Monday, 24 December 2012

Asal usul suku Komering

15 Februari 2012 Asal usul suku Komering Rate This Kehidupan masyarakat komering berpusat disekitar Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Daerah ini dikenal dengan nama Sakala Berak terletak di daratan tinggi kaki Gunung Pasagi dan Gunung Seminung tempat Danau Ranau berada. Secara harfiah, kata Sakala atau Sagala berarti Komering sedangkan kata Berak berarti luas. Sehingga daerah sekitar itu disebut masyarakat setempat dengan nama Komering yang luas. Nenek moyang orang komering diperkirakan berasal dari Tiongkok Selatan, pada ribuan tahun yang lalu turun ke laut melalui sungai-sungai besar di Cina yang bermuara ke selatan. Akhirnya mereka tersebar di beberapa wilayah Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara sekarang ini. Sehingga tak mengherankan bila sering terlihat suatu persamaan di dalam gerak dan tingkah laku antara orang Komering, Lampung dan Batak. Bahkan ada faham yang dibenarkan dalam kehidupan masyarakat itu bahwa mereka berasal dari tempat dan keturunan yang sama, hanya saja lambat laun sikap dan pertumbuhan makin memisah mencari jalan sendiri-sendiri. Seperti kehidupan dan adat istiadat daerah lain, masyarakat Komering dan Lampung juga menjadikan suatu tempat yang dianggap keramat (dihormati) itu adalah sekitar Kota Liwa (ibukota Kabupaten Lampung Barat sekarang ini). Dari daerah asal itu lambat laun nenek moyang menuruni gunung dan lembah menyusuri beberapa sungai yang bermuara di laut Jawa. Orang Komering turun hingga ke Muara Masuji dan Sugihan. Sedangkan orang Lampung menyusuri Sungai Tulang Bawang, Seputih dan Sekampung yang akhirnya membentuk golongan masing-masing sampai ke Gunung Raja Basa. Ribuan tahun kemudian barulah daerah-daerah yang mereka huni dan terisolir muulai terbuka, sehingga timbul hubungan dan komunikasi dengan dunia luar. Terbukanya daerah ini karena adanya aktifitas dari kerajaan-kerajaan yang ada. Kerajaan ini sendiri timbul karena terjadinya hubungan komunikasi antara masyarakat yang datang dan menetap. Pada masa itu agama dan faham yang dianut oleh masyarakat adalah kepercayaan pada yang gaib-gaib dan yang maha kuasa (Animisme dan Dinamisme). Termasuklah di dalamnya menyembah kepada matahari, bulan, bintang-bintang dan gunung-gunung bahkan menyembah makhluk-makhluk yang dipercayai ada di sekitar manusia. Beberapa masa kemudian masuklah pengaruh dan ajaran agama Hindu dan Budha yang lebih mempercepat tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Hingga akhirnya masuklah pengaruh dan ajaran-ajaran dari Jawa dan Agama Islam. Didalam kehidupan budaya adat Komering dan Lampung sendiri dikenal suatu adat yang dikenal dengan Adat Penyimbang. Menurut pengertian aslinya berasal dari kata Simbang yang artinya giliran atau gantian, sehingga di sebutlah dengan arti giliran memimpin. Jadi dalam adat penyimbang seseorang dapat memimpinsesuai dengan adat yang berlaku, namun kedudukannya sebagai pemimpin kelak akan diganti dengan yang lain sesuai dengan musyawarah dan mufakat. Hingga kini gelar penyimbang itu terus dipakai oleh orang Komering. Umpamanya ada nama penyimbang Ratu, penyimbang Tulin, penyimbang Marga serta gelar-gelar lainnya. Hal ini diberikan sesuai dengan rapat adat yang diadakan bila seseorang memasuki jenjang pernikahan. Gelar itu hampir mutlak diperlukan bagi setiap laki-laki Komering yang memasuki jenjang pernikahan. Kalau gelar itu tidak dimilikinya maka keturunannya agak gelap, artinya ia tidak mempunyai kedudukan dalam lapangan adat. Adat istiadat yang ada kemudian secara berangsurangsur masyarakat Komering penduduknya memasuki lapangan usaha dan kegiatan masing-masing. Diantaranya ada golongan yang pada umumnya lebih cakap dalam bidang pemerintahan untuk mengurusi kepentingan umum. Ada pula yang ahli dalam bidang kebatinan dan keperkasaan dengan tenaga-tenaga gaib. Bahkan ada yang hanya mengurusi soal agama semata-mata serta ada yang ahli dalam soal berniaga. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat timbul apa yang dinamakan suku. Suku-suku yang terbentuk dalam golongan itu adalah: pertama, golongan pemerintaha yang menyebut lingkungannya dengan nama Suku Serba Nyaman. Kedua, golongan kebatinan disebut Suku Anak Putu. Ketiga, golongan Pasirah atau Kepala Marga disebut Kampung Pangiran. Keempat, golongan pengusaha dan pedagang disebut Suku Busali. Kelima, golongan Agama disebut Suku Kaum. Keenam, Suku Kampung Darak, dan yang ketujuh, Suku Karang Diwana. Ketujuh suku atau golongan di atas membentuk masyarakat bersama yang teratur, mereka membentuk tiuh atau dusun tempat tinggal. Akhirnya mereka membuat pucuk pimpinan yang lebih besar gabungan dari dusun-dusun itu yang disebut Marga sekarang disebut dengan Kecamatan. Dulu nama Kecamatan adalah Semendawai kemudian sekarang diganti dengan Kecamatan Cempaka. Sumber : cp 3 Share this: Press This Twitter Facebook Like this: Suka Be the first to like this. Posted by batumartaokutimur on 15 Februari 2012 in KATEGORI BERITA and tagged SEJARAH. 1 Komentar Satu Tanggapan » jhonyyan mengatakan: 7 Agustus 2012 pada 9:06 pm mengapa masyarakat lampung asli/pribumi juga jolma komoring yang notebene nya adalah bagian dari suku lampung,merasa kan anggapan bersaudara dengan suku batak dan suku bugis karena ada dalam tambo lama di sebutkan persaudaraan tsb,yakni sang bebatak menurunkan suku batak,sang bebugis menurunkan suku bugis dan lapong menurunkan suku lampung jadi wajar jika jolma komoring,ranau,kayu agung,sama halnya dengan yang berlaku umum di masyarakat lampung pribumi memahami hal tsb krn komering adalah sub bagian dari suku lampung yakni keturunan lapung yang di sebutkan dalam tambo lama. Balas

ASAL USUL GEKHAL/gelar(NAMA) MASING-MASING KELOMPOK, SUKU LAMPUNG

Senin, 09 April 2012 ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG Artikel ini secara singkat akan menjelaskan asal usul awalnya nama2/Gekhal kelompok suku Lampung yang berjumlah 14 macam kelompok……. Pubian Telu Suku Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku, maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi. Abung Sewo Mego Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga. Tulangbawang Mego Pak Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga. Waykanan Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri dari 5 kebuaian. Sungkai Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang. Belalau/Krui Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti halnya suku2 Lampung lainnya. Peminggikh Semangka Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka. Peminggikh Pemanggilan Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk, karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda. Peminggikh Teluk Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta dialek/cara berbahasa. Melinting Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting. Meninting Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut Meninting. Komring/Kayu Agung Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu Agung. Ranau/Muara Dua Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki. Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam wilayah Provinsi Lampung. Cikoneng/Banten Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng. Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan Sunda. Sumber: BUKU HANDAK II “Mengenal Adat Lampung Pubian” http://indonesiarek.blogspot.com

