelaskan secara singkat keberadaan kerajaaan (kantor/pusat pemerintahan/istana) sriwijaya di masa lampau namun hal ini perlu kajian dan penelitian yg lebih mendalam dari berbagai aspek dan ilmu pengentahun dan teknologi tentunya, sebenernya informasi ini sdh lama saya ketahui namun untuk membuktikannya harus pemerintah dan instansi terkait mencari jalannya….rahasia ini sdh saya simpan belasan tahun… mohon nanti pada temen2 mohon di bantu apabila bagaimana situs yg saya sebutkan ini bisa diteliti oleh pakar arkeologi dan lain2. Informasi yg saya dapat letak pemerintahan atau istana kerajaan srwijaya itu menurut orang yg menjumpai saya adalah di palembang. tepatnya di daerah sekitar stadion bumi srwijaya dan sport hall palembang, di lokasi inilah kerjaan sriwijaya yg sebenernya oleh karena sdh berabad-abad lamanya lokasi ini akhirnya mengalami erosi dan lain sebagainya, pendangkalan dan lain sebgainya maka lokasi yg sebenarnya tertutup berabad2 silam, silahkan bila ada instansi atau peneliti, silahkan diteliti dari segi letak geografis dan lain sebagainya saya serahkan kepada yg ahlinya karena menurut informasi parit besar yg ada di sekitar kompleks stadion olah raga itu dulunya adalah sungai, karena perubahan alam lama2 pendangkalan dan mengecil bayangkan berabad silam… dan coba kita menelaah dan menganalisa dg situs2 yg ada di sekitarnya yg telah di temukan,seprti di bukit siguntang, di daerah sekitar tangga buntung dan tempat2 makam beradius tidak terlalu berjarak jauh (kalo dulu termasuk agak jauh)dari lokasi pemerintahan/istana sriwijaya (stadion olah raga yg sekarang) sebenernya semua itu saling link or berhubungan dan perlu di ingat palembang tempo dulu semuanya sungai lihat sketsa yg digambarkan oleh org belanda saya lupa namanya nah saya hanya bisa menyampaikan informasi ini, untuk selanjutnya mohon bagi teman2 dan instansi yg terkait, atau bila perlu ada arkeolog luar negri yg mau meneliti lebih lanjut itu yg kita harapkan, saya hanya dapat sepotong informasi itu, dan mengenai pusaka kerajaan sriwijaya dan singgasana dan lainnya menurut informasi yg saya dapat ketika sriwijaya runtuh sengaja ditenggelamkan ke sungai musi (ini perlu penelitian lagi)…. mudah2an informasi ini bisa berguna esok hari…. Reply 2010 August 8 zendkhan permalink kerajaan tulang bawang menurut cerita adalah terdiri dari 2 yaitu tulang/talang di komering dan bawang di pesagi, kedua2nya merupakan penyebaran awal masyarakat lampung yang bersala dari sekala berak kuno (SAKALA BAKA) di pesagi.. namun seiring berjalannya waktu.. keturunan talang mengikuti sungai komering (kemungkinan mendirikan sriwijaya), dan bawang ke pesisir barat krui dan selatan sampai kalianda-jabung (kemungkinan menurunkan kerajaan seputih/Yeh-Poti).. Sedangkan dipedalaman lampung belum ada penghuninya (rimba).. Maka bisa dilihat peninggalan di daerah situs batu bedil talang padang, situs pugung raharjo dll.. Baru pada penyebaran kedua terjadi setelah keturunan lampung asli bercampur dengan pendatang dari pagaruyung yang menyebarkan islam baru penyebarannya kedaerah2 pedalaman lampung sekarang, dan setelah itu baru berdiri adat pepadun (tahun 1700-an).. Sedangkan adat saibatin sudah sejak dulu dari nenek moyang di sekala berak sebelum islam.. Sedangkan pasukaan 40 orang dari lampung tersebut selain diambil dari skala berak, diambil dari keturunan lampung yang ada di pesisir selatan dan daerah tulang bawang yang keturunan komering.. Jadi orang lampung dulu tidak keberatan dia disebut dari sekala berak atau tulang bawang, ya asalnya nenek moyang mereka dari sekala berak juga (adat saibatin = sai-indra/sailendra = satu raja), sebelum adat pepadun berdiri.. Sedangkan adat saibatin sekarang unsur hindunya telah tehapus oleh unsur islam akibat pengaruh kepaksian pak sekala berak islam dan keratuan darah putih.. sehingga di lampung pesisir selatan tidak mengenal yang namanya pepadun, karena mereka keturunan lampung asli buay tumi.. sedangkan diskala berak dikenal pepadun karena memang mereka yang pertama kali menebang pohon lemasa kepampang yang dijadikan pepadun.. Jika mengetahui buay-buay dipesisir selatan hampir tidak dapat dikenali karena mereka termasuk buay-buay tua seperti : buay tumi, babok, khandu, sakha, tengklek, hulu dalung, hulu tutung, mikhadatu, tambakukha dll.. Tetapi hanya keturunan buay tumi di krui dan komering yang bisa mengenalinya.. Sejarah lampung tidak berhenti sampai di ratu dipuncak, ratu dipugung, ratu dibalau dan ratu pemanggilan, tetapi menyambung dengan sejarah kerajaan galuh-pejajaran, mataram kuno dan sriwijaya dll.. Yang silsilahnya bertemu di kerajaan champa/kamboja (RAJENRA SAILENDRA).. Hanya saja kita tidak banyak tahu dan gak mau tahu.. Karena semau kerajaan di indonesia saling berhubungan saudara antar raja-rajanya.. Sehingga dikenal dalam kitab jawa : SIJAWA RATU MAJAPAHIT, SIPASUNDAYANG RATU PAJAJARAN DAN SILAMPUNG RATU BAKA (maksudnya RATU SAKALA BAKA wangsa Sailendra).. Reply 2010 August 8 zendkhan permalink kerajaan tulang bawang menurut cerita adalah terdiri dari 2 yaitu tulang/talang di komering dan bawang di pesagi, kedua2nya merupakan penyebaran awal masyarakat lampung yang bersala dari sekala berak kuno (SAKALA BAKA) di pesagi.. namun seiring berjalannya waktu.. keturunan talang mengikuti sungai komering (kemungkinan mendirikan sriwijaya), dan bawang ke pesisir barat krui dan selatan sampai kalianda-jabung (kemungkinan menurunkan kerajaan seputih/Yeh-Poti).. Sedangkan dipedalaman lampung belum ada penghuninya (rimba).. Maka bisa dilihat peninggalan di daerah talang padang, pugung raharjo dll.. Baru pada penyebaran kedua terjadi setelah keturunan lampung asli bercampur dengan pendatang dari pagaruyung yang menyebarkan islam baru penyebarannya kedaerah2 pedalaman lampung sekarang, dan setelah itu baru berdiri adat pepadun (tahun 1700-an).. Sedangkan adat saibatin sudah sejak dulu dari nenek moyang di sekala berak sebelum islam.. Sedangkan pasukaan 40 orang dari lampung yang membantu banten untuk mengalahkan pajajaran, selain diambil dari skala berak, diambil dari keturunan lampung yang ada di pesisir selatan dan daerah tulang bawang yang keturunan komering.. Jadi orang lampung dulu tidak keberatan dia disebut dari sekala berak atau tulang bawang, ya asalnya nenek moyang mereka dari sekala berak juga (adat saibatin = sai-indra/sailendra = satu raja), sebelum adat pepadun berdiri.. Sedangkan adat saibatin sekarang unsur hindunya telah tehapus oleh unsur islam akibat pengaruh kepaksian pak sekala berak islam dan keratuan darah putih.. sehingga di lampung pesisir selatan tidak mengenal yang namanya pepadun, karena mereka keturunan lampung asli buay tumi.. sedangkan diskala berak dikenal pepadun karena memang mereka yang pertama kali menebang pohon lemasa kepampang yang dijadikan pepadun.. Jika mengetahui buay-buay dipesisir selatan hampir tidak dapat dikenali karena mereka termasuk buay-buay tua seperti : buay tumi, babok, khandu, sakha, tengklek, hulu dalung, hulu tutung, mikhadatu, tambakukha dll.. Tetapi hanya keturunan buay tumi di krui dan komering yang bisa mengenalinya.. Sejarah lampung tidak berhenti sampai di ratu dipuncak, ratu dipugung, ratu dibalau dan ratu pemanggilan, tetapi menyambung dengan sejarah kerajaan galuh-pejajaran, mataram kuno dan sriwijaya dll.. Yang silsilahnya bertemu di kerajaan champa/kamboja (RAJENRA SAILENDRA).. Hanya saja kita tidak banyak tahu dan gak mau tahu.. Karena semau kerajaan di indonesia saling berhubungan saudara antar raja-rajanya.. Sehingga dikenal dalam kitab jawa : SIJAWA RATU MAJAPAHIT, SIPASUNDAYANG RATU PAJAJARAN DAN SILAMPUNG RATU BAKA (maksudnya RATU SAKALA BAKA wangsa Sailendra).. Reply 2010 August 8 zendkhan permalink Jika dilihat bahasa lampung merupakan bahasa Melayu Tua.. sehingga tidak heran jika nama API, BAH, APUI, WAY, LAWOK.. Merupakan bahasa asli kepulauan Austronesia yang tersebar dari kepulauan nusantara sampai kepulauan polinesia.. Nama asli kepulauan Krakatau dikenal dengan nama NUSA APUI (pulau Api).. Sedangkan Hubungannya dengan Suku Lain (Hubungan Persaudaraan) terlihat dari bahasanya : - LAMPUNG -BATAK : Bulung (daun), Biding (pinggir), dll.. - LAMPUNG - MELAYU : Buwok (rambut), Sudu (sendok), Pun - Tun (orang yg dimuliakan), dll.. - LAMPUNG - SUNDA/JAWA : Nga-Lampura (dibaca kh) -Hampura (mohon maaf), Bingi - Wengi (Malam), Mengan -Mangan (Makan), Uyah -Uyah (Garam), Kanca - Konco (saudara), Awi-Awi (bambu), Dalom - Dalem (gelar bangsawan), luwih - lewih (kaya/lebih), Mising - Ngising (BAB), dll.. Bahkan istilah PANG LIPANGDANG dan TANDANG MIDANG ada juga dalam bahasa Champa/Kemboja kuno.. dan kata Api (apa) dalam bahasa lampung disana