Thursday, 20 December 2012

bagian bagian etnis lampung(komering,ranau,kayu agung,tanjung raja,merpas,cikoneng,krui,liwa,semaka,waykanan,tulang bawang,abung,dsb)

Minanga Cindo Wahana berbagi cerita & forum silaturahmi. Teman-teman yang mau posting foto&infonya,silahkan kirim ke jomatiuh@yahoo.com Kamis, 03 Juni 2010 Sejarah Keratuan Lampung SEJARAH KERATUAN LAMPUNG 1. Perpindahan Nenek Moyang Bangsa Indonesia Pada dahulu kala, nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari daerah Yunan (Cina Selatan) melakukan perpindahan ke Selatan, hingga sampai ke pulau Sumatera. Di pulau Sumatera mereka pertama kali tinggal di daerah sekitar Danau Toba. Pada waktu itu - menurut cerita rakyat - Danau Toba dahulunya merupakan Gunung Berapi, sampai suatu saat Gunung itu meletus dan akibatnya letusannya yang besar terbentuk lah Danau yang besar yang dinamakan danau Toba. Akibat letusan itu sebagian rakyatnya berpindah ke berbagai penjuru diantaranya : Ada yang masih bertahan di daerah dekat Danau Toba menurunkan Suku Batak; ada yang pergi Pantai Timur Sumatera dan melakukan pelayaran hingga terdampar di Pulau Sulawesi dan menetap disana dan menurunkan Suku Bugis dan Minahasa ; Sedangkan yang mengungsi ke Selatan menuju Gunung Dempo (Sumatera Selatan) menurunkan Suku Lampung, Malayu, Rejang dan Palembang. 2. Masa-masa Keratuan Lampung Keratuan yang pernah berdiri di Lampung dan sekitarnya menurut masanya yaitu antara lain: a) Masa Keratuan Gunung Dempo Mungkin dinamakan Lamia Kepampang dalam sejarah lampung komering (dikaki Gunung Dempo). Setelah itu, sebagian anak keturunannya menyebar ke barat menurunkan suku Rejang, ke utara yaitu ke Pagaruyung menurunkan suku Malayu dan timur menurunkan suku Palembang, serta ke selatan menuju daerah Martapura dan Skala Brak (Lampung Barat) yang menurunkan suku Lampung yang masih menganut Agama Hindu atau Budha. b) Masa Keratuan Pemanggilan dan Puncak Keturunan keratuan dari Gunung Dempo tinggal di Martapura mendirikan Keratuan Pemanggilan dan Ke Skala Brak mendirikan Keratuan Dipuncak. Keratuan Pemanggilan dan Palembang mendirikan Kerajaan Sriwijaya. Raja terkenal adalah Bala Putra Dewa. Raja Sriwijaya bersaudara dengan Raja Ho-Ling mendirikan kerajaan Mataram Kuno yaitu dinasti Sailendra (membuat monument Candi Borobudur) di Jawa Tengah. Setelah dinasti Sailendra, dilanjutkan dengan dinasti Sanjaya yang merupakan keturunan Kerajaan Sunda-Galuh Kuno di Jawa Barat dan Kerajaan Ho-Ling di Jawa Tengah. Jadi pada saat itu kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno dan Sunda-Galuh masih ada hubungan darah, karena ada perkawinan antar bangsawan kerajaan. Sedangkan Keratuan Dipuncak yang dalam catatan I-Tsing dikenal dengan nama To-Lo-Phwang (To: Orang dan Lo-Phwang: Lampung atau diatas bukit) atau Kendali (Kenali, Lampung Barat). Rajanya yang terkenal Sri Haridewa dan raja terakhir adalah Ratu Sekarmong (Ranji Pasai). Suku Lampung yang masih menganut agama Hindu Birawa ini dikenal dengan Buai Tumi. Kerajaan ini menjalin hubungan dengan Kerajaan Sunda-Galuh dengan pernikahan Putri Ratna Sarkati (Putri Raja Kendali Lampung) dengan Prabu Niskala Wastu Kencana (Putra Prabu Linggabuana, Raja Sunda-Galuh yang tewas di Perang Bubat). Kedatangan rombongan Putri Ratna Sarkati tersebut membawa Pisang Muli yang waktu itu hanya ada di Lampung. Sehingga pada saat ini di Jawa Barat dikenal juga dengan Pisang Muli atau Pisang Lampung. Dari pernikahan tersebut melahirkan Prabu Susuk Tunggal atau Sang Haliwungan (Raja Sunda , ayah Kentrik Manik Mayang Sunda). Sedangkan istri kedua Prabu Niskala Wastu Kencana adalah Putri dari pamannya Resi Bunisora (adik Prabu Lingga Buana) dan melahirkan Prabu Ningrat Kencana (Raja Galuh, ayah Prabu Siliwangi). Setelah Keratuan Pemanggilan runtuh karena pusat kerajaan Sriwijaya berpindah ke daerah Palembang seiring perluasan daerah (penalukan sampai ke Asia Tenggara). Keturunannya menyebar ke selatan menuju Teluk Semaka, Pesisir Barat Krui, Teluk Lampung - atau ke Skala Brak yang masih berdiri Keratuan Puncak dan mengabdi sebagai penggawa (prajurit) disana - sehingga dikenal dengan nama Lampung Pesisir. Sedangkan keruntuhan Kerajaan Puncak (Kendali) disebabkan oleh penaklukan 8 orang putra Umpu Nggalang Paksi dari Kerajaan Malayu Pagar Ruyung yang sudah memeluk Islam. Mereka adalah Sibejalan Diway, Sinyekhupa, Sibelunguh, Sipernong, Si gekhok, Sitambuka (Sitambakukha), Sipetar, dan Sikumbar. Buai Tumi akhirnya meninggalkan Skala Brak menuju ke daerah pesisir pantai, mungkin ke Pesisir Barat Krui, Teluk semaka atau Teluk Lampung. Sedangkan empat putra Umpu Nggalang Paksi yang tertua menguasai daerah Skala Brak dan mendirikan Keratuan Paksi Pak yang sudah beragama Islam. Sedangkan empat putra yang lebih muda yaitu Sigekhok, Sitambuka (Sitambakukha), Sipetar, dan Sikumbar pergi ke matahari terbit. Mungkin ke Pesisir Teluk Semaka (Cukuh Balak), karena disana dikenal juga nama "Tamba Kukha" sebagai asal-usul salah satu Buai keturunan mereka (Sabatin Gedung, Makhga Putih Cukuh Balak – Baca : Sejarah Perkembangan Hukum Adat Lampung Pesisir Bandar Lima – Kecamatan Cukuh Balak). c) Masa Keratuan Balau, Pugung dan Paksi Pak Keratuan Puncak – yang berhubungan dengan Kerajaan Sunda-Galuh - yang telah runtuh mendirikan keratuan baru yang diberi nama Keratuan Balau yang terletak di kaki Gunung Jualang Tanjung Karang Timur. Keratuan ini masih berhubungan dengan kerajaan Sunda-Galuh baru yang dikenal nama kerajaan Padjajaran. Keratuan Balau runtuh karena terjadi perperangan yang tidak seimbang di wilayah Keratuan Balau atas campur tangan pihak Belanda. Keratuan baru juga berdiri di Labuhan Maringgai Lampung Timur yang dikenal dengan Keratuan Pugung. Ratu Pugung mempunyai anak yang bernama Putri Sinar Alam yang diperistri oleh Sunan Gunung Jati (Cucu Prabu Siliwangi dari permaisuri Subang Larang). Dari perkawinan tersebut melahirkan anak yang diberi nama Ratu Darah Putih yang kemudian hari mendirikan Keratuan Darah Putih di Kuripan, Kalianda Lampung Selatan. Keratuan Paksi Pak Skala Brak berdiri sekitar abad ke-15 dimana terdiri dari empat kepaksian yaitu : - Buay Bejalan Diway bertakhta kerajaan di Puncak Dalom - Buay Nyekhupa bertakhta kerajaan di Nampak Siring - Buay Belunguh bertakhta kerajaan di Tanjung Menang - Buay Pernong bertakhta kerajaan di Kota Hanibung Kepaksian Skala Brak tersebut masih ada hingga sekarang, dan sebagian keturunannya menyebar ke berbagai penjuru di Lampung. d) Masa Keratuan Darah Putih dan Berdirinya Adat Pepadun Keratuan Darah Putih yang didirikan oleh Ratu Darah Putih bersamaan masanya dengan pemerintahan Kesultanan Banten pertama oleh Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin (Sabangkingking) adalah kakak satu bapak lain ibu dari Ratu Darah Putih, dan keduanya putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Ibu Sultan Hasanuddin adalah Nyai Kawunganten yang merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari Istrinya Centrik Manik Mayang Sunda (anak Prabu Susuk Tunggal, Raja Sunda yang berdarah Lampung). Jadi Sunan Gunung Jati dan Nyai Kawunganten merupakan sama-sama cucu dari Prabu Siliwangi yang berbeda nenek. Dengan adanya hubungan saudara antara Ratu Darah Putih dan Sultan Hasanuddin tersebut, menjadikan Lampung dan Banten saling membantu dalam menghadapi masalah atau konflik pada masa itu. Misalnya saja pada masanya pemerintahan Sultan Maulana Yusuf, Banten atas bantuan dari beberapa Kebuaian dari Lampung dapat menaklukan sisa-sisa Kerajaan Padjajaran yang masih beragama Hindu. Sehingga sisa-sisa prajurit Padjajaran yang tidak mau masuk islam mengungsi ke Banten Selatan yang kini disebut dengan Suku Badui. Disamping berdirinya Keratuan Darah Putih di daerah pesisir Teluk Lampung, berdiri pula di daerah Lampung Bagian Tengah dan Utara kesatuan Adat Lampung yang diberi nama Adat Pepadun sekitar abad ke-17 pada zaman kesultanan Banten. Pada mulanya terdiri dari 12 kebuaian (Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku), kemudian ditambah 12 kebuaian lain yaitu Mego Pak Tulang Bawang, Buay Lima Way Kanan dan Sungkai Bunga Mayang (3 Buay) sehingga menjadi 24 kebuaian. Peranan Lampung dalam perdagangan abad ke-16 sampai abad ke-18 sebagai daerah penghasil Lada, Cengkeh, Kopi dan rempah-rempah, membuat Belanda ingin menguasai Lampung setelah menggunjang-ganjingkan kesultanan Banten dengan politik adu domba. Terjadilah perlawanan masyarakat Lampung atas bangsa Belanda yang telah berkedudukan tetap di Batavia (Jakarta). Perlawanan disetiap masanya itu dipimpin oleh Ratu Imba, Raden Intan I dan Raden Intan II yang merupakan keturunan dari Ratu Darah Putih. e) Masa Pembagian Marga Berdasarkan Teotorial-Genologis Setelah runtuhnya Keratuan Darah Putih karena sepeninggal Radin Intan II, Lampung menjadi kekuasaan Belanda. Tetapi perlawanan rakyat lampung tidak berhenti disitu saja tetapi berlangsung sampai zaman kedatangan Jepang. Pada masa Belanda, marga-marga Lampung yang tadinya kekuasaanya berdasarkan Geneologis-Territorial, diubah menjadi Territorial-Geneologis (Tahun 1928) yang membagi Suku Lampung menjadi 84 marga (lihat di wikipedia : Marga di Lampung). Dari itulah, maka marga-marga di Lampung itu berdiri sendiri, dan setiap penyimbang berkuasa pada marganya yang mewakili wilayah marga (kecamatan). Sampai kedatangan Jepang Tahun 1942, kekuasaan penyimbang dihapuskan dan diganti dengan kepala Kecamatan yang membawahi beberapa desa / pekon. Akan tetapi, sampai saat ini keberadaan Penyimbang Adat pada setiap marga masih ada, tetapi tidak berkewenangan dalam pemerintahan. Kesimpulan : Demikianlah sejarah singkat Keratuan Lampung yang pernah berdiri di Lampung dan sekitarnya. Hal ini, perlu kita ketahui bahwa diantaranya : - Suku satu dengan suku lainnya di Indonesia berasal dari nenek moyang yang sama, sehingga kita perlu mengerti untuk tidak membedakan suku-suku yang ada di Indonesia dengan tidak menganggap suku satu lebih beradab dan mulia dari suku yang lain. - Keberadaan Naskah Sejarah yang berasal dari Kitab dan Cerita Rakyat terdahulu, perlu dikaji lagi lebih dalam. Karena hal tersebut menjadi bukti bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang mempunyai kebudayaan yang tinggi yang telah ada sejak dahulu kala. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu akan sejarahnya. Sumber berasal dari beberapa naskah dan cerita yang pernah dibaca oleh Penulis. Jika ada kekeliruan atau kekurangan penulisan tempat atau nama, saya harap dapat pembaca dapat melengkapi artikel naskah "Sejarah Keratuan Lampung" ini. "Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Mengenal Sejarahnya" Diposkan oleh Acilbae di 13:09 Label: Komering-Lampung Suku komering adalah orang lampung juga ADAT SAIBATIN LAMPUNG ADAT SAIBATIN LAMPUNG Blog ini Di-link Dari Sini Web Jumat, 05 Juni 2009 SUKU KOMERING ADALAH ORANG LAMPUNG JUGA Dalam kesempatan ini, penulis menyempatkan diri untuk membuat artikel yang berjudul " Suku Komering adalah Orang Lampung Juga". Hal yang mendasari penulis membuat artikel ini adalah di karena ada pandangan dari sebagian masyarakat Komering (Sumatera Selatan) yang tidak mengaku sebagai bagian dari masyarakat Lampung. Hal tersebut perlu dikaji dengan bukti sejarah mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering, terutama ke Lampung. Untuk lebih jelasnya mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering (dikutip dari Wacana Nusantara : Perjalanan Komering di Lampung) akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Asal-Usul Tujuh Kepuhyangan Pada suatu ketika bergeraklah sekelompok besar turun dari dataran tinggi Gunung Pesagi menyusuri sungai dengan segala cara seperti dengan rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai Komering menuju muara. Menyusuri atau mengikuti dalam dialek komering lama adalah samanda. Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway dari kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai. Pada artikel yang berjudul Kebesaran Sriwijaya yang Tak Tersisa - The Rise of Sriwijaya Empire (Komentar Agung Arlan), disebutkan bahwa Kepuhyangan Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya Naga (Sri Jaya Naga) sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan di daerah dekat Gunung Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga (Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke Palembang, dan yang terakhir ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan Sriwijaya). Kelompok ini akhirnya sampai di muara (Minanga) dan kemudian berpencar. Mereka menncari tempat-tempat strategis dan mendirikan tiga kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di bawah pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati suatu dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan Pu Hyang Kaipatih Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam suatu teluk di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di tempat ini kemudian dikenal dengan nama Minanga. Tak lama setelah rombongan pertama, timbul gerakan penyebaran rumpun Skala Brak ini. Menyusul pula gerakan penyebaran kedua yang seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan keempat menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka padang ini disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan Madang. Tempat pertama yang mereka duduki dinamakan Gunung Terang. Kepuhyangan kelima di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya suka membawa peliung. Dari kegemarannya ini dinamakan pada nama kepuhyangan mereka menjadi "Pemuka Peliung". Dari kepuhyangan ini kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar mendirikan kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu Penghulu. Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam di bawah pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut kepercayaan setempat, berasal dari atau keluar dari Bunga Mayang Pinang. Kepercayaan ini membekas dan diabadikan pada nama kepuhyangan mereka, yaitu Bunga Mayang (kelak kemudian hari, inilah cikal bakal Lampung Sungkai). Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan Pu Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah Mahanggin. Ada yang mengatakan kepuhyangan daya (dinamis/ulet). Kelak kemudian hari kepuhyangan ini menyebar mendirikan cabang-cabang di daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap, dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal dari rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way (buway). Nama kebhuwayan ini dibawa orang-orang dari Skala Brak baru generasi Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami lembah sungai yang kini dinamakan "Komering". Masing-masing pada mulanya berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh yang dipanggil pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati dengan batas-batas yang disepakati. Ditinjau dari tujuan gerakan penyebaran (mempertahankan kelanjutan hidup kelompok untuk mencari tempat yang memberi jaminan kehidupan) serta cara mencari tempat yang strategis dalam mengikuti aliran sungai (samanda-diway), tampaknya Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung (Gunung Batu). 2. Penyebaran Suku Komering Ke Lampung Tak diragukan lagi, banyak orang Komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka umbul maupun kampung (tiuh). Perpindahan kali pertama mungkin oleh marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga Mayang. Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu (Lampung Ragom, 1997): "Kelompok Lampung Sungkai asal nenek moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh Kebuayan Abung." Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung Pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering. Dari sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus (64) pernah menjabat kacabdin di daerah ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana. Perpindahan berikutnya, dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka (Sungkai Jaya) di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus. Dua Kampung Komering di Lampung Tengah (Komering Agung/Putih), menurut pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya (mungkin orang yang penulis temui kebanyakan usia muda < 50 tahun). Mereka menyebut Komering yang di Palembang sebagai "nyapah" (terendam). Kemungkinan mereka juga berasal dari Minanga, karena kampong ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar (Tiuh Gedung Komering, Negeri Sakti) Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi (56) dan Komaruzaman (70) (pensiunan BPN). Penduduk di sana mengakui mereka berasal dari Komering (Dumanis) walaupun dialek mereka sudah tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di Komering seperti Betung dsb, yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain. Melihat perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung (Sungkai), serta menambah kebuayan Abung (Buay Nyerupa), tak ada salahnya kita mengetahui tentang dialek, tulisan, marga, maupun kepuhyangan yang ada di daerah Komering. 3. Kesimpulan Melihat asal-usul suku Komering yang awal mula berasal dari Skala Brak lalu menyebar ke daerah dataran Way Komering dan kemudian sebagian menyebar ke Lampung, dipastikan "suku komering adalah orang Lampung juga". Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang digunakan sama dengan orang Lampung. Orang Komering melakukan perpindahan ke Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan Nunyai dan menetap disana menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang). Kebuayan Semendaway (Kebuayan Tertua Komering) dari Minanga melakukan penyebaran ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung), Bunglai, Cempaka - Sungkai Jaya (Lampung Utara), Sukadana (Lampung Timur dekat Negeri Tuho) dan Pagelaran (Tanggamus). Selain itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih (Lampung Tengah) dan Tiuh Gedung Komering - Negeri Sakti (Gedongtataan). Pada artikel "Sejarah Keratuan Lampung" yang telah terbit sebelumnya, di daerah Komering khususnya di Martapura dulu telah berdiri Keratuan Pemanggilan. Keturunan Keratuan Pemanggilan menyebar ke daerah pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk Lampung. Hal ini menjadi bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang tinggal di sekitar Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di Lampung (Pra atau Sejaman dengan Kepaksian Pak Skala Brak Abad ke-14) sebelum Sungkai Bunga Mayang pindah ke Lampung tahun 1800-an. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Komering (Tua) yang telah melakukan perpindahan ke Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak menurunkan Suku Lampung Pesisir Pemanggilan (Lampung Pesesekh di Cukuh Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima). Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa "Suku Komering adalah Orang Lampung juga". Bandar Lampung, 12 Mei 2009 / Oleh : JAMA'UDDIN Diposkan oleh Acilbae di 13:00 16 komentar: Link ke posting ini Label: Komering-Lampung Apa benar "MAVI MARMARA" ingin memerangi Israel???? Saat ini, dunia sedang ramai-ramai mengecam tentara Israel yang menyerang kapal kemanusiaan Mavi Marmara. Belasan penumpang tewas. Namun, pihak Israel tampaknya tidak merasa bersalah. Mereka berdalih bahwa para tentara tersebut hanya membela diri dari "serbuan" Mavi Marmara. Apakah dalih tersebut masuk akal? Perhatikanlah gambar foto dan video "koleksi" senjata di kapal Mavi Marmara di bawah ini yang katanya dipakai untuk menyerang tentara Israel. Bukankah "senjata-senjata" seperti itu terdapat di hampir semua kapal, bukan hanya di Mavi Marmara? Lagipula, kalau berniat memerangi pasukan Israel yang bersenjata canggih, mengapa pakai pisau dapur dan peralatan rumahtangga lainnya sebagai senjata? senjata-senjata di kapal Mavi Marmara senjata-senjata di kapal Mavi Marmara Diposkan oleh Acilbae di 12:49 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Label: Pedulikah Anda? Universalis Tauhid Bukan Agama Walau hampir semua orang yang berpaling ke agama adalah demi memperoleh kenyamanan dan jawaban-jawaban [yang "pasti benar"], Universalisme Tauhid (UT) justru menantang orang-orang untuk menemukan sendiri jawaban-jawabannya. Bahkan pada kesempatan yang jarang ketika menyarankan suatu jawaban, agama UT seringkali bersikeras agar orang tersebut menantang, membandingkan, dan menimbang-nimbang jawaban yang disarankan itu. Di Amerika Serikat [dan begitu pula di Indonesia], kebanyakan agama bersifat otoritatif, bertolak belakang dengan Universalisme Tauhid (UT) yang didasarkan pada akal dan kebebasan iman individual. Bagi kebanyakan orang, agama UT menyajikan begitu banyak kebebasan untuk memilih [sehingga dapat menjadikan kita kewalahan]; banyak orang lebih suka agar seseorang atau suatu institusi menyediakan jawaban-jawaban terhadap berbagai misteri kehidupan. Secara kultural, sebagian besar orang Amerika bahkan tidak menyadari bahwa agama Universalisme Tauhid itu ada. Jutaan orang lulus dari sekolah menengah dan perguruan tinggi tanpa pernah mendengar atau