disebut Apei (apa) juga… Reply 2010 December 6 Sriwijaya permalink Nama tmpt “palas pasemah” di lampung yg ditmukan prasasti sriwijaya, dulu bernama way pisang (klau tdk salah).. Krn thn 1900-an dtg pendatang dr daerah pasemah sumsel, drh trsbt berubah nama mjd “palas pasemah”.. Jadi sriwijaya jng diidentikan dgn pasemah.. Reply 2010 December 19 Mayangsunda permalink Sejak dulu nenek moyang lampung sudah berhubungan erat dgn krjaan di jawa terutama pajajaran dan majapahit.. Bahkan lampung dianggap sbg klan terdekat dgn raja2nya.. Spti nama SUSUK LAMPUNG, AJI SAKA dan SILAMPUNG RATU BAKA srg disbt2 dlm kitab kuno krjaan.. Reply 2010 December 19 Mayangsunda permalink Dalam wasiat prabu darmasiksa (galuh) trsbtlah: “..Waspadalah direbutnya kebuyutan dari sunda, jawa, lapung, baluk, cina..” nama lapung/lampung dimungkinkan sama dgn SRIWIJAYA.. Reply 2011 January 14 Minak permalink Raja-raja Sriwijaya berasal dari wangsa sailendra.. Sailendra = sai+indra, indra artinya raja/penguasa.. Di lampung di sebut batin/sebatin.. Shg nama sailendra menjadi nama “SAI_BATIN”.. Reply 2011 January 29 AJISAKA permalink Memang benar wangsa sailendra brsal dr krjan champa/kamboja kuno yg merupakan ktrnan raja india (yudistira). Perkawinan dgn putri raja funan (ktrn tibet) melahirkan dapunta srijayanaga.. Reply 2011 February 7 andi putra permalink sriwijaya adalah kerajaan maritim yg bergantung pada perdagangan, oleh krn itu sriwijaya menguasai byk bandar2 pelabuhan tempat berlabuhnya pedagang asing dari cina, india dan arab. Daerah strategis kekuasaannya adlh perairan laut dan sungai2 besar dng pintu masuk muara sungai. Maka bisa dimungkinkan masy. Adat pesisir / sebatin lampung adalah bagian dr sriwijaya, krn permukiman awal masyrktnya pesisir menempati muara sungai dan berjenjang mengikuti sungai dan berjajar ditepi laut yg diknal dgn ADAT KEBANDAKHAN. Reply 2011 February 7 andi putra permalink adat sebatin tdk hanya mengatur kekuasaan adat, upacara adat dll, tetapi lebih luas mengatur perekonomian masy. Adat yg dikepalai oleh seorang sebatin, sebatin dibantu raja, raja dibantu raden, raden dibantu minak, minak dibantu kimas, kimas dibantu layang,gimbakh dll. Bukan gelar adat yg bisa dibeli dgn uang agar memenuhi rasa gengsi saja, yg trjdi pd masa2 pnjajahn belanda sjk abad ke17, itu namanya PEOADALISME. Ya bkn tdk mungkin apa yg trjdi di wilayh lampung skrg, suap menyuap, politik uang menjadi hal yg biasa dan plg parah di indonesia, krn hal tsbt sudah terbiasa dilakukan dlm adat hasil bentukan belanda dulu. Di pesisir sdgn sibuk perang dgn belanda, Mereka dipedalaman sibuk membentuk adat dan perang dgn sesamanya. Itu realita sejarah bukan..? Reply 2011 February 7 andi putra permalink oleh karena itu, sadarlah dan kembali kejalan yg benar, yg sesuai dgn ajaran islam. Adat dibntuk bukan untuk pamer gelar, tetapi menghimpun persaudaraan sedarah dan seiman/kemuwakhian.. Jngn beda2 kan pembangunan diwilyh lampung, yg hanya berpusat dikwsn pdlmn saja, yg ujung2nya kalau sudah maju, ingin membntk propinsi sendiri.. Ingat smua itu ada masanya.. INGAT PESISIR ITU WILAYAH ASAL NENEK MOYANG KALIAN JUGA, TANAHNYA TANAH TUA, APAKALIAN TIDAK TAKUT KUALAT, KALAU TIDAK PERCAYA BUKA DAN BACA TAMBO TUA YG KALIAN SIMPAN DAN KERAMATKAN.. Reply 2011 September 10 t sudarmo permalink sriwijaya oh sriwijaya Reply 2011 October 14 putra pasemah permalink mohon lebih di teliti secara lebih detail lagi utuk referensi sejarahnya jangan lupa di sumatra selatan ada suku pasemah (ogan, lahat , semendo ) yang menggunakan bahasa melayu dengan dialek e jika anda mengupas suku lampung n komring anda tidak bisa meninggalkan suku pasemah dengan keunikan bahasa melayunya sekarang sudah mulai di teliti penemuan2 di daerah pagar alam sebaiknya anda ikut dalam exspedisi itu utk lebih memperdalam wawasan anda tentang sriwijaya dan tidak bertujuan untuk mengangkat nama suatu suku srwijaya milik indonesia khususnya sumatra selatan anda harus tau siapa2 suku di sumtra selatan yg merupakan bagian dari sriwijaya di sumtra selatan ada suatu daerah di ogan ,lahat ,muara enim trmasuk di lampung yg menggunakan dialek e dan punya aksara sendiri ,perluas lagi kupasan dan wawasan anda wahai saudara agung arlan jangan kedepankan ego dan ambisi yg hanya akan menenggelamkan sejarah bangsa!!!!!!!!!!!!!!!!!! Reply 2011 October 26 lancip permalink d skitar indralaya ada desa yg konon nenek moyangny merupakan plarian dr krajaan sriwijaya Reply 2012 January 21 Rully permalink kok makam ibu putri Sriwijaya ada di kota Pagar Alam ya? Reply 2012 January 21 Rully permalink maksudnya ibu Sri Vijaya, dekat makam Atung Bungsu… yang menimbang Sungai di Sumatera dan menamakan pulau Sumatera Reply 2012 January 27 tekdon permalink Sy dari bengkulu kerajaan sriwijaya sebenarnya terletak d bukit sukumbang… bengkulu selatan di sekitar bukit barisan ..peratasan palembang dan bengkuku…thanks Reply 2012 January 27 hendry permalink terima kasih atas pengetahuan sejarahnya, sy sependapat dgn andidiraja, yg mengatakan pusat pemerintahan sriwijaya di seputar stadiun bumi sriwijaya dan kampus,kenapa? krn itu dulu merupakan wilayah aliran sungai yg besar dan dekat dgn suar kerjaan yaitu bukit siguntang, negacu kepada banyak sekali peninggalan bersejarah yg hilang dan akhirnya ditemukan dgn cari di gali, krn sebelum ditinggalkan terlebih dahulu situs tersebut ditimbun biar terjaga kelestariannya, menurut saya pusat kerajaan sriwijaya ada di daerah bukit besar dan bukit kecil krn itu merupakan dataran tinggi,masalahnya skrg krn belum ada ahli yg mencoba mengali wilayah tersebut, ini sangat masuk akal krn dekat dgn sungai, bukit siguntang dan penemuan di sekitar wilayah tersebut, terimakasih salam budaya Reply 2012 February 23 Arya Purbaya permalink Waduh.. Kok Ribut2 sih.. Pada mau ngaku Tua ya?? Hayo ngaku.. Belajar Sejarah makanya Jangan sepotong2, wawasan haruslah Luas.. Coba dengarkan juga pendapat Saudara kita Putra Pasemah.. Jgan sibuk ngebanggain Etnik sendiri.. Yang satu Komring gk mau ngaku Lampung.. Yang Lampung juga gk mau ngalah, biarin aja kalau Komring gk mau ngaku mah.. Fokus..Fokus.. Coba dengar juga pendapat saudara2 kita dari Bengkulu dan Pagar Alam, Pasemah.. Sriwijaya itu Luas…. Jgn terpaku pada satu titik.. Banyak belajar lagi ya kawan2.. Intiny6a begini.. Klau belum bisa bersatu ertinya belajarnya belum tuntas.. Selamat Belajar.. Reply 2012 December 9 putra pasemah permalink mudah2 han sdra agung arlan dan saudara2 yg laenya sering baca kabar kabar terbaru penemuan penemuan megaletikum di pagar alam lahat dan muara enim yg ternyta mempenuyai kebudayaan tinggi bahkan sebelum adanya sriwijaya berarti dah tua banget ya apalagi di dukung dengan fakta2 penemuan penemuan benda purbakala yg amat banyak di daerah tersebut dan seni pahatnya amat berbeda dengan seni pahat jawa ataupun dari negara lainya tapi pasemah gak pernah ngaku ngaku lho!!!!!!! he he he he biarlah fakta yg berbicara Reply 2012 February 25 R.Husni Tamrin permalink Tiga helai daun lontar yang tak akan layu dan musnah kerena kurun waktu yang putih jangan katakan hitam , dikala kuning bertandang alam merupakan tirai diantara putih-putih dan kelabu lengkung pelangi setelah renai hujan disitu tempat Kerajaan kami, Istana kami. dan tak ada kembara yang sanggup menembus tirai semu diantara batas kita. itulah………………………………………………………… semua tiada terjamah oleh tangan, baru terjamah oleh angan. Sebagai kembara, kelana bawah sebilah lembing tancapkan kebumi dan angan memerah semerah saga bagimu bukan khayalan belaka, dan ingat……………………………. jika kau seorang kesatria, ketika itu kau lintasi jalan setapak dipegunungan, ketika kau lalu, godaan lirih dedaunan jangan kau hiraukan, dan bila mekar bunga sekuntum jangan kau palingkan mukamu, dan jangan kau petik bunga itu, niscaya kau akan luluh ditepian jeram. Himbauan burung, angin dan ranting pohon jangan kau hiraukan Teguhkan hati, songsong surya hingga dia tenggelam, kala bulan sembunyi jangan kau intip bintang jika tidak ingin kau musnah. Ada sebuah bukit dan juga lembah, dari sana kau dapat melihat sebuah kelok sungai yang bermuara. diantara sebentuk daratan yang dibatasi oleh laut disitu ada kami sebentuk merah diatas kuning, sebuah lambang dan kebesaran kita lengking sehidung, lenguh dan teriakan nyaring disitulah daerah sebagian tempat kami harum sekuntum kemala semerbak meronai membiasnya bianglala, terlalu indah dan indah, bila ingin digapai angan ganti angan wujudkan dalam kenyataan dan jangan selalu dibelenggu oleh mimpi. Lihatlah deru badai telah berlalu, kini langit membiru, membahana terdengar suara sang dewa-dewi yang terpadu satu, bangkit dan bangkitlah, tempuh apa adanya, ingat fajar telah menyingsing dan temukanlah sebuah nama dari sebuah kerajaan yang pernah jaya dihampir seluruh jagat raya. Reply 2012 March 30 Nyerupa Waitu Opara permalink Saya senang dengan adanya orang2 yg perduli dengan sejarah kita indonesia terlebih dengan kerajaan sriwijaya….saya ingin menambahkan kisah saja yg ada dalam buku saya…buku saya ini dari turun temurun nenek moyang saya…didalam buku saya.. sriwijaya didirikan pertama kali oleh keturunan nomor dua yg bernama nyerupa waitu liphosei di pinggiran sungai muara takus jambi tapi dulu bernama kerajaan li pho she setelah itu mereka pindah ke arah selatan…… dan berubah nama menjadi sriwijaya … pada saat itu dipimpin oleh keturunan li pho she yang bernama dopuntahyang yang artinya do itu anak tertua…dari keturunan li pho she..setelah kerajaan sriwijaya semakin luas…dan berjaya….kerajaan sriwijaya dipegang oleh BALAPUTRA DEWA keturan syah majapahit yang pada saat itu tidak diberikan kekuasaan… akhirnya turun temurun…hingga raya terakhir yg mempimpin ..hilangnya kerajaan sriwijaya oleh karena tipu muslihat empu sendok…dia membuat berita bahwa sriwijaya akan menyerang kerajaan cula india sang raja marah…. dan mengirim tentaranya sebanyak 20.000 ribu untuk menyerang sriwijaya…. sesampai di sriwijya raja sriwijaya.. kaget kenapa kerajaan cula india mau menyerang sriwijaya maka ditemuilah oleh raja sriwijaya…menanyakan ada apa gerangan raja india membawa bala tentara sebanyak 20.000 seperti mau berperang…maka dijelaskan oleh raja cula india.. bahwa dia mendapat informasi dari empu sendok bahwasanya raja sriwijaya akan memperluas wilayah dengan menyerang kerajaan cula india….mendengar itu semua akhirnya raja sriwijaya paham akan hal itu akhirnya raja sriwijaya menjelaskan kepada raja cula india bahwa itu semua fitnah…belaka dan hal tak mungkin kata raja sriwijaya bagaimana mungkin kami akan menyerang kerajaan cula india bahwa sanya kami adalah keturunan dari india juga nenek moyang kami juga dari sana asal muasal ibu…dari keturunan kami disini….mendengar itu semua akhirnya raja cula mempunyai ini siatip bahwa seolah2 kerjaan sriwijaya telah hancur oleh kerajaan cula india dengan cara menyembunyikan raja sriwijaya ke india seolah2 cerita empu sendok telah berhasil…….dan akhirnya sampai sekarang kerajaan sriwijaya terbengkalai…..demikian cerita sekelumit yang ada dalam buku saya…dan ini semua ada dalam catatan buku….yang saya pegang…dan bukan karangan saya…….. Reply 2012 May 2 Akkuan permalink Cerita tentang Sriwijaya tak terlepas dari 4 Suku yaitu Lampung, Komering, Pasemah dan Rejang… Kenapa demikian? karena kalau ditarik ke atas, ternyata nenek moyang ke empat suku ini dalah satu dan saling berhubungan… Namun saja penaamaan puyangnya saja yang berbeda di masing2 suku… Seperti Atung Bungsu di pasemah, dengan Rakihan Sakti di Komering, Aji Saka di lampung atau Serunting sakti di bengkulu selatan… walaupun belum tentu merupakan orang yang sama tetapi dari literatur atau cerita di masing suku dapat diambil benang merah bahwa puayang2 tersebut masih ada hubungan darah atau nama puyang tersebut adalah sama.. Semidang Tungau di Sumsel, di lampung disebut Buay Tungau.. dll.. Mengenai penjelasan Bapak Nyerupa Waitu Opara, memang ada kaitan antara Ratu Menapik (Mena Tepik) dengan Sriwijaya… Istana Gedung Asin dimungkinkan adalah bagian dari Buay Betawang keturunan Putri Bedarah Putih yanga ada kaitan dengan Ratu buay Tumi Sekarmong (di Belalau) dan keratuan Pemanggilan di Liba Haji Sumsel… Nenek moyang Buya Benawang, Semenguk (Tumi sesudah Islam), Nuwat dan Haji adalah satu… Reply 2012 May 13 HALOK KI KU permalink Banyak sekali cerita yang diturunkan secara turun temurun dari setiap daerah di sumatera selatan khususnya yang tentu mempunyai Versi sendiri sendiri, lain dari komring, lain pula dari pesemah, lain lagi dari ranau. namun itu bukan hal yang mesti jadi pertentangan, malahan sebaliknya.., sebaiknya menjadi suatu tambahan wawasan dan menjadi suatu pemersatu kita sebagai bangsa Indonesi, .. terlepas dari siapa yang benar ataupun salah namun tidak ada salahnya juga mendengar cerita versi kami di : http://agen004.16mb.com/index.php?option=com_content&view=article&id=113&Itemid=82 Reply 2012 May 13 HALOK KI KU permalink berikutnya kalau kita membaca asal muasal suku tumi dari bebagai sumber di dapat kesimpulan suku tumi berasal dari sekitar Danau Ranau ( Rumpun Seminung ) Reply 2012 May 28 edward surya permalink Sampai sekarang masih simpang siur posisi kerajaan sriwijaya, tapi pernah saya dengar dari orang tua bahwa pusat kerajaan sriwijaya itu terletak di lampung tengah tepatnya di gunung sugi, info dari teman tidak ada gunung sugi tetapi bukit sugi yg ada, entah lah misteri buat saya Reply 2012 July 16 putra pasemah permalink pada lucu lucu banget comenya apalagi kalau yg membanggakan suku dan seolah olah suku nya yg paling tua ingat teman teman dari suku lampung sriwijaya itu menaklukan lampung dengan adanya prasasti di palas pasemah dan di sukadanaham dan juga hujueng langit lambar berarti raja sriwijaya durhaka gak tau budi dunk masa asal nya dari skala bkhak malah menaklukan kampung nya sendiri dan cobalah anda sekali kali bertanya ke malaysia kenalkah mereka dengan lampung pasti mereka jarang yg tau tapi coba anda mengatakan anda dari palembang maka rata2 orang malaysia pasti akan tau krna nama palembang itu di pelajari di pelajran sejarah mereka dari sd sampai university krna asal usul melayu malaysia adalah dari pangeran terahir sriwijaya yaitu parameswara yg mendirikan malaka dan menjadi cikal bakal kerajaan2 di malaysia termasuk yg di riau artinya jika memang dapunta hyang itu berasal dari skala brak dan ada bukti yg akurat di dukung dngan fakta2 sejarah tidak perlu anda ngotot dan mengaku2 maka orang lain akan mengakuinya sebgaimana jika anda bertemu orang malaysia maka anda katakan bahwa asal usul malaka dan malaysia itu dari palembang maka merka dengan segera menganggukan kepalanya krna memang fakta 2 nya tersimpan sampai sekrang di musium malaysia jadi ketika mengupas sejarah cobalah dengan bijaksana di sertai dengan fakta yg akurat dan bukti yg dapat di pertanggung jawabkan bukan sekedar mengarang cerita fiksi seperti wiro sableng sama juga jika anda mengatakan bahwa asal usul kerajaan palembang darusalam kerajaan malaka dan keraton yogya berasal dari lampung maka para sejarahwan akan mentertawakan anda jika tidak di dukung fakta dan logika yg di referensikan ke daerah2 lainya jadi bukan sekedar pemaksaab ego ke etnikan belaka coba perluas wawasan anda kembali dengan banyak membaca rujukanrujukan dari daerah lainya jangan seperti katak dalam tempurung sebgaimna sultan yogya ketika ada pertemuan seluruh raja2 di nusantara di pasemah beliau mengatakan bahwa sultan yogya ke tanah pasemah seperti pulang kampung krna beliau ternyta dari wangsa sailendra dan beliau menyimpan fakta2 sejarahnya dan pernyatan sultan itu di muat di koran kompas dan media 2 lainya coba tengok apkah suku pasemah dengan egonya mengatkan mereka yg paling tua yg paling hebat malah suku pasemah biasa2 saja dan coba anda tengok begitu banyaknya peninggalan megalitikum di pagar alam bukan hanya satu bahkan puluhan yg di teliti oleh fihak asing dan trnyta kebudayaan megalit itu lebih tua dari sriwijaya apakah pasemah sibuk membuat tulisan untuk mengakui suku nya yg paling tua pasemah biasa2 saja bro dan maslah suku komring coba anda tanya orang 2 gunung batu yg nenek moyang nya berasal dari ratu sihabul alias arya penangsang dari era demak yg jelas jelas jauh sekali masanya dengan sriwijaya dan malaka jadi kesimpulanya perbanyak lah pertemuan dengan suku2 lainya yg memegang bukti2 otentik baik itu surat ulu ataupun keterangan2 yg mendukung semua cerita tersebut hidup melayu jayalah indonesia ku Reply 2012 July 16 putra pasemah permalink bahkan orang minang kabau dengan tegas dan jelas mengtakan bahwa nenek ,moyang nya adalah daunta hyang sri jaya naga krna mereka menyimpan skrip kuno pertanyaannya dakah skrip kuno yg sdra arlan simpan yg mengtakan dapunta hyang berasal dari skala brak kalau gak skrip kuno nya jangan ngarang kayak novel picisan dunk sdra arlan ini sejarah bukan roman picisan reka rekaan yg di kait kait kan semata Sketsa perjalanan sejarah ~ Dapunta Hyang ~ nenek moyang minangkabau oleh MINANGKABAU pada 17 November 2009 pukul 10:26 · Dalam buku ” Manyigi TAMBO Alam MINANGKABAU ” sebagai studi perbandingan Sejarah yang dilakukan Drs. Md Jamal, maka menarik untuk ditampilkan bahwa beliau berusaha menyusun silsilah ” kerajaan Minankabau di Pariangan “, dalam tahun demi tahun seperti yang terlihat pada image. Demikianlah asal usul dan penyebaran