membaca mengenai agama ini. Keadaan ini mungkin terjadi karena kebanyakan orang Amerika hanya mengakui tiga agama besar: Katolik, Protestan, Yahudi. Universalisme Tauhid, sebuah agama dengan pola-pikir yang sangat lain, bukanlah agama besar [yang penganutnya banyak sekali]. Lantaran alasan-alasan tersebut, dan juga lantaran keengganan kami untuk menarik penganut baru, kebanyakan anggota-baru komunitas UT menemukan agama UT secara kebetulan; kita penasaran bagaimana jumlah penganut agama UT bisa sebanyak sekarang ini. Bagaimanapun, buku kecil [100 Soal-Jawab] ini mungkin dapat menyediakan beberapa informasi yang berguna bagi mereka yang mempertimbangkan agama alternatif. ———— Diposkan oleh Acilbae di 12:39 Tidak ada komentar: Link ke posting ini Label: Pedulikah Anda? Tokoh-Tokoh Universalis Tauhid Siapa sajakah orang-orang UT (Universalis Tauhid) yang menjadi tokoh (orang terkenal)? Lima orang presiden Amerika Serikat merupakan orang Unitarian: John Adams, Thomas Jefferson, John Quincy Adams, Millard Fillmore dan William Taft. Walaupun tidak secara spesifik mengidentifikasi diri dengan agama apa pun, Abraham Lincoln memiliki sandaran Universalis. Berikut ini daftar orang-orang UT lainnya yang menjadi tokoh (orang terkenal) pula: Horatio Alger (1832-1899), penulis buku untuk anak-anak. Louisa May Alcott (1832-1888), penulis Little Women dan sejumlah buku lainnya. Tom Andrews, [politisi] anggota Kongres, [kini memimpin organisasi Win Without War]. Susan B. Anthony (1820-1906), organisator gerakan hak-pilih wanita. George Bancroft (1800-1891), pendiri U.S. Naval Academy. Adin Ballou (1803-1890), kritikus mengenai kezaliman kapitalisme. P.T. Barnum (1810-1891), pemilik Barnum and Bailey Circus, pendiri Tufts University. Bela Bartok (1881-1945), komposer Hungaria. Clara Barton (1821-1912), pendiri American Red Cross. Alexander Graham Bell (1847-1922), penemu telepon; pendiri Bell Telephone Company. Henry Bergh (1811-1888), pendiri American Society for the Prevention of Cruelty to Children. Nathaniel Bowditch (1773-1838), ahli matematika, navigator, astronom. Ray Bradbury, penulis fiksi ilmiah. William Cullen Bryant (1794-1878), penulis dan editor suratkabar. Charles Bulfinch (1763-1844), arsitek bangunan United States Capitol. Luther Burbank (1849-1926), ahli Botani. Robert Burns (1759-1796), penyair dan penulis lagu Skotlandia. William Ellery Channing (1780-1842), abolisionis, pendiri Unitarianisme di Amerika. William Cohen, Senator A.S. dari Maine. Nathaniel Currier (1813-1888), litografer, partner James Merritt Ives. E.E. Cummings (1894-1962),penyair, terkenal lantaran gaya dan tekniknya yang tidak ortodoks. Charles Darwin (1809-1882), ilmuwan, evolusionis, penulis On the Origin of Species. Charles Dickens (1812-1870), novelis Inggris. Dorothea Dix (1802-1887), aktivis reformasi institusi penyakit jiwa. Don Edwards, [politisi] anggota Kongres dari California sejak 1965. Charles William Eliot (1834-1926), presiden Harvard University, editor Harvard Classics. Ralph Waldo Emerson (1803-1882), pendeta Unitarian, filosof, essayis. Edward Everett (1794-1865), presiden Harvard University, gubernur Massachusetts, pendeta UT. Fannie Farmer (1857-1915), pakar koki (ahli memasak). Benjamin Franklin (1706-1790), ilmuwan, penulis, negarawan, pencetak. Margaret Fuller (1810-1850), pelopor feminisme. Tokoh utama dalam gerakan Transendentalis dan editor The Dial, bersama dengan Ralph Waldo Emerson. William Lloyd Garrison (1805-1879), abolisionis, editor The Liberator. Horace Greeley (1811-1872), jurnalis, politisi, editor dan pemilik New York Tribune, jawara serikat pekerja dan koperasi. Edward Everett Hale (1822-1909), pendeta Unitarian dan pengarang The Man Without a Country. Andrew Hallidie (1836-1900), penemu mobil berkabel. Bret Harte (1836-1902), penulis, pengarang The Luck of Roaring Camp. Nathaniel Hawthorne (1804-1864), novelis, penulis The Scarlet Letter. John Haynes Holmes (1879-1964), ikut mendirikan American Civil Liberties Union. Oliver Wendell Holmes, Jr. (1841-1935), pengacara dan anggota U.S. Supreme Court, 1902-32. Julia Ward Howe (1819-1910), komposer Battle Hymn of the Republic. Samuel Gridley Howe (1801-1876), pelopor pemerhati orang tuli dan orang buta. Abner Kneeland (1774-1844), penganjur land reform, pendidikan publik dan pengendalian kelahiran. Henry Wadsworth Longfellow (1807-1882), penyair, pengarang Paul Revere's Ride. James Russell Lowell (1819-1891), penyair, tokoh anti-perbudakan, dan pendeta Unitarian. Horace Mann (1796-1859), pemimpin gerakan sekolah publik, pendiri sekolah publik pertama di Amerika, di Lexington, Mass., President of Antioch College, [politisi] anggota Kongres A.S.. John Marshall (1755-1835), Chief Justice of the United States Supreme Court. Thomas Masaryk (1850-1937), presiden pertama Cekoslowakia (1920), penyokong demokrasi dan keadilan social. Herman Melville (1819-1891), penulis, pengarang Moby Dick. Samuel Morse (1791-1872), penemu telegraf dan Kode Morse. Florence Nightingale (1820-1910), perawat Britania dan pembaharu rumahsakit. Thomas Paine (1737-1809), editor dan penerbit Common Sense. Theodore Parker (1810-1860), tokoh utama gerakan Abolisionis di kawasan Boston. Linus Pauling, ahli kimia, pemenang Nobel Peace Prize, 1962. Beatrix Potter (1866-1943), pengarang Peter Rabbit dan sejumlah cerita anak-anak lainnya. Joseph Priestly (1733-1804), penemu oksigen, pendeta Unitarian. Elliot Richardson, mantan Menteri Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan, dan Jaksa Agung (1973). Paul Revere (1735-1818), pandai-perak dan pahlawan. Benjamin Rush (1745-1813), penandatangan Declaration of Independence; dokter ahli jiwa, dipandang sebagai Father of American Psychiatry. Carl Sandberg (1878-1967), penyair, pemenang Pulitzer Prize untuk karya biografinya mengenai Abraham Lincoln. Ted Sorenson, ajudan dan penulis pidato John F. Kennedy. Charles Steinmetz (1865-1923), insinyur listrik, pemegang 200 hak paten, terkenal lantaran kajian teoretisnya mengenai arus bolak-balik. Adlai Stevenson (1900-1965), Gubernur Illinois, calon Presiden, Duta Besar A.S. untuk PBB. George Stephenson (1781-1848), insisnyur Inggris, penemu lokomotif pertama. Gilbert Charles Stuart (1755-1828), seniman, terkenal lantaran potret George Washington karyanya. Sylvanus Thayer (1785-1872), insinyur, pendiri U.S. Military Academy. Henry David Thoreau (1817-1862), essayis dan naturalis, pengarang Walden Pond. Hendrik Wilhem Van Loon (1882-1944), ahli sejarah dan penulis. Kurt Vonnegut, penulis, pengarang Slaughterhouse-Five. Daniel Webster (1782-1852), orator, Senator, Menteri Luar Negeri, calon presiden A.S. Josiah Wedgwood (1730-1795), pembuat barang-barang tembikar Inggris, pendiri Wedgwood Pottery. Frank Lloyd Wright (1869-1959), arsitek. Owen D. Young (1874-1962), Chairman of General Electric Company. Whitney Young (1921-1971), ketua Urban League. ———— Diposkan oleh Acilbae di 12:35 Label: Pedulikah Anda? Pengikut Powered by minangakumoring Minanga Cindo.