nenek moyang minangkabau itu, berawal dari Dapunta Hyang yang menginjakkan kakinya di Gunung Merapi. Oleh penduduk disebut ” Sang Sapurba ” ( = dia yang pertama atau dahulu). Mengenai hal ini ada sebuah pepatah (mamangan) yang tersebut, yaitu : Dari mana titik pelita, dari tangkung yang berapi, Dari mana asal ninik kita, dari puncak gunung Merapi Pepatah adat ini, didalam ” kitab Sejarah Melayu”, karangan Tun Sri Lanang (1621), diperjelas oleh Mr. Moh. Yamin 1951 : 138), bahwa pada suatu malam sebelum tahun 517 Masehi, ada dua orang wanita bernama Wan Empu dan Wan Malini memandang dari rumahnya diata Bukit Si Guntang, bahwa ada yang bernyala -nyala seperti api. Keeseokan harinya barulah kelihatan bahwa api itu adalah cahaya yang bersinar. Itulah yang disebut cahaya Swarna. Kemudian dikenal pula Swarnadwipa, yaitu julukan pulau emas untuk pulau Sumater Uda & Uni minang,,pada tahun 2008 diadakan seminar Raja2 se Indonesia di Besemah kota Pagar alam Sumatera Selatan dengan judul “asal usul jeme/suku Besemah/Zaman Megalitikum/Besemah sebagai pendahulu Sriwijaya/Besemah Sindang Merdeka/,yg hadir diantaranya adalah Sultan Hamangkubuwono sebagai keturunan wangsa syailendra yg dengan tegas menyatakan sebagaimana dikutip oleh Koran kompas dan bnyak koran lainnya bahwa “saya pulang kampung”,,dan asal usul Trah Syailendra adalah dari dataran tinggi Besemah gunung Dempo kota Pagar alam sumatera Selatan,,yg om maksudkan dengan bukit Mandaro di dataran tinngi besemah ada sebuah bukit yg di kunjungi oleh Sultan yg oleh masyarakat kuno besemah di sebut Bukit RajeMendare yg bersebelahan dengan bukit rimbah Candi dan Gunugn Dempo sebagai titik tertinggi di sini 3600 mdpl yg dibawahnya mengalir sungai2 besar dan bertemu diantara 2 sungai besar lainnya yaitu Sungai Lematang & Suinagi Ogan yg bermuara ke sungai Musi di Palembang,,demikian utk pencerahan bagi semuah,terimakasih ternyata dr PALEMBANG - lah asal muasal semua atau mayortas suku di kepulauan sumatera, kalimantan, singapura & malaysia Reply 2012 July 23 Lil Bow Wow permalink Halo sdr. Agung Arlan? Sdr nipu ya. Mana ada buku “Selted inscription from the 7 th to the 9 th century A.D “? Kalau ngebohong tuh kira2. Jangan anda pikir semua orang Indonesia itu goblok dan tdk bisa akses ke perpustakaan kelas dunia. Semua yang anda kutip sebahagian besar bohong belaka hahahahahaha… Reply 2012 August 1 subhan anak putu permalink Lampung itu dulunya tanah kosong dan propinsi baru dengan nama lampung penduduknya berasal dari komering. Lampung ada pun sejak zaman penjajahan. Suku lampung tidak ada di manuscript manapun sedang suku komering masih ada meski diwilayah nama lain. Lampung ramai karena strategis sehingga dari dulu banyak yg hijrah kesana hingga sekarang transmigrasi ga putus2, capek deh… Reply 2012 August 27 Lyzhera permalink Subhan anak putu dan arlan… Cobalah mulai dari mengungkap fakta yang otentik, bukan spekulasi sejarah. nama Lampung sudah ada dalam kitab negarakertagama Zaman kejayaan majapahit pada era Hayam wuruk dan Gajah mada yang menceritakan daerah2 taklukan di sumatera pada abad 14. Nama Lampung di sebut secara terpisah dengan Palimbang disamping daerah taklukan lainnya pada pupuh XIII s/d XV. Kalau Lampung gak penting dan tdk jelas, maka cukuplah digabungkan dgn Palimbang. itu jelas ditulis terpisah. juga tulisan fa hien yang berkunjung di abad ke 4 tentang “ye po ti” dan “to-lang-phwang” secara bersamaan sebagai nama tempat dan kerajaan. tidak disinggung dalam kitab negarakertagama tentang “komering”. itupun bukan berarti “suku” komering gak penting, mungkin karena dianggap sama dengan Lampung atau Palimbang. jangan2 ente asal nyebut kalo daerah seputih surabaya karena ada transmigran dari surabaya. atau ada daerah seputih mataram ente bilang itu karena transmigran juga…? Itu nama klasik yang memang sudah ada. Pernah denger situs purbakala Pugung Raharjo yang bahkan dari zaman pra sejarah? di kemudian hari masyarakat sekitar terkenal dengan keratuan pugung. lantas karena ada transmigrasi ke daerah itu kemudian disisipkan kata “raharjo”. jadi klaim yang mengatakan Lampung daerah kosong sepenuhnya terbantahkan. itu taman purbakala dengan dolmen plus areal lengkap animisme dengan kebudayaan dan pertahanan militer. itu situs pra hindu budha. juga terdapat benteng dengan luas 30 Ha. Situs ini lebih tua bahkan dari kerajaan Salakanagara, tarumanagara dan kutai, apalagi sriwijaya majapahit. silsilah orang komering akan ktemu kalo anda liat silsilah minimal dari keratuan Ratu Dipuncak. nanti anda ketemu nama-nama rakihan sakti, naga berisang dan serunting sakti. cuma orang komering yang berumur >50 tahun yang rata2 mengaku orang lampung. Kalau yang muda2 seperti anda merasa perlu identitas yang lebih bahkan cuma karena ada pendatang dari india yang datang untuk berdagang lantas dimuliakan sebagai nama sungai lantas menjadi nama suku komering??? what the fuck… Orang lampung tidak menyebut dirinya suku Fa Hien cuma karena fa hien sempet mampir ke lampung. kami memang punya identitas dan kerajaan sebelum fa hien datang. Aneh dan sekaligus menggelikan. Nama komering tidak pernah terdengar sebagai nama dalam sejarah sriwijaya dan majapahit, yang ada adalah kata Minanga… Harusnya suku Komering diberi nama Minanga.. bukan Komering. Tapi orang puyang/moyang anda tidak pernah menamakan kebuayan nya dgn nama komering bahkan tidak juga Minanga, jelas karena nama itu baru muncul belakangan dari orang india yang berdagang seperti kata anda. Seandainya pada masa itu saya berdagang gambir, maka nama saya akan menjadi nama suku anda. padahal saya tidak ada hubungan kekerabatan apa pun dengan anda. Betapa hebatnya saya. tidak perlu jadi raja cukup berdagang maka sudah ngetop. betapa menggelikan ironi sejarah dari logika sesat anda. Pernahkah anda membuka daftar silsilah keluarga anda berasal dari kebuayan mana? lucunya jangan2 rasa “alergi Lampung” ini dampak dari perang Abung-Komering yang mengakibatkan dendam lama? Ini sama sekali bukan mana yang lebih tua… tapi fakta historis dan genekologis yang memang satu alur saudara. Silahkan anda tanya dengan orang tua2 dari “suku komering” tentang nama2 rakihan sakti, ratu dipuncak, naga berisang atau serunting sakti. kelak nanti anda menemukan, Ternyata…. kita satu garis keturunan… Sayang nya anda tidak punya daftar silsilah kebuayan bahkan belum pernah membaca.. sebagai contoh… kami yang dari way abung, tidak menyebut diri kami suku abung. kami adalah orang lampung sebagai mana yang tercantum dari warahan orang2 tua kami, sebagaimana yang memang sudah dikenal dari zaman majapahit, bahkan dari pengelana cina Fa hien terlebih kami mempercayai apa yang moyang kami katakan yaitu ratu dipuncak (Minak Rio Begeduh). Reply 2012 August 27 Lyzhera permalink Saya pribadi tidak menyangkal sriwijaya ada di Palembang. itu satu fakta yang sudah disepakati oleh para ilmuwan untuk sementara ini. meskipun ada beberapa ilmuwan yang condong pada daerah Jambi bahkan di Jawa tengah. tapi faktanya memang sriwijaya adalah kerajaan maritim. Bahkan Thailand juga meng-klaim. sekali lagi saya pun tidak mengatakan bahwa bahwa sriwijaya ada di lampung karena fakta tidak menunjukkan demikian. cuma klaim sepihak mementingkan klan /suku berdasarkan ucapan dan warahan saja membuat saya tersenyum.. fakta ada nya kuburan tua yg ada di minanga, cempaka atau gunung batu adalah masih pada kisaran abad 13-16. Jauh dari masa sriwijaya. sedangkan tokoh2 yang saya sebut diatas memang pada kisaran tersebut. saya sendiri adalah turunan ke 20 di hitung dari ratu dipuncak. Tokoh seperti rakihan satti dan serunting satti adalah tokoh lebih tua dari ratu dipuncak berbeda 1-2 abad. serunting satti adalah cicit dari rakihan satti mereka bermukim diseputaran danau ranau (gunung seminung+pesagi). Ratu dipuncak adalah keturunan ke 6 jika dirunut dari rakihan satti. secara logika setiap abad paling hanya ada 4 hingga 5 turunan. hingga kalo dihitung pun rakihan satti pun diperkirakan maksimal hidup di abad ke 13 di daerah ranau. Sehingga kalo disimpulkan kalau kebudayaan danau ranau yang menurunkan suku komering ataupun lampung sekalipun rasanya sulit dikatakan sebagai cikal bakal kerajaan sriwijaya yang mulai berkembang di abad ke 7, jika ditilik hanya dari rakihan satti. Jika harus dicocokkan maka kita butuh nama tokoh yang hidup 60-70 generasi di atas kita. namun ini bukan berarti menutup sama sekali bahwa kebudayaan ranau sebagai cikal bakal kerajaan sriwijaya. sebagai bahan masukan lagi… di champa ada kebudayaan tua dgn ibukota yg bernama vijaya dan indrapura. bahkan ada raja2nya bernama indrawarman dan banyak kemiripan kebudayaannya dgn sriwijaya. champa sudah hancur krn di aneksasi oleh dynasti Viet (skrg Vietnam). Champa menjadi satelit penyebaran islam di abad 14-15. skrng bangsa champa tersebar di kamboja, filipina, aceh sumatera barat, vietnam dan thailand. nasib tragisnya mirip dgn bangsa rohingya dan pattani. Champa dikenal di indonesia krn keberadaan tokoh seperti Maulana Malik Ibrahim yg bermukim disana selama 13 tahun sebelum melanjutkan dakwah ke gresik. Reply 2012 August 30 nata permalink Topiknya keren,saya pribadi sangat antusias sekali membahas titik pusat kerajaan SRIWIJAYA yang hingga saat ini belum jelas dimana lokasi yang sesungguhnya.Sekedar menginformasikan jika di Muntilan-Magelang (JATENG) punya Candi Borobudur dan DIY punya Prambanan maka SUMSEL juga punya RIMBA CANDI yang lokasinya ada di PAGARALAM-SUMSEL.dan tidak hanya itu Exspedisi saya yang pernah ke kota kecil itu (Pagaralam) adalah menemukan banyak situs purbakala yaitu MEGALITIKUM yang sudah pastinya umurnya sudah sangat2 tua,di liat dari nilai seninya Batu-batu itu tak jauh berbeda dengan batu-batu di candi borobudur bahkan lebih tua dari itu,karna ukirannya masih sangat kasar dan abstrak.Selain itu Gunung Dempo sebagai Puncak tertinggi 3.159Mdpl di titik tertingginya juga banyak batu-batu nisan yang di yakini Orang Pasemah/Basemah sebagai makam Phu-Yhang (Puyang).Namun demikian hingga saat ini belum ada ahli Arkeolog yang meneliti usia dari Prasasti dan situs-situs yang ada disana.Menemukan Kota Pagaralam sendiri sangatlah mudah,jika kita memulai perjalan dari Prov Bengkulu maka kita dapat menyisiri ULU MUSI (Kab.Empat Lawang),Dari Lubuk linggau juga demikian,Lahat juga demikian,bahkan Manna juga sama yaitu menyusuri sungai besar sebelum mencapai desa Tanjung Sakti (selatan Pagaralam).Dan uniknya lagi desa-desa di kaki Gunung dempo itu (dimulai dari Kab.Empat lawang,hingga Lahat)kebanyakan menggunakan nama “MUARA”,seperti;Muara Pinang,Muara Gelumpai,Muara Payang,Muara Tawi,Muara Tawi,dan desa-desa dengan nama Muara yang lain..saya pikir Gunung Dempo itu dulu di kakinya memiliki banyak Muara sungai,dan sudah pasti Muara-Muara inilah yang menjadi urat-uratnya Sungai Musi di palembang.Sementara dari segi kesenian sendiri saya lihat Pagaralam tidak memiliki karya seni yang di tonjolkan,hanya saja informasi yang saya dapat dari Mbah Google jika Seni Beladiri Minang atau kita sebut Mencak/Pencak atau dikenal dengan Silat Harimau asal mulanya di dapat di Bawah Kaki Gunung Dempo.Sementara Suku Pasemah/Basemah sendiri menyebutnya silat”KUNTAU”.Mencak sendiri dalam bahasa Pasemah/Basemahnya adalah melompat,namun Kuntau sendiri saya belum mendapati artinya.Demikian informasi dari saya,sebagai putra-putri yang cinta tanah air patutlah kita mengenal sejarah budaya bangsa,besar harapan saya kita semua dapat mengumpulkan informasi rinci tentang SRIWIJAYA yang masih misteri. Reply 2012 August 30 bambang sugiarto permalink Apakah ada kaitan antara sriwijaya dengan Muaro Jambi?? Disana merupakan kompleks percandian yang besar (baru 9 yang di pugar) dan masih banyak terdapat menapo (gundukan tanah) yang belum digali dimana di dalamnya kemungkinan terdapat susunan batu-bata (candi) Saya dan tim Badan Geologi pernah melakukan pengukuran geofisika menggunakan metode Ground Penetrating Radar (kira-kira tahun 2011), hampir sama dengan metode yang digunakan di Gunung Padang, Cianjur, dan G. Sadahurip, Garut; hasilnya menunjukan ada struktur bawah permukaan yang kemungkinan merupakan candi. Kendala Tim Arkeologi (BP3 Palembang dan Arkeologi Nasional) adalah luasnya daerah yang diduga merupakan kompleks percandian ini. Saya usulkan supaya Pemprov Jambi merespon hal ini sehingga kita bersama bisa mengungkap kekayaan negeri ini. Reply 2012 September 6 Ardi permalink Saya agak keberatan dengan argumen yang menyatakan bahwa dari Kerajaan Majapahit. Majapahit belum ada saat kegemilangan Sriwijaya bahkan Kerajaan Singosaripun belum ada, Kerajaan yg menguasai pulau jawa saat periode Sriwijaya adalah Kerajaan Medang dan itupun akhirnya menjadi bawahan Sriwijaya, Wangsa Sailendra penguasa kerajaan Medang itu jelas berasal dari Sriwijaya itu bisa di lihat pada sebutan gelar “Dapunta Sailendra” pada Prasasti Sojomerto, kata Dapunta hanya di pakai oleh raja2 Sriwijaya dan tidak di pakai oleh Raja2 di Jawa, berarti Jawa merupakan daerah tahklukan Sriwijaya dan merujuk pada Prasasti Kota Kapur yg mengatakan Dapunta Hyang Jaya Nasa berangkat ke Pulau Jawa untuk melanaklukan Jawa yg tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Dan satu hal lagi Candi Borobudur yg di bangun oleh Pramowardhani anak Samaratungga yg merupakan Raja2 keturunan dinasti Sailendra itu juga merupakan warisan Sriwijaya, terdapat relief dan ukiran di dinding2 candi yg menggambarkan pasukan2 berperahu yg identik dengan Armada Sriwijaya, karena pada zaman itu mayoritas penduduk pulau jawa Beragama Hindu sedangkan Sriwijaya beragama budha. Sriwijaya dan Dinasti2 keturunan Sailendra mulai kehilangan kekuasaan atas Jawa di karenakan pemberontakan oleh Rakai Pikatan yg merupakan keturunan Dinasti Sanjaya yg beragama hindu dan dia juga adalah suami Pramowardhani, Rakai Pikatan berhasil mengalahkan Balaputradewa yg mana Balaputradewa ini juga adik dari Pramowardhani keturunan Dinasti Sailendra ( Sriwijaya ), Rakai Pikatan berhasil membalas kekalahan Dinasti Sanjaya atas Dinasti2 Sailendra dan merebut kembali kekuasaan Dinasti Sanjaya di Jawa dan Hindu makin berkembang di Jawa hingga era Majapahit. Jadi motif Rakai Pikatan menikah dengan Pramowardani bisa di katakan ada unsur ingin membalas dendam dan mengembalikan kekuasaan Dinasti Sanjaya atas Jawa. Dan saya juga keberatan dengan sejarawan yg suka menafsirkan sejarah sesuai dengan keinginan mereka tanpa melihat fakta2, bahkan hingga saat ini ada sejarawan yg masih menyangkal itu. Reply 2012 September 6 Ardi permalink Saya agak keberatan dengan argumen yang menyatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya runtuh akibat dari serangan Kerajaan Majapahit, terlihat sekali betapa kurang nya wawasan sejarah dan sejarah itu jangan di tafsirkan sesuka hati seperti karangan cerita Wiro Sableng, sejarah itu mesti di tafsirkan dengan fakta2 di lapangan baik berupa peninggalan Candi maupun Prasasti dll. Majapahit itu belum ada saat kegemilangan Sriwijaya bahkan Kerajaan Singosaripun belum ada, Kerajaan yg menguasai pulau jawa saat periode Sriwijaya adalah Kerajaan Medang dan itupun akhirnya menjadi bawahan Sriwijaya, Wangsa Sailendra penguasa kerajaan Medang itu jelas berasal dari Sriwijaya itu bisa di lihat pada sebutan gelar “Dapunta Sailendra” pada Prasasti Sojomerto, kata Dapunta hanya di pakai oleh raja2 Sriwijaya dan tidak di pakai oleh Raja2 di Jawa, berarti Jawa merupakan daerah tahklukan Sriwijaya dan merujuk pada Prasasti Kota Kapur yg mengatakan Dapunta Hyang Jaya Nasa berangkat ke Pulau Jawa untuk melanaklukan Jawa yg tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Dan satu hal lagi Candi Borobudur yg di bangun oleh Pramowardhani anak Samaratungga yg merupakan Raja2 keturunan dinasti Sailendra itu juga merupakan warisan Sriwijaya, terdapat relief dan ukiran di dinding2 candi yg menggambarkan pasukan2 berperahu yg identik dengan Armada Sriwijaya, karena pada zaman itu mayoritas penduduk pulau jawa Beragama Hindu sedangkan Sriwijaya beragama budha. Sriwijaya dan Dinasti2 keturunan Sailendra mulai kehilangan kekuasaan atas Jawa di karenakan pemberontakan oleh Rakai Pikatan yg merupakan keturunan Dinasti Sanjaya yg beragama hindu dan dia juga adalah suami Pramowardhani, Rakai Pikatan berhasil mengalahkan Balaputradewa yg mana Balaputradewa ini juga adik dari Pramowardhani keturunan Dinasti Sailendra ( Sriwijaya ), Rakai Pikatan berhasil membalas kekalahan Dinasti Sanjaya atas Dinasti2 Sailendra dan merebut kembali kekuasaan Dinasti Sanjaya di Jawa dan Hindu makin berkembang di Jawa hingga era Majapahit. Jadi motif Rakai Pikatan menikah dengan Pramowardani bisa di katakan ada unsur ingin membalas dendam dan mengembalikan kekuasaan Dinasti Sanjaya atas Jawa. Dan saya juga keberatan dengan sejarawan yg suka menafsirkan sejarah sesuai dengan keinginan mereka tanpa melihat fakta2, bahkan hingga saat ini ada sejarawan yg masih menyangkal Borobudur adalah Candi peninggalan Sriwijaya bahkan masih ada yg mengatakan Dinasti Sailendra itu berasal dari Jawa, sulit apa mengakui Jawa pernah menjadi bawahan Sriwijaya ??? Semoga menjadi renungan kita bersama. Reply 2012 September 20 De Empu permalink Oh Sriwijaya.. Dinginkan kepala-kepala anda wahai saudaraku Sriwijaya akan terkuak walau secara perlahan, awal Sriwijaya akan terkuak dari awalnya terbentuk, dan akan membuat kita