joni sepriyan:Kerajaan Skala Brak | Melayu Online

Kerajaan Skala Brak | Melayu Online

Lintang IV Lawang: Sejarah Berdirinya Sriwijaya sampai runtuhnya dan terbentuknya daerah Lintang (Bag.1)

Lintang IV Lawang: Sejarah Berdirinya Sriwijaya sampai runtuhnya dan terbentuknya daerah Lintang (Bag.1)

BAYU NOVIANDO: MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA

BAYU NOVIANDO: MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA: Minanga komering, Ogan komering ulu timur. di perkirakan Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nama Minanga ( Komering Ulu Sumatera Selatan ) se...

IBU KOTA SRIWIJAYA AWAL ADALAH MINANGA KOMERING,komering is part of lampung ethnic

MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA Minanga komering, Ogan komering ulu timur. di perkirakan Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nama Minanga ( Komering Ulu Sumatera Selatan ) sebagai nama tempat sudah ada semenjak sebelum Van Rokel membaca prasasti kedukan bukit tahun 1924. Oleh karena itu nama Minanga di Komering Ulu itu bukanlah mencontoh kebesaran nama dalam prasasti kedukan bukit. Ini terlihat dalam suatu piagam perjanjian tahun 1629 dengan mamakai tulisan Arab-Melayu oleh kesultanan Palembang yang pada waktu itu di berkuasa Sedaing Kenayan mengenai tapal batas Marga Minanga. Piagam tersebut masih tersimpan sebagai dokumen Marga Semendawai Suku III. Minanga yang kita identifikasikan sebagai ibukota Sriwijaya sekarang adalah merupakan nama dua buah desa yaitu desa Minanga Tengah dan desa Minanga Besar . Desa Minanga sekarang terletak di daerah rawa-rawa dataran rendah. Daerah yang agak tinggi permukaannya mengelilingi desa-desa tersebut yaitu di sebelah hulu sungai disekitar daerah Betung (dahulu bernama Kedaton) di sebelah barat ada dataran tinggi yang membentang sampai ke batas Kedaton dan sungai Ogan. Jadi bahwa kawasan Minanga berada di antara dua daerah yang bernama Kedaton yang berada di pedalaman Sumatra Selatan di pinggir Sungai Komring. Ada yang menarik tentang nama-nama tempat sebagai petanda monumen sejarah yang terdapat di Desa Minanga Komring Ulu dengan menamai kampungnya dengan nama-nama yang memberi kesan seolah-olah tersebut ada bekas pusat suatu pemerintahan antara lain : Kampung Ratu — Menggambarkan komplek Perumahan para Raja-raja Kampung Kadalom — menggambarkan adanya kompleks perkampungan para abdi dalam. Kampung Balak — berasal dari kata Bala atau Laskar kedaton Kampung Binatur — berasal dari kata Batur yang berarti pelayan keraton Pasar Malaka — yang sekarang merupakan ladang penduduk yang di yakini oleh penduduk setempat dahulunya merupakan tempat orang memperdagangkan barang dagangan dari Malaka. Nama nama tersebut sudah ada sama tuanya dengn nama Minanga komring ulu yang sudah ada sejak sebelum tahun 1629 Masehi Kemudian di kawasan Minanga ini banyak sekali kita jumpai Makam Kuno ( makam keramat ) lebih kurang terdapat 15 makam kuno sepanjang uluan sungai komring yang di kenal dan di percayai oleh penduduk setempat merupakan makam Raja-Raja maupun panglima perang jaman dulu yang menjadi keramat bagi desa desa sekitar. Antara lain : Pu-Hyang ( Puyang ) Ratu Kadi yang berarti Pangeran Mahkota Pu-Hyang ( Puyang ) Naga Brinsang yang berarti Raja Naga Ajaib. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Alam Basa Berarti Raja Alam berasal dari Dewa. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Randah ( Randuh ) yang berarti Raja yang dapat berpndah- pindah tempat. Pu-Hyang ( Puyang ) Kai Ranggah yang berarti raja banyak Cahang. - Pu-Hyang ( Puyang ) Marabahu ( diucapkan Marbau ) yang berarti Raja yang berkali-kali mati dan hidup kembali. - Tan Junjungan ( Puyang Tan Junjungan ) yang berarti panglima yang penuh sanjungan. - Tan Adi ( Puyang Tan Adi ) yang berarti Panglima Utama - Tan Aji ( Puyang Tan Aji ) yang berarti Panglima Raja - Tan Mandiga ( Puyang Tan Mandiga ) yang berarti Panglima yang ampuh. - Tan Salela ( Puyang Tan Salela ) yang berarti Panglima yang menarik hati - Tan Robkum ( Puyang Tan Robkum ) yang berarti Panglima yang tahan rendam dalam air. - Tan Hyang Agung ( Puyang Tihang Agung ) yang berarti Panglima dewa Agung - Tan Minak Batara ( Puyang Minak Batara ) yang berarti panglima turunan Raja - Tan Mahadum ( Puyang Mahadum ) yang berarti panglima penyelamat. Jarak Minanga dengan Pantai timur sekarang jika di tarik lurus horizontal lebih dari 100 Km. Karena Minanga berada di pinggir sungai yang sekarang di kenal dengan sungai Komring maka penduduknya di sebut orang Komring. W.V. Van Royen dalam bukunya “ De Palembang Sche Marga ( 1927 ) “ tidak menyebut orang komring tetapi “ Jelma Daya “ . Nama sungai Komring sendiri diambil dari nama seorang yang berasal dari India yang bernama Komering Singh ,makam nya terdapat di sebelah hulu desa Muara Dua , sungai yang mengalir mulai dari makam tersebut tepatnya mulai dari Muara Selabung yang mengalir ke hilir sampai muara Plaju di sebut sungai Komring . Menurut sejarah Kabupaten Ogan Komering Ulu ( 1979 ) Jelma Daya kelompok pertama yang turun dari gunung Seminung melalui Danau Ranau kemudian seterusnya menelusuri sungai Komring sampai di Gunung Batu adalah kelompok Samandaway. Samandaway berasal dari kata Samanda Di Way yang berarti mengikuti aliran sungai. Pada tahun 1974 telah ditemukan sebuah arca Budha yang terbuat dari Perunggu ukuran tinggi ±35 cm, tebal 11 cm di temukan 15 km dari desa Minanga yang di temukan tidak sengaja oleh petani setempat