tercengang.. Reply 2012 September 21 Devia Nalini Sheera permalink Saya setuju… :) Reply 2012 September 21 Devia Nalini Sheera permalink Anting-anting Sriwijaya yang Dibuang Mulanya, perjalanan ini kuanggap sia-sia tapi “TIDAK” ketika mulutku coba mencari jelas pada beberapa orang yg disebut ahlinya soal tanaman. Baru kuakui, setiap langkah dan niatan tak ada yang akan sia-sia jika berdasarkan alasan untuk mencari kebenaran. Mencari tahu tidaklah salah, tapi akan menjadi salah jika kita hanya cukup melalui fase “mengetahuinya saja”. Artinya jelas, fase mencari tahu harus berkelanjutan menjadi fase memahami agar pertanyaan-pertanyaan terjelaskan dengan benar. Akan selalu ada akibat setelah ada sebab. Maka akan selalu ada alasan dari setiap pertanyaan dan jawaban. Itu tidak akan terlahir begitu saja. Renungkan itu! Perjalanan kali ini, aku menuju sebuah daerah bernama Pagaralam. Tepatnya sebuah kota kecil yang memiliki kebanggaan akan gunungnya yang bernama Gunung Dempo. Saat ini, Pagaralam memang tengah menjadi pusat perhatian mata para peneliti sejarah. Khususnya sejarah Kerajaan Sriwijaya yang tiba-tiba menghilang jejaknya dalam kejayaannya. Pun tak berniat lebih, karena aku bukan seorang Sejarahwan.. Aku mencoba untuk menapaki jalur tracking Gunung Dempo melalui jalur wisata yakni Tugu Rimau yang terletak di Tangsi IV atau berdekatan dengan Kampung IV. Ini pengalaman pertamaku mendaki gunung. Jadi tidak seperti kebanyakan para pendaki yang membawa perlengkapan dan logistik mumpuni. Kala itu, aku hanya berbekal air mineral 600 ml dan 4 potong coklat sisa perjalananku dari Tangerang dan potato snack yang masih 3/4 dari isinya. Tanpa tenda dan kantung tidur, aku dan seorang warga asal Desa Meringang memulai pendakian pada pukul 15.00 WIB. Ini nekat namanya. Tapi tidak juga karena aku bukan bertujuan untuk menaklukan puncak gunung seperti kebanyakan para pecinta alam yang memiliki sederet panjang pengalamannya dengan berbagai puncak gunung. Aku memang bukan pecinta alam, tapi aku cukup peduli dengan pemandangan selama pendakianku. Seperti halnya menikmati serakan sampah plastik yang disisakan para pecinta alam yang bangga telah mencapai puncak-puncak gunung. Hah! Mereka menamai diri mereka sebagai Pecinta Alam tapi tak malu meninggalkan sampah-sampah plastik di alam semesta jagad raya yang jelas tak memiliki tukang sapu yang dibayar jelas per bulannya. Mereka juga tak malu bekoar keras sebagai Orang-orang yang Mencintai Alam, namun tak malu mengukir nama-nama mereka di batang-batang pohon yang mereka tak anggap jiwa-jiwa itu menangis. Ah, sudahlah.. Aku sangat bersedih menikmati pemandangan itu. Kakiku terus menapaki jalur pendakian, sambil menikmati beberapa pemandangan yang baru untukku setelah perjalananku selama 3 tahun menyusuri beberapa lokasi hutan konservasi di Kalimantan Tengah. Memang tidak ada kesamaan yang spesifik karena Gunung Dempo adalah jenis pemandangan hutan di pegunungan tidak sama seperti di Kalimantan Tengah yang tepatnya di hutan konservasi Suaka Margasatwa Sungai Lamandau yang hanya bisa dilalui jalur sungai dan Taman Nasional Tanjung Puting. Begitu juga dengan ekosistemnya yang jauh berbeda. Tapi di sela pendakian, aku sempat terheran-heran ketika pandanganku tertuju pada sebuah Pohon Nipah yang memiliki nama ilmiah Nypa fruticans Wurmb (http//id.wikipedia.org/wiki/Nipah: Tumbuhan ini merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove). Wow! Hatiku berdecak kagum sekaligus heran. Ini tidak masuk akal. Selama 3 tahun di Kalimantan Tengah, aku bergumul dan sering kali menyapa pohon ini bahkan beberapa kali telah kutulis dalam naskah berita di harian umum surat kabar Borneonews, media masa tempatku bekerja saat itu. Jelas aku tidak salah melihat dan mengidentifikasi kalau pohon yang tumbuh dengan akar yang kuat sebesar kakiku itu adalah Pohon Nipah. Otakku terus bertanya-tanya, mengapa bisa tumbuhan jenis palm yang hanya hidup di daerah air payau ini tumbuh di Hutan Larangan, Gunung Dempo yang diduga berada pada ketinggian 1900 dpl. Ini bukan salah penglihatan. Ini bukan cerita mitologi.. Juga bukan mengada-ada. Ini fakta! Tapi sayangnya mengapa tidak ada peneliti yang sadar akan itu. Bahkan sayangnya lagi, perlengkapanku tidak selengkap para peneliti yang selalu mengantongi kamera sehingga aku tidak bisa mengabadikan penglihatanku itu. Tapi tak perlu kawatir, bagi siapa pun yang berencana melakukan pendakian ke Gunung Dempo bisa mengabadikan gambar Pohon Nipah yang ukurannya cukup besar itu sehingga diduga Pohon Nipah itu telah tumbuh lebih dari seabad. Meski jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi Pohon Nipah di Gunung Dempo bisa sangat mudah ditemukan. Itu karena di beberapa titik jalur pendakian juga ada yang ditumbuhi Pohon Nipah sehingga tanpa sadar, akar Pohon Nipah yang kokoh itu telah menjadi sebuah pegangan yang kuat bagi para pendaki. Lalu pertanyaanku mulai berlanjut ketika kuingat sebuah dugaan yang dicetuskan oleh seorang yang juga bukan seorang peneliti sejarah yang mengungkapkan kalau dahulu kala Pagaralam itu digenangi air sehingga ada dugaan pula kalau hulu Sungai Musi adalah terletak di Pagaralam. Hulu Sungai Musi di Pagaralam???? Selain itu diperkuat lagi dalam sebuah catatan berangka tahun 1920 yang menjelaskan saat itu kapal Belanda masih hilir-mudik ke hulu Sungai Musi yakni Pagaralam. Hulu Sungai mengingatkan aku pada sebuah teori pola prilaku manusia zaman dulu yang selalu memusatkan aktivitasnya pada hulu sungai dan menempati puncak-puncak gunung tertinggi. Mungkinkah ini juga berkaitan dengan jejak-jejak sejarah menghilangnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya pada masanya itu. Meski Kerajaan Sriwijaya bukan merupakan jenis kerajaan teritorial, namun Kerajaan Sriwijaya tetap pernah memiliki lokasi titik mula yang juga disebut sebagai lokasi pusat kerajaan. Sekali lagi, saya pertegas.. Saya bukan seorang ahli sejarah atau yang biasa disebut dengan Sejarahwan. Dugaan yang terlahir dari alam logikaku murni dari pola pikir sederhana manusia yang berakal. Tidak ada juga niat dalam hati untuk menjadi pahlawan kesiangan yang tiba-tiba mengklaim dirinya sebagai orang yang lebih tahu sehingga berhak untuk bicara kebenaran sejarah untuk menunjukan lokasi pusat Kerajaan Sriwijaya. Hohoo.. Ini hanya dugaanku, sedang yang berhak memutuskan kebenaran ini hanya mereka yang dikatakan sebagai ahli sejarah. Begitu juga dengan Desa Rimba Candi yang ramai diperbincangkan sebagai lokasi pusat Kerajaan Sriwijaya karena telah ditemukan banyak batu yang diduga sebagai puing-puing sisa bangunan kerajaan. Bicara candi.. Aku tidak yakin itu berarti sebuah bangunan pusat kerajaan. Aku pikir itu hanya candi yang fungsinya tak ubah seperti tempat sembahyang atau bisa juga itu hanya sebuah taman kerajaan. Jadi dugaanku itu hanya bagian dari bangunan pusat kerajaan. Sedang yang disebut benar-benar pusat atau istananya bukan terletak di Desa Rimba Candi. Ah, itu hanya dugaan saja. Tapi aku juga tidak bisa memungkiri jika dugaan-dugaan itu bisa dijadikan refrensi bagi mereka yang disebut sebagai ahli sejarah atau siapa saja yang berkeinginan mengungkap keberadaan bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya. Kemudian refrensi lainnya, aku coba menilik pada catatan sejarah terangkatnya Candi Borobudur yang merupakan bukti pusaka kejayaan Kerajaan Sriwijaya seperti yang tertulis dalam syair tembang Gending Sriwijaya. Di kalaku merindukan keluhuran dulu kala Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya Dalam seni kunikmati zaman bahagia Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru Tutur Sabda Dharmapala Sakya Khirti Dharma Khirti Berkumandang dari puncaknya si Guntang Mahameru Menaburkan tuntunan suci Gautama Budha Sakti Borobudur candi pusaka di Zaman Sriwijaya Saksi luhur berdiri teguh kokoh sepanjang masa Memasyurkan Indonesia di daratan se-Asia Melambangkan keagungan sejarah Nusa dan Bangsa Taman sari berjenjangkan emas perlak Sri Kesitra dengan kalam pualam bagai di Sorga Inderalaya Taman puji keturunan Maharaja Syaelendra Mendengarkan iramanya lagu Gending Sriwijaya. Candi Borobudur terangkat setelah terjadinya bencana alam gempa sehingga abu-abu vulkanik yang menutupi bangunan Candi Borobudur meluruh. Artinya Candi Borobudur menghilang setelah terjadinya letusan gunung. Mungkinkah, bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya pun menghilang setelah terjadinya letusan gunung yang hebat. Dugaan itu mungkin terjadi jika kita mengasumsikan lokasi bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya seperti halnya pola hidup manusia zaman dulu yang menempati puncak-puncak gunung tertinggi. Atau