yang kemudian menjadi barang koleksi pribadi mantan bupati OKU pada saat itu. Minanga hanyalah monumen sejarah dalam bentuk nama tempat, tapi kawasan Minanga purba adalah begitu luas yaitu paling sedikit sebesar Marga Semendawai Suku III dan di sebelah barat berbatasan dengan daerah Kedaton ( Ogan Ulu Sumatera Selatan ). Karena langka nya peninggalan Sriwijaya dalam bentuk benda kepurbakalaan di manapun termasuk di daerah Minanga ( Komring Ulu sumatera selatan ) maka alternative lain yang harus di cari identitasnya ke dalam nilai-nilai Budaya dimana salah satu aspek budaya yang penting dan masih menonjol adalah Bahasa . : “ Bahasa adalah alat utama Kebudayaan. Tanpa Bahasa kebudayaan tidak mungkin ada. Kebudayaan tercermin dalam Bahasanya. ( S Gazalba 1966 : 102 ) “ Seperti di utarakan di muka bahwa rumpun Seminung mempunyai bahasa dan tulisan sendiri. Orang Rumpun Seminung tergolong suku Malayu Kuno ( Proto Malayan Tribes ), bahasanya banyak terdiri dari bahasa Malayu Kuno , bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Bahasa Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, dan prasasti lainnya dalam periode Shi-Li-Fo-Shih ( 670 s.d 742 Masehi ) adalah bahasa Malayu Kuno dan kausa katanya banyak yang tertinggal dalam bahasa Rumpun Seminung ( Komering, Daya,Ranau, Lampung ). Sebagai perbandingan kita mengambil contoh adalah prasasti Telaga Batu : menurut bacaan dan terjemahan Prof.Dr.J.G. de Casparis dalam bukunya “ Selted inscription from the 7 th to the 9 th century A.D (1956)” . Prasasti itu terdiri dari 28 baris dengan jumlah ±709 kata-kata yang sudah terbaca, dari kata-kata tersebut terbentuk ±311 bentukan kata yang tidak kurang dari 50 kata yang terbukti di pakai dalam bahasa Komering (Rumpun Seminung). Antara lain sebagai berikut : Bahasa Sriwijaya Bahasa Komering Indonesia (Prasasti Melayu Kuno) - Awai - Awai - Memanggil - Dangan - Jongan - Cara - Hulun - Hulun - Orang asing - Inan - Inan - Biarkan - Katahuman - Katahuman - Tertangkap tangan - Labhamamu - La(m)bahanmu - Tempat tinggalmu - Mulam - Mulang - Kembali - Mancaru - Macuaru - Mangacau/menghianat - Muha - Muha - Angap ringan / boros - Muah - Muah - Lagi / Masih ada - Marpadah/Padah - Mapadah/Padah-Tanggulangi / Andalan - Pira - Pira - Berapa - Puhawam - Puhawang - Pawang / Peramal - Ri - RI - Bersama - Sarambat - Sarambat - Setangkai - Talu - Talu - Kalah / tunduk - Tapik/Manapik - Tapik/Manapik - Menghindar/elak/serang - Tuhan - Tuhan - Milik Tidak teridentifikasinya Minanga Komring Ulu sebagai ibukota Sriwijaya selama ini di karenakan : 1. Para ahli sejarah tidak mengetahui bahwa ada Minanga di daerah Komering Ulu Sumatera Selatan yang berada di Muara Sungai di tepi Pantai pada waktu itu, sehingga orang mencari Minanga di luar Sumatra Selatan di dasarkan kepada semata-mata kesamaan bunyi dan penggantian huruf. 2. Penelitian Geomorfologi semata-mata di tujukan hanyalah penelitian kedudukan Jambi dan Palembang apakah berada di tepi pantai atau tidak pada jaman Sriwijaya 3. Minanga dalam Prasasti kedukan bukit di satukan dengan kata Tamvan sebagai Toponim (nama tempat ), Minanga yang tersebut dalam prasasti kedukan bukit di tafsirkan sebagai daerah yang ditundukkan oleh sriwijaya hanya semata-mata untuk memperkuat Palembang sebagai ibukota Kerajaan.. 4. Para ahli sejarah hanya mau mengakui sesuatu atau mengarahkan penelitian pada suatu tempat kalau sudah ada bukti arkeologis di ketemukan lebih dahulu, sedangkan sumber sejarah bukan terletak kepada benda arkeologis semata, tetapi juga dalam bentuk ciri-ciri budaya, bahasa dan lain-lain peninggalan kebudayaan masa lampau yang dapat di jadikan petunjuk awal. 5. Karena tidak di ketahui bahwa Minanga ada di Komering Ulu Sumatera Selatan maka ia tersisihkan dari obyek penelitian sehingga tidak di temukan benda-benda yang bersifat arkeologis. Benda-benda arkeologis itu hanya di tunggu atau di harapkan untuk di ketemukan secara kebetulan seperti yang kita alami sekarang. Berikut merupakan Arca yang di temukan di MINANGA KOMERING OKU, secara tidak sengaja oleh warga setempat. sayangnya letak dari MINANGA KOMERING berada di pedalaman di pesisir sungai komering, sehingga para arkeolog dan ahli sejarah tidak mengetahui keberadaan minanga komering. sehingga luput dari obyek penelitian. Sumber \: By Agung Arlan Posted 2nd May by Aditya Pambudi Labels: sejarah sriwijaya wilayah sriwijaya kekuasaan sriwijaya minanga asal kerajaan sriwijaya minanga komering sriwijaya Aditya pambudi BELITANG Informasi seputar Cultur sosial masyarakat OKU Timur dan suku komering SUMSEL. Budaya pantun Komering Ombai Akas lagu daerah sumatera selatan komering Komering is etnic from proto melayu Bahasa Suku Komering Sumatera selatan Investasikan uang anda dengan modal Rp.25.000 di Investhemat.com INVESTASI HEMAT HANYA 25RB HASIL MELIMPAH Objek wisata budaya OKU Timur Asal usul nama daerah di wilayah OKU Timur Sumatera Selatan Mencari ’Biduk’ di Sungai Komering AYO WISATA BUDAYA KOMERING, South sumatra INDONESIA Kata Kata Kasar dalam Bahasa Palembang sumatera selatan MINANGA KOMERING Asal Kerajaan SRIWIJAYA Nesto rapper bangsat, lirik Angkata 45 palembang hip hop suku KOMERING asli indonesia Kenapa cowok suka cemburu tidak jelas? Jalan di kota belitang nyak kumoring niku kumoring NESTO lips sync versi SPEED nesto HIP HOP komering Mencegah dari hacker facebook Membuat update status via Nama sendiri belajar bahasa komering palembang sumatera selatan belajar bahasa