seperti yang tertuang dalam catatan kidung atau tembang sriwijaya lainnya yang dikutip dari rizacky.blogspot.com/2009/05/kemala-yang-terpendam.html. Sebuah kedatuan yang pernah jaya Hampir keseluruh Mayapada Bawa bekal yang takkan habis oleh perjalanan waktu Ketika kembara melangkahkan kaki menelusuri tepian pantai Dan…………………………… Di dalam menyibak tirai itu Harus tertebus dengan suatu pengorbanan Walaupun alam tembangkan kidung nestapa Kaki luka jiwa hancur Namun sukma suci Namun sukma putih Dan, Air merupakan kehidupan Tiga helai daun lontar yang tak akan layu dan musnah karena kurun waktu Yang putih jangan katakan hitam Di kala kuning bertandang Alam merupakan tirai diantara putih-putih dan kelabuh Dan Lengkung pelangi setelah renai hujan Di situ tempat kerajaan kami, Istana kami Dan Tak ada kembara yang sanggup menembus tirai semu diantara batas kita Itulah………………………………………………………………………… Dikala bunga lotus menyebarkan fatwa Walaupun alam tembangkan kidung nestapa Namun sukma suci Namun sukma putih Dan Air merupakan kehidupan Semilir angin menyampaikan berita keseluruh penjuru mayapada Dan secercah dian Darmapala menjelma Siguntang dan Mahameru wujudan si Darta Gautama Yang merubah perjalanan waktu Yang menjadikan kedatuan semerbak mewangi diseluruh kanca Di darat kau Raja Di sungai kau Banginda Di laut kau Sultan Tiada tepian tiada yang kau miliki Mentari pagi dan Ugahari terpeluk erat dalam kedatuan Di tepian kau bercanda Di belantara kau bersenandung Di bukit yang berbataskan dengan kaki-kaki langit Semua terpeluk dan tergenggam dalam kejayaan Kau angkuh, keras, kuku membatu Merah, putih, kuning dan perpaduan warna Tunduk dibawah sinar rembulan Tiada daratan, tiada lautan yang tiada kenal engkau Tapi sayang, Di balik awan yang hitam mentari dibelai kesenduhan Ketika semuanya jatuh runtuh dalam mahligai kejayaan. Tiga helai daun lontar yang tak akan layu dan musnah karena kurun waktu Yang putih jangan katakan hitam Dikalah kuning bertandang Alam merupakan tirai diantara putih-putih dan kelabu Dan Lengkung pelangi setelah renai hujan Disitu tempat kerajaan kami, Istana kami Semua insan yang dulunya bercermin pada kaca yang telah retak Membias diri dalam belaian Sang Budha Sungai dan belantara bagaikan taman dalam Indraloka Suara unggas dan margasatwa bagaikan paduan suara dewa-dewi Nirwana Semua manusia dari yang hitam sampai yang terputih Diantara yang putih, semua tiada celah Tiada puri yang tidak terjangkau Tiada singgahsana yang tidak terduduki Tiada upeti yang tidak terdapat Tiada daerah yang tidak termiliki Semua dibawah panji-panji kebesaran Maharaja Diantara kedua sungai dan muara Rakyat hidup bersuka Bukan diantara belaian duka dan air mata Himbauan Mahameru yang tersampaikan lewat bayu Memberikan semangat bagi insan yang ada di darat Hamparan perairan itulah kejayaan kami Jaya di atas kejayaan Bunga bukan sekar melainkan kembang terputih dari putih Dan putih yang tiada ternoda Emas menguning tiada arti Putih mutiara berserakan Itu tiada berarti Karena kedatuan memiliki lebih dari pada yang lebih Dan Tak ada kembara yang sanggup menembus tirai semu diantara batas kita Itulah………………………………………………………………………… Jika kau seorang satria Ketika kau lintasi jalan setapak dipegunungan, Ketika kau lalu, godaan lirih dedaunan jangan kau hiraukan, Dan bila mekar bunga sekuntum jangan kau palingkan mukamu, Dan jangan kau petik bunga itu, niscaya kau akan luluh ditepian jeram Himbauan burung, angin dan ranting pohon jangan kau hiraukan Teguhkan hati, songsong surya hingga dia tenggelam, Kala bulan sembunyi jangan kau intip bintang jika tidak ingin kau musnah Kau basuh luka dengan air mata Bukan dengan ratap Semua terpendam dalam keangkuhan, kebanggaan, kekuasaan dan kejayaan Tiada cita yang tidak tercapai Tiada cita yang tidak tergapai Tiada musuh yang tak terterjang Semua kandas, hancur, tenggelam ditelan silam Ada sebuah bukit dan ada juga lembah, Dari sana kau dapat melihat sebuah kelok sungai yang bermuara Di laut kau nagaikan nakhoda, Kau intip bintang dikepekatan malam untuk tentukan arah Dimana ada daratan Dan Adakah pelabuhan yang akan kau singgahi Bila kau seekor burung lepas, bebas terbang dijagat raya Kau pasti kembali kedaratan, ranting, dahan, tapi………………dimana ? Sibak selimut mayapada Teguhkan, tetapkan dan mantapkan Tukar hatimu dengan baja Siapkan laskar lebih dari selaksa Telusuri sungai Jelajahi lautan Tembus belantara Terjang gunung Lewati ngarai Akan kau temui………………………………………………… ??? Jangan kau berpaling sebelum kau temui Ketika rona merah tiada lukis diperaduan mentari Saat itu bulan penuh, langit tanpa awan Saat itu, dewi, bidadari, bersuka ria di puri Ketika fajar menyingsing dan mentari enggan menampakkan diri Saat itu SATRIA tegak berpijak dengan kokoh, dan kokoh di persada Disaat gendang dibunyikan oleh tangan-tangan yang kokoh Maju, terjang bagimu hai prajurit, hantam dia dari seberang lautan, Leburkan dia dari daratan Songsong dia dan darimana pun dia, tidak ada rasa takut Tertera dihati kita, selaksa kita jatuh, berjuta laksa kita tumbuh Di kanca pertempuran, tidak ada kata muhibah ! tikam terjang, Bunuh dan bunuh, bunuh demi Maharaja dan kejayaan kita Tepik sorak kemenangan telah terbiasa, kekalahan sudah lumrah Terjang badai, terjang topan, songsong armada, leburkan Demi kesetiaan kita pada Junjungan Ketika datang berpuluh armada bahkan lebih dari negeri jauh Dan jauh, kita sambut dia disuatu selat, bukan diperairan, Kita hantam dan leburkan kerajaan itu. Semua luruh lebur yang ada hanya warna merah dan cahaya kuning Diatas sebuah kemenangan didasari suatu kekalahan Pahit rasa mereka, manis itu rasa kita, CAMPA itu milik mereka Dan KEDATUAN milik kita. Di antara DUA MUARA, SATU SELAT, LIMA SUNGAI dan DUA ANAKNYA disitu tempat kami Semua tiada terjamah oleh tangan baru terjamah oleh angan Sebagai kembara, kelana Bawah sebilah lembing tancapkan kebumi Dan angan memerah semerah saga bagimu bukan khayalan belaka Dan ingat……………………………………………………………..? Bila mentari tepat diatas, bayanganmu merupakan titik Itulah tempat kami Bila kau dahaga ditepian kau dapat menghapus semuanya Itulah tempat sebagian rakyat Yang akhirnya hancur dan musnah setelah dilanda ANGKARA Dan ada SATU KERAJAAN yang INGIN di MAHARAJA Yang tercanang bahwa kerajaan kita hancur dan musnah karena dia Namun semua tahu baik KUNING, HITAM, PUTIH bahwa kita tetap jaya Kita tidak KALAH dan juga tidak MENANG. Tapi perjalanan waktu tahu bahwa kita pernah jaya, dan jangan dicontoh MAHARAJA yang ingin jadi RAJA bersenandung diatas runtuhnya sebuah Keruntuhan yang terdapat dibalik keruntuhan. AIR milik rakyat menjadi SAKSI ABADI untuk semuanya………………… Diantara sebentuk daratan yang dibatasi oleh lautan disitu ada kami Dikala kepekatan mencekam menghantui Cari pelita untuk menerangi semuanya Dan jangan lupa pada yang kuasa Bila kau berdiri diatas sebuah bukit Akan kau lihat puncak kedatuan kami Yang kini terkubur dan terpendam Diantara keangkuhan kenangan dan perjalanan masa Alunan ilalang terlihat jelas, senandung pepohonan begitu syahdu Penaka cetusan hati nurani sang dewi tatkala menerima KEMALA Yang di impi, tetapi tak seindah sekar, ranting, indraloka, wadak.indah tidak terlalu indah, jelek namun terlalu indah, ataukah yang angin lirihkan Sebentuk MERAH diatas KUNING, sebuah lambang dan kebesaran kita Lengking SEHIDUNG, LENGUH dan teriakan nyaring disitulah daerah Sebagian tempat kami. Harum sekuntum kemala semerbak meronai membiasnya bianglala Terlalu indah dan indah, bila ingin digapai tangan, ganti angan wujudkan Dalam kenyataan dan jangan selalu dibelenggu oleh mimpi. Lihatlah deru badai telah berlalu, kini langit membiru, membahana Terdengar suara sang dewa dewi yang terpadu satu Bangkit dan bangkitlah, tempu apa adanya. Ingat fajar telah menyingsing dan temukanlah sebuah NAMA dari sebuah KERAJAAN yang pernah jaya dihampir seluruh JAGAT RAYA. Kau temukan TIGA helai daun LONTAR dan SATU batang JATI TUNGGAL Disitu kau dapat melangkah maju…dan..temukan semuanya Bila semua telah tersibak akan tejamahlah KEAGUNGAN ABADI Dan selimut halimun yang selama ini merupakan batas antara kita Dan Dipunggung bukit yang sepi tetapi tidak sunyi Hanya kelenggangan menjadi SINGGAHSANA Mungkinkah jika bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya juga menghilang karena faktor alam. Dugaanku bisa jadi IYA jika lokasinya di punggung Gunung Dempo. Tidak ada catatan data ilmiah letusan dahsyat Gunung Dempo, namun diperkirakan letusan pernah terjadi pada pertengahan abad ke-18. Pakar vulkanologi, Dr Surono alias Mbah Rono, mencatat bahwa justeru gempa bumi berkekuatan besar di Gunung Dempo terjadi pada tahun 1838 (http://www.beritamusi.com/berita/2012-04/ditemukan-tempayan-kubur-di-dempo-utara-pagaralam/berita/2011-05/dempo-sang-pembuka-peradaban-baru/). Kalau dugaan itu mendekati kebenaran, maka terangkatnya bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal menunggu terjadinya bencana alam besar seperti yang terjadi pada Candi Borobudur. Atau seperti yang dikatakan Anton, seorang leader Pencinta Alam Gunung Dempo yang juga pernah mengikuti Ekspedisi Bukit Barisan wilayah Gunung Dempo yang dimotori Kopassus (Komandan Pasukan Khusus) TNI-AD pada tahun lalu, “Bangunan pusat Kerajaan Sriwijaya belum waktunya terangkat, sebelum barang yang dibuang dikembalikan.” Anton juga menjelaskan, barang yang dibuang dimaksud tersebut adalah anting-anting. Ffiuh! Ini filososfi sekali. Sangat filososfi.. Lagi-lagi, harus kukatakan bahwa aku bukan seorang ahli sejarah, sehingga aku berhak bebas memiliki dugaan-dugaan sekenanya saja yang berdasarkan akal sehatku. Filososfi ini seperti berkaitan dengan sejarah keluarga Kerajaan Sriwijaya pada masa kejayaannya yakni pada masa Syaelendra yang kala itu Parameswara sebagai Rajanya. Parameswara yang merupakan Raja ke X atau dengan nama lain Srimat Tribhuanaraja Mauliwarmadewa dalam catatan sejarah Kerajaan Dharmasraya atau nama lainnya Raja Segentar Alam karena beliau memiliki ilmu Segentar Alam atau nama lainnya setelah diusir dari Sriwijaya dikenal dengan Iskandar Zulkarnaen setelah mendirikan Kerajaan Malaka, itu kalau tidak salah dan berarti benar.. Beliau hanya memiliki dua orang puteri yang bernama Dara Jingga atau nama lainnya Lintang seperti yang dikenal di Pagaralam dan Ratu Purin Lintang Diageng untuk namanya di Kalimantan yang menikah dengan Raja Paninting Tarung dari Kerajaan Nan Marunai dan Dara Petak yang berarti Merpati Putih memiliki nama lain Indreswari dalam catatan Negarakretagama dari istrinya yang bernama Puteri Rambut Selako. Sedangkan dengan pernikahannya dengan yang lain melahirkan hanya anak lelaki. Mungkinkah, anting-anting itu adalah gambaran filososfi kedua putrinya. Sekali lagi, dugaan itu bisa “IYA” jika menilik pada catatan sejarah Ekspedisi Pamalayu. Istilah anting-anting yang dibuang, bisa dikaitkan dengan catatan sejarah Ekspedisi Pamalayu (1275-1293 M) yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang dari Kerajaan Singhasari. Inti ekspedisi itu adalah untuk menjalin kerjasama baik-baik antara dua kerajaan dengan cara menyerahkan kedua gadis Parameswara untuk dinikahkan Kertanegara di Singhasari. Namun menurut catatan Dinasti Yuan, Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukan Mongol untuk menyerang Kerajaan Singhasari pada 1292. Akan tetapi Kerajaan Singhasari ternyata sudah runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang. Sehingga pasukan Mongol kemudian bekerja sama dengan Raden Wijaya, raja pertama Kerajaan Majapahit yang juga merupakan kakak kandung dari Mahisa Anabrang atau pemimpin Ekspedisi Pamalayu untuk menghancurkan Jayakatwang. Selanjutnya kedua orang putri Parameswara tersebut, Raden Wijaya sebagai ahli waris Kertanagara mengambil Dara Petak sebagai istri, dan menyerahkan Dara Jingga kepada seorang dewa. Istilah Dewa terlalu mitologi sehingga saya beranggapan itu hanya sebuah pengaburan dari seseorang yang telah meninggal. Jelasnya, ada penggalan catatan sejarah yang sengaja dibuang di sini yakni tentang pertemuan Dara Jingga dengan Mahisa Anabrang yang gugur dalam Ekspedisi Pamalayu tersebut. Ada dugaan Mahisa Anabrang dan Dara Jingga telah jatuh cinta dalam pertemuannya itu. Sehingga Dara Jingga dituliskan memiliki anak dari Mahisa Anabrang yang bernama Adityawarman. Dara Jingga mengandung anak dari Mahisa Anabrang dan belum sempat menikah karena Mahisa Anabrang gugur dalam ekspedisi tersebut. Itu juga alasan mengapa Raden Wijaya tidak menikahi Dara Jingga yang kemudian diberi sebutan Salakidewa. Mungkin itu juga alasan mengapa Raden Wijaya sangat menyayangi Adityawarman. Sekembalinya Dara Jingga dari Ekspedisi Pamalayu, ia pulang kembali ke Sumatera dengan kondisi berbadan dua. Aku pikir, kondisi seperti itu menjadi sebuah aib bagi Sriwijaya sehingga Dara Jingga dibuang dan diasingkan ke Kalimantan. Ffiuhhh!!! Jadi mungkinkah dugaan anting-anting yang dibuang itu adalah anak gadis Parameswara yang bernama Dara Jingga karena hamil di luar nikah. Wow! Rangkaian dugaan cerita ini seperti tidak masuk akal. Pun aku tidak meminta kalian untuk percaya karena aku bukan seorang ahli sejarah. Biarlah, mereka yang ahli yang mengungkapkan kebenaran ini semua. Semoga! *** http://sejarah.kompasiana.com/2012/09/15/anting-anting-sriwijaya-yang-dibuang/ Reply 2012 October 24 Pa Raden permalink Saudara2 ada berita baru mengejutkan, sepertinya Malaysia sudah ancang2 akan mengklaim Pusat& Ibukota Sriwijaya berada di Semenanjung Malaysia. Sebenarnya sih wilayah yg diklaim masih tergolong wilayah Thailand Selatan yaitu di Chaiya, namun pihak malaysia menghubung2kannya dengan menyatakan Sriwijaya mula2 adalah semacam konfederasi kerajaan2 di semenanjung Malaysia macam Kedah,Langkasuka, dan Trambalingga dengan ibukota di Chaiya(perbatasan Malaysia&Thailand). Dan mereka berargumen bahwa kerajaan2 Malaysia ini udah jauh lebih tua dan lebih “berperadaban tinggi” daripada kerajaan2 di Indonesia. Sedangkan Jambi-Palembang dan sekitar adalah jajahan bangsa semenanjung &bukan pusat sriwijaya Bahkan mereka sudah klaim bahwa pusat peradaban&kebudayaan melayu adanya di Malaysia-Thailand dan bukan di Sumatera. Rata2 pendapat Malaysia ini berdasar penelitian terbaru dari seorang arkeolog Jepang bernama Takashi Suzuki yg mengeluarkan desrtasinya pada tahun 2011 ini link-nya http://www7.plala.or.jp/seareview/newpage6Sri2011Chaiya.html Seprtinya bakal terulang lagi “pengklaiman budaya Indonesia” oleh pihak Malaysia… Reply 2012 October 24 Drs.Rahman.M,Pd permalink Dari artikel sampai puluhan komentar tentang kerajaan Sriwijaya yang menungkap berbagai pandangan yang berbeda satu sama lainnya, disebabkan sbb: 1.kurangnya referensi sejarah 2.kerajaan Sriwijaya hilang bagai misteri 3.Kurangnya penelitian yang valid oleh budayawan Sum-sel maupun Indonesia umumnya. 4.terbelenggu oleh pendapat asing (Barat dan eropa) Dari hasil penelusuran tim kecil yang tergabung Dalam Yayasan Pedulis Situs Sriwijaya, akta notaris Rosnaini,SH,M,KN no.09 tahun 2009. kami berpandangan bahwa runtuhnya kerajaan Sriwijaya akibat olah anak keturunan raja Sriwijaya bernama Raja Pranata Wijaya yang mempunyai anak 4 orang hasil pernikahannya dengan wanita dari India, Cina, keturunan Dempu Alam (bukan DEMPO) dan keturunan Arab. perkiraan terjadi ahir abad 7 M.Pusat kerajaan Sriwijaya berada diBukit Raja (Mendare) terletak antara Pagaralam dan kabupaten kaur Utara dulu kabupaten induk Bengkulu selatan dan dipinggir sungai Kinal yang bermuara kelautan Hindia (laut Bengkulu) jaraknnya sekitar 10 KM. peninggalan sejarah yang meyakinkan, al: pemandian raja-raja dengan panjang 2,5 KM lengkap dg kebesarannya termasuk tempat ganti pakaian dari batu,tempat istirahat, tempat raja dan tamunya, rakyat biasa, tentara dll. Disamping itu terdapat bangunan yang berdinding batu, dengan kamar2 didalamnya, pagar kerajaan dengan tebal 7 M dan panjang puluhan kilometer, ada peta batu, batu vihara, dan lainnya. untuk mencapai lokasi dari kecamatan Kaur dengan jalan kaki selama 5 jam menyusuri bukit terjal. Diseblah bangunan kerajaan juga terdapat bangunan lainnya yng menyerupai Candi. dan berdasarkan informasi yg dapat dipercaya bahwa sebenanrnya kerajaan Sriwijaya bukanlah satu-satunya kerajaan, melainkan ada kerajaan pendahulunya yakni kerajaan Dempu Alam berpusat diRimba Candi, lalu kerajaan Dwi jaya berpusat dibukit Tembok, kerajaan ketiga kerajaan tri Jaya juga dibukit Tembok dimana masih ada peninggalan purba yakni Menara setinggi 315 M menjulang tinggi, kemudian kerajaan ke-empat Sri jaya sekitar 20 KM sebelah barat dekat reruntuhan kerajaan Sriwijaya.Bukti-bukti sejarah secara tidak tertulis tapi wujud aslinya masih utuh dan sahih.Tapi apakah ada kemauan menggalinya, menyibak misteri yangs emestinya bukan? dan berdasarkan kaidah ilmiah bahwa bukti-bukti berupa bangunan dan lainnya merupakan alat yang dapat dijadikan bukti yang akurat ilmiah. mari kita satukan langkah, menuju Sriwijaya yang jaya penguasa Nusantara dan sebagaian belahan dunia ini. Sriwijaya abad 4-7 jaya menemukan dunia bulat, peta dunia, kapal/perahu yang mengarungi samudra luas. Ini dibuktikan dg peninggalan jung (kapal batu) disungai Luas Kaur Utara lengkap dengan tambatannya. terimakasih, kita saling tukar info dan sambil berbenah untuk membuktikan bahwa Sriwijaya itu tidak misteri tapi ada tempatnya yg jelas.