komering palembang sumatera selatan aditya pambudi, Live Online Television, Web TV Channels Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler KELAS 12 IPS 2 SMAN 1 BELITANG angkatan tahun 2008-2011 gendig sriwijaya Lyrics88: Lirik Lagu Detik Antara Waktu - Misha Omar Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler junniferband.blogspot.com cord lirik berhenti berharap sheila on7 cord lirik lagu buat aku tersenyum sheila on7 cord lirik R.I.P bondan prakoso cord lirik bondan prakoso waktu cord lirik musik kita selamanya bondan prakoso cord lirik lagu bondan prakoso not with me cord lirik lagu garuda di dadaku NETRAL Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler di aditya pambudi blogsot.com Video Bencana Tsunami aceh 26 desember 2004 December 2nd, 2010 Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler Free Music | Download Lagu MP3 Indonesia Gratis Terbaru dan Terpopuler Utopia - Mencintaimu Sampai Mati (Indonesian Song) November 27th, 2010 Home - PUTIH TULANGKU Mimpi aneh dan misterius Aditya Pambudi Putra BELITANG Budaya pantun Komering Apa saja yang bisa digali dalam budaya Komering itu? ternyata bila kita mau mendalami budaya suku yang satu ini, ada sebuah budaya yang ternyata sejak dulu sudah sering dilakukan, baik itu diacara-acara keagamaan, sosial, seni, kemasyarakatan ataupun acara-acara rakyat lainnya. Apa budaya itu? budaya itu adalah pantun. Pantun buat orang Komering adalah sebuah seni sastra yang sudah lama berlangsung, Setiap desa dari mulai hulu komering sampai hili Komering semua mempunyai kekayaan dalam berpantun. Pantun juga kadang buat sindiran, motivasi, ledekan, nasehat, gurauan, bahkan juga untuk menentukan status. Pantun dikomering juga seperti yang lain, ada yang sopan, setengah sopan, sampai ada juga yang agak jorok, namun dari beberapa pantun yang saya lihat, kebanyakan masyarakat Komering itu bila berpantun cukup santun. jarang saya dengar ada bahasa-bahasa jorok, kalaupun ada biasanya itu cuma intermeso. Saya sendiri yang ada di Jakarta sering mendengar yang tua-tua bila kumpul dalam sebuah acara gunung batu, berapa kali mendengar mereka berbalas pantun, beberapa hari yang lalu saja, saya ditantang oleh salah seorang "nenek-nenek" Gunung Batu untuk bertanding dengan pantun-pantunya. Terus terang saya kewalahan, karena ternyata persediaan pantun beliau itu cukup banyak, sedangkan saya cuma secuil, wah...kena batunya saya...padahal beliau mau berpantun karena saya pancing dengan pantun yang saya punya, itu juga dari ibu saya. Pantun ternyata juga merupakan budaya yang unik di Komering, Pantun juga kadang bisa menggambarkan kondisi daerah atau tokoh atau penduduk pada masa lalu, bagaimana kehidupan mereka pada saat pantun itu dilantunkan, pantun juga bisa muncul karena adanya sesuatu, misalnya bila anda tidak jadi kawin, siap-siap adan dibuatkan pantung oleh orang yang iseng...hehehhe...sudah banyak orang yang dibikinin pantun karena putus cinta, gagal kawin, ngomong besar, suka jahil. Ada lagi, kalau misalnya anda tokoh masyarakat atau alim ulama tapi kelakuan anda tidak beres, siap-siap saja ada pantun buat anda, makanya digunung batu atau komering lebih baik kita biasa-biasa ajalah, mengalir seperti air, karena kalau kelakuan kita gak beres, wah banyak mata dan mulut siap buatkan pantun yang "manis" sebagai kenang-kenangan untuk kita yang tidak bisa menjaga perilaku, gak enaknya pantun itu bisa abadi dan dingat-ingat orang terus...mudah-mudahan jangan ya para saudaraku terjadi seperti itu....Gunung Batu sendiri, menurut ibu dan kakek saya dulu cukup banyak bertaburan pantun-pantunnya, cuma sayang saja tidak ditulis, padahal kalau ditulis, itu bisa menjadi kekayaan masyarakat Komering. Pantun sendiri biasanya ada yang mudah tercipta ada juga yang perlu persiapan, misalnya dengan mengarang. Ciri dari pantun Komering itu sendiri tidak jauh beda dengan pantun daerah-daerah lain, kebanyakan dengan sistemnya memakai sistem a-b-a-b, jarang sekali saya lihat mereka menggunakan sistem a-a-b-b, atau dengan sistem yang acak, pantun komering bunyinya teratur, pantun komering bagi yang mengerti, kedengarannya cukup unik. Sebaiknya menurut saya kaum muda Komering itu segera mencatat budaya pantun ini, masak kita harus mengikuti cara dulu lagi dengan budaya lisan, khan sudah kita ketahui bahwa banyak orang yang kurang suka dan tidak senang bahkan tidak percaya dengan budaya lisan, makanya kita yang sudah cinta dengan budaya ini harus segera mencatat pantun-pantun itu. Mari kita budayakan pantun komering, dan mari kita jadikan pantun yang ada diforum ini menjadi pantun terpanjang di FACEBOOK...kalau bisa....bagi yang bukan warga Komering, mari kita saling mengenal budaya antar daerah..dengan pantun mari kita tingkat rasa persaudaraan kita sesama anak bangsa.. Terakhir ada pantun nasehat dan sindiran buat kita semua, terutama saya nih... dari kakek-kakek saya dulu icak-icak kayo, tarumpah mih kabolah icak-icak badan gogah, maknaja badan sobah. lampuyang cakak dampan uwol cakak hidangan alu marotok mojong kangkung tumbuh di t.....i (gak enak ah nyebutnya..) Ini betul-betul sindiran buat saya, bukan ditujukan kepada siapa-siapa lho.....wah yang lain jangan tersinggung ya..tahu nih pantun apa bukan ya..hehehe.. http://junniferbelitang.blogspot.com sumber :sejarahgunungbatu.blogspot.com Posted 4 weeks ago by Aditya Pambudi Labels: suku komering bahasa komering komering rumah komering pantun komering Loading Send feedback